putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Trauma

judi

Strategi Mengelola Stres dan Trauma Karyawan melalui Dukungan HR

Di era yang serba cepat dan penuh tekanan ini, pemahaman mendalam tentang trauma dan stres di tempat kerja menjadi sangat penting. Sebagai bagian dari Sumber Daya Manusia (HR), kita memiliki peran krusial dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah ini. Mari kita bahas lebih lanjut.

Trauma di tempat kerja tidak hanya terbatas pada profesi berisiko tinggi seperti militer atau pemadam kebakaran. Menurut penelitian terkini, trauma dapat menimpa karyawan di berbagai industri karena berbagai alasan, termasuk kekerasan di tempat kerja, pelecehan seksual, rasisme, diskriminasi, atau budaya kerja yang toksik. Pandemi COVID-19 telah memperparah situasi ini, meningkatkan risiko gangguan stres pasca-trauma (PTS) hingga 83% lebih tinggi dari level pra-pandemi, terutama di kalangan pekerja kesehatan.

Trauma dan stres di tempat kerja dapat memanifestasikan diri dalam berbagai bentuk, seperti absenisme, penurunan kinerja, penghindaran tugas, konflik antar karyawan, kecelakaan, atau hilangnya motivasi. Gejala lainnya termasuk kecemasan, ketakutan, kemarahan, tingkat kerjasama yang rendah, atau pelupa. Semua ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan karyawan tetapi juga berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan.

Sebagai HR, kita memiliki beberapa strategi untuk mengatasi trauma dan stres di tempat kerja:

1. Mengidentifikasi dan Menjangkau: Belajar mengenali tanda-tanda trauma dan stres serta menjangkau karyawan yang mungkin mengalami kesulitan. Ini bisa dilakukan dengan rutin menanyakan kabar mereka dan mendiskusikan kesehatan mental mereka.

2. Menyediakan Sumber Daya: Menyediakan sumber daya seperti layanan konseling, program bantuan karyawan, dan sumber daya kesehatan mental. Sumber daya ini dapat membantu karyawan mengelola stres dan mengatasi situasi sulit.

3. Menciptakan Budaya Kerja yang Mendukung: Bekerja untuk menciptakan budaya kerja yang mendukung, yang menghargai kesejahteraan karyawan, mempromosikan keseimbangan kerja-hidup, mendorong komunikasi terbuka, dan menyediakan peluang untuk pengembangan profesional.

4. Menawarkan Pengaturan Kerja Fleksibel: Menawarkan pengaturan kerja fleksibel seperti telekomuting, jadwal fleksibel, dan pembagian pekerjaan. Pengaturan ini dapat membantu karyawan mengelola stres mereka dengan memungkinkan mereka untuk lebih baik menyeimbangkan tanggung jawab kerja dan pribadi.

5. Melatih Manajer: Melatih manajer untuk mengenali tanda-tanda stres dan trauma pada karyawan dan memberi mereka alat untuk mendukung anggota tim mereka. Ini bisa termasuk pelatihan tentang cara melakukan percakapan yang sulit, cara memberikan umpan balik, dan cara mengelola beban kerja.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, HR dapat membantu karyawan yang mengalami trauma dan stres merasa didukung dan dihargai di tempat kerja, yang dapat menyebabkan peningkatan kesejahteraan dan kepuasan kerja.

Identifikasi Dini dan Intervensi

Dalam konteks pekerjaan, identifikasi dini dan intervensi terhadap stres dan trauma sangat penting. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu dalam mengatasi masalah saat ini, tetapi juga mencegah dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan produktivitas karyawan. Berikut adalah beberapa aspek penting dari identifikasi dini dan intervensi:

1. Konsep dan Kebutuhan Identifikasi Dini: Identifikasi dini dalam konteks pekerjaan melibatkan kemampuan HR dan manajer untuk mengenali tanda-tanda stres dan trauma pada karyawan. Ini termasuk memahami pentingnya intervensi dini dan bagaimana hal ini dapat mencegah masalah yang lebih serius di masa depan. Seperti dalam konteks pendidikan anak, di mana identifikasi dini membantu dalam mengatasi keterlambatan perkembangan, dalam lingkungan kerja, hal ini membantu dalam mencegah penurunan kinerja dan kesejahteraan karyawan.

2. Skreening dan Penilaian: Sama seperti penilaian pada anak-anak untuk menentukan kebutuhan layanan intervensi dini, dalam lingkungan kerja, HR perlu melakukan skreening dan penilaian terhadap karyawan yang mungkin mengalami stres atau trauma. Ini bisa melalui survei kesehatan mental, wawancara, atau alat penilaian lainnya.

3. Peran HR, Komunitas, dan Profesional: Dalam konteks pekerjaan, HR, manajemen, dan rekan kerja memainkan peran penting dalam intervensi dini. Mereka harus terlibat aktif dalam mengidentifikasi masalah dan memberikan dukungan yang diperlukan. Ini mirip dengan peran orang tua dan komunitas dalam mendukung anak-anak dengan keterlambatan perkembangan.

4. Pentingnya Intervensi Dini: Intervensi dini di tempat kerja dapat membantu karyawan memperbaiki keterampilan mereka dalam mengelola stres dan trauma. Ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu tetapi juga produktivitas dan keharmonisan di tempat kerja.

5. Model Intervensi Dini: Sama seperti dalam pendidikan anak, di mana intervensi dini dapat dilakukan di rumah atau di pusat, dalam konteks pekerjaan, intervensi bisa dilakukan secara individual, melalui sesi kelompok, atau bahkan secara digital. Pilihan model tergantung pada kebutuhan spesifik karyawan dan sumber daya yang tersedia di organisasi.

Dengan memahami pentingnya identifikasi dini dan intervensi, HR dan manajemen dapat bekerja sama untuk menyediakan dukungan dan sumber daya yang diperlukan bagi karyawan yang mengalami stres dan trauma, memastikan masa depan yang lebih baik bagi mereka dan organisasi.

Untuk memastikan kelancaran transisi ke bagian selanjutnya, penting untuk mengakui bahwa setelah identifikasi dan intervensi awal, langkah berikutnya adalah menciptakan budaya tempat kerja yang mendukung karyawan yang mengalami trauma. Ini akan dibahas lebih lanjut dalam bagian berikutnya tentang Menciptakan Budaya Tempat Kerja yang Berbasis Trauma.

Menciptakan Budaya Tempat Kerja yang Harmonis

Pemahaman tentang dampak trauma pada karyawan dan penerapan strategi untuk mendukung kesejahteraan dan pertumbuhan mereka. Berikut adalah beberapa langkah kunci untuk menciptakan budaya tempat kerja yang harmonis dan bebas dari trauma:

1. Memahami Dampak Trauma: Penting untuk mengakui bahwa trauma dapat berdampak signifikan pada kesejahteraan, produktivitas, dan kepuasan kerja karyawan. HR dan manajemen harus menyadari berbagai jenis trauma yang mungkin dihadapi karyawan, seperti ketidakpastian pekerjaan, beban kerja berat, atau paparan situasi yang menekan.

2. Mendorong Komunikasi Terbuka: Dorong komunikasi yang jujur dan transparan di antara karyawan, memungkinkan mereka untuk mendiskusikan pengalaman dan perasaan mereka dalam lingkungan yang aman. Ini menciptakan ruang di mana karyawan merasa didengar dan dihargai.

3. Mempromosikan Keamanan dan Kepercayaan: Pastikan bahwa ruang kerja aman untuk kesehatan mental dan fisik karyawan dengan mematuhi protokol dan standar keselamatan dasar. Bangun kepercayaan dengan transparan tentang keputusan perusahaan dan memelihara lingkungan saling menghormati dan bermartabat untuk semua rekan kerja.

4. Menyediakan Sumber Daya dan Dukungan: Tawarkan sumber daya seperti pelatihan, webinar, dan modul untuk membantu pemimpin dan rekan kerja memahami risiko yang terkait dengan PTSD, mengenali tanda dan gejala PTSD pada staf, dan memberikan dukungan bagi karyawan yang menghadapi trauma.

5. Mendorong Dukungan Sesama: Ciptakan lingkungan di mana karyawan merasa nyaman mendiskusikan pengalaman mereka dan mendukung satu sama lain dalam menghadapi trauma.

6. Bekerjasama dan Saling Menguntungkan: Izinkan orang-orang dalam dan di luar posisi kekuasaan dalam perusahaan untuk berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan praktik yang berbasis trauma, mendorong rasa kolaborasi dan kesetaraan.

7. Fokus pada Pencegahan dan Pengobatan: Terapkan strategi untuk mencegah dan mengobati trauma di tempat kerja, seperti teknik kesadaran, pernapasan, dan grounding.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, organisasi dapat menciptakan budaya tempat kerja yang berbasis trauma yang mendukung karyawan dalam menghadapi trauma dan mempromosikan kesejahteraan dan produktivitas secara keseluruhan.

Monitoring dan Peningkatan Berkelanjutan

Monitoring dan peningkatan berkelanjutan adalah kunci untuk pertumbuhan dan kesuksesan organisasi. Berikut adalah ringkasan informasi dari sumber yang disediakan:

1. Monitoring dan Evaluasi untuk Peningkatan Berkelanjutan: Monitoring dan Evaluasi (M&E) adalah proses peningkatan organisasi yang melibatkan penelitian, perencanaan, alokasi sumber daya, dan pengembangan berkelanjutan. Ini menetapkan tujuan yang berorientasi masa depan untuk meningkatkan output manajemen dan bertujuan untuk menentukan efisiensi program, membuat perbandingan terhadap pencapaian untuk memodifikasi layanan agar lebih efektif.

2. Monitoring Proses untuk Peningkatan Berkelanjutan: Monitoring proses mengukur kinerja proses secara real-time, memungkinkan manajemen proaktif terhadap proses dan peningkatan berkelanjutan. Ini memungkinkan untuk menangkap pengukuran real-time dari proses, membandingkannya dengan data dari model proses, dan memberikan umpan balik untuk meningkatkan proses dan eksekusi proyek.

3. Monitoring Berkelanjutan dan Peningkatan Berkelanjutan: Monitoring berkelanjutan membantu program lebih baik dalam mengatasi tujuan dan sasaran, melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses perencanaan program. Ini penting untuk memastikan bahwa program melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan dan sasarannya.

4. Praktik Terbaik untuk Monitoring dan Peningkatan Berkelanjutan: Mengumpulkan data operasional, mensurvei orang tua dan siswa untuk umpan balik, dan menggunakan penilaian kualitas program adalah beberapa praktik terbaik untuk peningkatan berkelanjutan. PRISM (Program Report for Improvement and System Measurement) berfungsi sebagai tulang punggung untuk pertemuan komunitas pembelajaran sepanjang tahun, membantu pemimpin mengidentifikasi kekuatan dan mempertimbangkan peningkatan.

Monitoring dan peningkatan berkelanjutan melibatkan penilaian berkelanjutan, umpan balik, dan penyesuaian untuk meningkatkan kinerja organisasi dan mencapai tujuan. Proses ini sangat penting untuk mengidentifikasi kekuatan, mengatasi kelemahan, dan mempromosikan pertumbuhan dalam organisasi.

Kesimpulan

Pertama, pemahaman mendalam tentang trauma dan stres di tempat kerja adalah fondasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung. HR dan manajemen harus proaktif dalam mengidentifikasi tanda-tanda stres dan trauma serta menyediakan sumber daya yang tepat untuk membantu karyawan mengatasinya.

Kedua, identifikasi dini dan intervensi merupakan langkah penting dalam mencegah masalah kesehatan mental yang lebih serius. Melalui pendekatan yang empati dan mendukung, HR dapat memainkan peran kunci dalam membantu karyawan mengatasi tantangan mereka.

Ketiga, menciptakan budaya tempat kerja yang berbasis trauma tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan tetapi juga produktivitas dan kepuasan kerja. Ini melibatkan membangun komunikasi terbuka, mempromosikan keamanan dan kepercayaan, serta menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan.

Keempat, monitoring dan peningkatan berkelanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa inisiatif dan strategi yang diterapkan efektif dan relevan dengan kebutuhan karyawan. Melalui evaluasi dan umpan balik berkelanjutan, organisasi dapat terus berkembang dan menyesuaikan pendekatannya untuk mendukung karyawan.

Sebagai penutup, penting bagi setiap organisasi untuk mengakui dan mengatasi dampak stres dan trauma di tempat kerja. HR memegang peran penting dalam perjalanan ini, tidak hanya sebagai pengelola sumber daya manusia tetapi juga sebagai pendukung kesejahteraan karyawan. Dengan pendekatan yang tepat, organisasi dapat mengubah trauma menjadi transformasi, menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan harmonis.

Life Skills dengan senang hati mengundang organisasi/perusahaan Anda untuk mengikuti Speaking Engagement. Ini adalah kesempatan untuk mendalami topik kepemimpinan dan pengembangan organisasi lebih lanjut, serta untuk berinteraksi dengan para profesional dan pemimpin industri. Untuk informasi lebih lanjut dan untuk mendaftar, silakan kunjungi tautan berikut: satu.bio/satumitra-igls.

Dunia yang terus berubah, kemampuan untuk membangun dan memelihara kepemimpinan yang efektif dan berkelanjutan adalah kunci untuk keberhasilan organisasi. HR memiliki peran strategis dalam perjalanan ini, tidak hanya sebagai pelaksana tetapi juga sebagai pemimpin perubahan. Life Skills siap mendorong perubahan positif dalam dunia kepemimpinan Anda.

Request Pelatihan SDM Satu Persen x Life Skills ID

Untuk Perusahaan, NGO dan Pemerintahan:

+62 882-9762-5596 (Margareth, Whatsapp)

Untuk Organisasi dan Kemahasiswaan:

+62 851-7317-1568 (Sheila, Whatsapp)

Referensi

University of Wisconsin-Madison. (2020, November 30). How to Cultivate Trauma-Informed Care in HR.

Center for Technology and Innovation in Pediatrics Practice. (2023, April 3). Toolkit: Trauma-Informed Workplaces. Retrieved from

Strategy People Culture. (2023, September 15). Understanding Workplace Trauma and How Leadership Can Help. Retrieved from

Workplace Options. (2023, June 4). Understanding Workplace Trauma and Work-Related PTSD. Retrieved from

Forbes. (2021, November 10). Trauma At The Workplace, What To Do About It. Retrieved

FAQ

Apa itu trauma di tempat kerja dan bagaimana dampaknya terhadap karyawan?

FAQ ini menjelaskan definisi trauma di lingkungan kerja dan efeknya pada kesejahteraan karyawan.

Bagaimana HR dapat mengidentifikasi tanda-tanda stres dan trauma pada karyawan?

FAQ ini memberikan informasi tentang cara-cara HR dapat mendeteksi gejala stres dan trauma di antara karyawan.

Apa langkah-langkah yang dapat diambil HR untuk mendukung karyawan yang mengalami stres atau trauma?

FAQ ini menjelaskan strategi dan tindakan yang dapat dilakukan oleh HR untuk membantu karyawan.

Mengapa penting untuk menciptakan budaya tempat kerja yang berbasis trauma?

FAQ ini membahas pentingnya dan manfaat dari menciptakan lingkungan kerja yang mendukung karyawan yang mengalami trauma.

Apa peran manajer dalam mendukung karyawan yang mengalami trauma?

FAQ ini menjelaskan bagaimana manajer dapat berkontribusi dalam mendukung kesejahteraan mental karyawan.

Bagaimana cara mengimplementasikan program intervensi dini untuk trauma di tempat kerja?

FAQ ini memberikan panduan tentang cara mengembangkan dan menerapkan program intervensi dini untuk trauma.

Apa saja sumber daya yang dapat disediakan HR untuk membantu karyawan mengatasi stres dan trauma?

FAQ ini menjelaskan berbagai jenis sumber daya dan dukungan yang dapat ditawarkan oleh HR.

Bagaimana proses monitoring dan peningkatan berkelanjutan dapat diterapkan dalam konteks trauma di tempat kerja?

FAQ ini membahas tentang pentingnya dan cara pelaksanaan monitoring serta peningkatan berkelanjutan dalam mengelola trauma di tempat kerja.

Apa saja tantangan yang dihadapi HR dalam mengelola stres dan trauma di tempat kerja?

FAQ ini menjelaskan berbagai tantangan yang mungkin dihadapi oleh HR dalam mengatasi isu-isu terkait stres dan trauma.

Bagaimana cara mengukur keberhasilan inisiatif HR dalam mengelola stres dan trauma di tempat kerja?

FAQ ini memberikan wawasan tentang metode dan indikator untuk mengevaluasi efektivitas program HR dalam mengelola stres dan trauma di tempat kerja.

Read More
judi

Perbedaan Trauma dan PTSD (Jenis, Gejala, dan Solusi)

Gambar oleh Satu Persen - Gue Trauma atau PTSD?
Gambar oleh Satu Persen – Gue Trauma atau PTSD?

Halo, Perseners! Kenalin gue Vidha sebagai Associate Writer di Satu Persen.

Karena masih stay at home, jadi kerjaan gue di rumah sering nonton TV. Setiap gue nonton TV, banyak berita lain yang menginformasikan tentang bencana alam, kasus kekerasan, pembullyan, pemerkosaan, dan lain-lain yang bikin gue cemas sendiri.

Gak jarang juga berita-berita itu tuh men-trigger apa yang pernah menjadi pengalaman gue dan membuat gue trauma. Meskipun kejadian itu udah lamaaaa banget, tapi kadang tetep aja blow up dan buat gue teringat lagi.

Mungkin lo ada yang merasa sama nih kayak gue. Mempunyai sebuah kejadian traumatis yang kadang keinget-inget lagi dan berpengaruh sama kehidupan lo sehari-hari.

Nah, sekarang pertanyaannya yang lo rasain itu adalah sebuah trauma atau PTSD?

Trauma

Dilansir dari Pusat Nasional PTSD AS, sekitar 60% pria dan 40% wanita mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya. Peristiwa traumatis dengan jenis dan tingkatan yang berbeda-beda tiap individu.

Trauma sendiri itu apa sih?

Trauma adalah peristiwa yang dianggap membahayakan diri, mengancam nyawa, dan memiliki efek jangka panjang bagi kehidupan. Trauma itu gak sebatas pelecehan, pemerkosaan, kecelakan, bencana, dan sesuatu yang lo pikir serem banget deh. Trauma bisa juga karena hal-hal kecil, tapi berulang.

Lo dikatain sama temen-temen lo dari SD sampe SMP aja bisa loh jadi trauma. Segala hal yang menakutkan atau berefek pada hidup lo dalam jangka panjang bisa dianggap trauma. Lo diselingkuhin, dibohongin, di-PHP-in terus menerus juga bisa buat lo trauma soal cinta-cintaan bahkan sampe punya trust issue.

sumber: @bpddreams on Instagram
sumber: @bpddreams on Instagram

Meskipun ‘trauma’ a.k.a. PTS (post-traumatic stress) itu kedengerannya serem, tapi PTS itu adalah respon yang normal dan wajar terjadi setelah lo mengalami hal yang traumatis. Waktu itu gue ikut program Basic Mental Health Training Satu Persen dengan topik Emotional First Aid yang menjelaskan tentang trauma.

Jenis-Jenis Trauma

Trauma itu sendiri ada dua jenis, yaitu trauma primer dan trauma sekunder. Trauma primer adalah suatu kejadian traumatis yang lo alami sendiri. Misal kayak kecelakaan, operasi, dan lain-lain yang mungkin menyakitkan bagi diri lo yang merasakannya.

Trauma sekunder adalah suatu kejadian traumatis yang terjadi dengan orang lain, tapi lo liat atau mendengarkan secara langsung pengalaman trauma orang lain. Bisa disebut juga vicarious trauma. Contohnya kayak lo liat orang kecelakaan sampe berdarah-darah atau lo dengerin kisah temen lo yang pasangannya meninggal dunia pas detik-detik pernikahan.

Selain dua itu, trauma juga punya dua jenis berdasarkan waktu, yaitu trauma akut dan trauma kompleks. Trauma kompleks itu adalah peristiwa traumatis yang berulang-ulang selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, seperti pembullyan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain, sedangkan trauma akut itu adalah peristiwa trauma yang terjadi hanya sekali, tetapi secara masif, seperti bencana alam.

Trauma di setiap orang juga berbeda-beda. Kalo temen lo trauma digigit anjing dan lo enggak, bukan berarti temen lo lemah karena takut anjing. Karena respon setiap individu itu berbeda. Respon dari trauma juga beda-beda, kalo lo pernah denger kalimat ‘fight or flight’ itu adalah respon dari trauma lo. Mau lari dan menghindar dari trauma lo atau mau lo lawan traumanya.

sumber: @alaskastardust on Twitter
sumber: @alaskastardust on Twitter

PTSD

PTSD termasuk golongan dari gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang merupakan kelanjutan dari acute stress disorder (ASD).

Baca juga: Gangguan Kecemasan di Kala Pandemi

Menurut DSM-V (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder V), PTSD merupakan sekelompok gejala kecemasan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis yang mengakibatkan perasaan ngeri, tidak berdaya, dan ketakutan.

PTSD bukan cuma lo gak bisa move on dari peristiwa traumatis, tapi lebih lebih lebih dari itu.

sumber: @what.is.mental.illness on Instagram
sumber: @what.is.mental.illness on Instagram

Gejala-gejala dari PTSD yang ditulis oleh Psikologi FK UNS, mencakup:

1. Paparan terhadap peristiwa traumatis

Mengalami efek atau dampak dari peristiwa traumatis. Contohnya kalo peristiwa kecelakaan, kakinya patah atau ancaman dan emosi negatif kayak selalu murung setelah dibully.

2. Re-experiencing atau perasaan mengalami kembali peristiwa traumatis

Lo merasa kayak peristiwa itu tuh kejadian lagi. Misal trauma tentang kecelakaan kereta, lo bisa aja mendengar klakson kereta, bisa mencium bau-bau di dalam kereta atau bahkan bau darah ketika keretanya tabrakan dan korban berjatuhan. Bisa juga mengalaminya lewat mimpi buruk dan emosi-emosi negatif dari peristiwa itu.

3. Menghindar dari ingatan tentang peristiwa traumatis

Kalo lo trauma soal pelecehan seksual dalam kampus, lo gak akan mau diajak ke kampus lagi. Lo gak mau membahas apapun yang berkaitan sama kampus. Pokoknya BIG NO deh sama hal-hal yang bikin lo inget sama trauma lo. Mau itu tempat, suasana, individu/pelaku, atau perilaku yang berkaitan dengan peristiwa traumatis.

4. Kewaspadaan berlebih

Apa-apa bikin lo takut, bikin lo gelisah, bikin lo kaget karena lo memasang kewaspadaan yang berlebih bagi diri lo sendiri.

5. Adanya penurunan fungsi psikologis

Lo jadi sulit berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari kehidupan sosial. Lo juga jadi gak bergairah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Lo baru bisa didiagnosis dengan PTSD ketika lima gejala tadi terjadi selama satu bulan atau lebih. Sama dengan gangguan mental lainnya, PTSD juga gak cuma masalah psikis, tapi juga fisik.

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2018 menyatakan bahwa pasien PSTD mengalami kerusakan otak pada area hippocampus menjadi lebih kecil. Jadi kerusakan itu beneran nyata pada organ tubuh, yaitu otak.

Baca juga: Penjelasan Lengkap PTSD

sumber: theraphy101 on Tumblr
sumber: theraphy101 on Tumblr

C-PTSD

Selain PTSD, ada juga loh yang namanya C-PTSD atau Complex Post-Traumatic Stress Disorder. Kalo lo baca soal jenis trauma berdasarkan waktu itu ada dua yaitu trauma akut dan trauma kompleks, C-PTSD ini terfokuskan dengan trauma kompleks.

Di Indonesia sendiri, C-PTSD masih jarang dibahas, but it’s okay to know more about the new thing!

sumber: @what.is.mental.illness on Instagram
sumber: @what.is.mental.illness on Instagram

Persamaan dan Perbedaan PTS dan PTSD

Trauma atau post-traumatic stress (PTS) dengan PTSD mempunyai kesamaan yaitu sama-sama merasakan perasaan takut, gelisah, cemas, berusaha untuk menjauhi atau menghindar dari sesuatu hal bisa tempat atau situasi yang dapat membuat mereka teringat akan traumanya, dan juga mimpi buruk.

Perbedaan yang mendasar dan dapat dilihat adalah PTS tidak berlangsung lama setelah peristiwa traumatis itu terjadi, lain halnya dengan PTSD yang terus akan ada menghantui lo lama setelah peristiwa traumatis itu terjadi.

YouTube Satu Persen – Gangguan Traumatis

So, kalo lo emang merasa terganggu dengan trauma lo dan gak tau nih gimana cara menghilangkan trauma itu, lo bisa ikut konseling bareng psikolog Satu Persen. D

engan lo ikut konseling bareng Satu Persen, selain tau diagnosis lo itu trauma atau PTSD dan bagaimana cara menghilangkan traumanya, lo juga bisa dapet psikotes dan worksheet setelah konsultasi supaya lo bisa lebih berkembang setelah sesi konseling.

Informasi terkait layanan dan benefit apa aja yang bisa didapat dari ikutan konseling online Satu Persen bisa dilihat dengan klik gambar di bawah ini!

Satu-Persen-Artikel--30--4

Kalau lo masih ragu apakah memang harus ke psikolog atau gak, lo bisa coba dulu tes konsultasi supaya tau layanan yang cocok buat lo. Akhir kata, trauma itu sesuatu yang mengerikan ya guys, tapi jangan sampe trauma lo itu membuat orang lain juga trauma karena lo gak bisa mengendalikan trauma lo sendiri.

Jadi jangan lupa untuk selalu berusaha lebih baik lagi setiap harinya dengan #HidupSeutuhnya.

Referensi:

Pratiwi, C. A., Karini, S. M., & Agustin, R. W. (2012). PERBEDAAN TINGKAT PTSD DITINJAU DARI BENTUK DUKUNGAN EMOSI PADA PENYITAS ERUPSI MERAPI USIA REMAJA DAN DEWASA DI SLEMAN, YOGYAKARTA. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 4(2). Retrieved from http://jurnalwacana.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/wacana/article/view/22

MentalHealthTX. (n.d.). Trauma and Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Retrieved March 23, 2021, from https://mentalhealthtx.org/id/kondisi-umum/trauma-and-post-traumatic-stress-disorder-ptsd/

Bender, J. (2013). What Are the Differences Between PTS and PTSD? Retrieved March 23, 2021, from https://www.brainline.org/article/what-are-differences-between-pts-and-ptsd#:~:text=PTS symptoms are common after,PTSD without first having PTS

Read More
judi

Mengenal Rasa Takut Jatuh Cinta karena Trauma

Tanda-tanda Fobia Jatuh Cinta
Satu Persen – Philophobia: Mengenal Rasa Takut Jatuh Cinta karena Trauma

Halo, Perseners! Gimana kabarnya?

Ada pepatah bilang: “Tak kenal maka tak sayang, semakin kenal tambah sayang.” Jadi, kenalin nama gue Dimsyog (acronym dari Dimas Yoga). Di sini gue sebagai Part-time Blog Writer dari Satu Persen!

Semakin bertambahnya umur, setiap orang pasti akan mengalami namanya jatuh bangun dalam kehidupan. Salah satu contohnya adalah jatuh cinta. Jatuh cinta dapat dikatakan sebagai salah satu momen paling indah dan bahagia bagi setiap manusia, tetapi sebaliknya, bisa juga menjadi momen paling menakutkan.

Dalam hal tertentu, trauma akan jatuh cinta bisa dibilang hal sangat wajar sekali, loh. Akan tetapi Perseners, kalau lo takut jatuh cintanya sudah pada tahap yang sangat berlebihan berarti patut dicurigai, nih. Karena bisa jadi lo mengalami yang namanya Philophobia atau bahasa kerennya sih fobia jatuh cinta.  

Nah, di artikel kali ini gue akan membahas seputaran apa itu philophobia dan apa aja sih tanda-tandanya. Jadi, simak hingga akhir dan jangan lupa buat share ke teman-teman maupun kerabat lo, ya. Selamat membaca!

So, apa sih itu Philophobia?

Philophobia adalah rasa takut akan jatuh cinta atau menjalin hubungan dengan orang lain. Banyak orang yang menganggap jatuh cinta adalah suatu hal yang sangat indah untuk dinikmati dan dirasakan. Namun, pernyataan tersebut dapat berbeda jika penderita fobia jatuh cinta yang mengatakannya. Mereka beranggapan, jatuh cinta adalah sesuatu ketidakmungkinan secara emosional.

Menurut Psikolog Ikhsan Bella Persada, ia menjelaskan bahwa apapun fobianya, semua itu disebabkan oleh pengalaman traumatis dari suatu peristiwa. Dalam kasus philophobia, itu berarti si penderita pernah memiliki kisah cinta yang pahit.

Philophobia - Takut Jatuh Cinta
Gambar oleh Mohamed Hassan dari Pixabay.com

“Dalam kasus philophobia, penderita mungkin pernah mengalami rasa sakit putus cinta ataupun jatuh cinta,” kata Ikhsan. Perceraian orang tua, menyaksikan pertengkaran antara kedua orang tua, dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga sebelumnya juga dapat menyebabkan rasa takut jatuh cinta atau philophobia.

Baca juga: Apakah Semua Orang Pasti Punya Phobia?

Lalu, apa aja sih penyebab Philophobia itu?

Menurut Scott Dehorty, Direktur Eksekutif di Maryland House Detox, Delphi Behavioural Health Group, philophobia pada umumnya lebih sering terjadi kepada orang yang memiliki trauma atau luka masa lalu. Contohnya seperti orang-orang yang menyaksikan perceraian orang tua mereka di masa kanak-kanak, mengalami segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan di rumah.

Trauma inilah yang biasanya membuat mereka enggan mengembangkan hubungan atau berhubungan dekat dengan orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki rasa takut kalau orang tersebut akan melakukan hal yang sama dengan mereka.

Orang-orang ini akhirnya mengembangkan rasa takut yang menyebabkan mereka menghindari hubungan untuk menghindari rasa sakit. Namun, semakin seseorang menghindari sumber ketakutannya, maka semakin kuat pula rasa ketakutannya tersebut.

Kemudian, bagaimana cara kita tahu kalau orang tersebut mengalami gejala Philophobia?

Harus ditekankan terlebih dahulu bahwa philophobia ini bukanlah suatu ketakutan akan jatuh cinta yang biasa atau wajar, melainkan sudah pada tahap dimana pengidapnya merasa bahwa jatuh cinta adalah sebuah hal yang sangat menakutkan di kehidupannya.

Jadi, bukan hanya kekhawatiran biasa untuk jatuh cinta, tapi sudah sampai ke tahap takut. Selain itu, fobia ini sangat memengaruhi perasaan sehingga dapat mengganggu kehidupan pengidapnya.

Gejala philophobia dapat bervariasi dari orang ke orang. Tetapi secara umum, orang yang memiliki fobia jatuh cinta mungkin mengalami gejala fisik dan emosional berikut ketika mereka berpikir tentang cinta:

  1. Perasaan takut atau panik yang intens atau sangat berlebihan
  2. Menghindari untuk memiliki perasaan emosional apapun terhadap lawan jenis
  3. Mudah berkeringat
  4. Detak jantung meningkat dengan cepat
  5. Sulit untuk bernapas
  6. Sulit untuk melakukan aktivitas
  7. Merasa mual

Pengidapnya mungkin menyadari bahwa ketakutan mereka ini tidak wajar, tetapi mereka masih tidak dapat mengendalikannya.

Philophobia bukanlah gangguan kecemasan sosial, meskipun orang dengan philophobia juga dapat memiliki gangguan tersebut. Perbedaannya adalah bahwa orang dengan gangguan kecemasan sosial memiliki kecemasan yang ekstrim dalam situasi sosial tertentu, tetapi philophobia mencakup berbagai konteks sosial.

Baca juga: Social Anxiety Disorder: Gangguan Cemas, Gejala, dan Penangannya

Terus, bagaimana cara mengatasi philophobia?

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi philophobia. Cara mengatasinya pun bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan fobia ini sendiri. Pilihannya antara lain melakukan terapi, obat-obatan dan perubahan pola hidup. Jadi, yuk kita bahas satu-persatu!

1. Psikoterapi

Psikoterapi philophobia
Gambar oleh Mohamed Hassan dari Pixabay.com

Bentuk penanganan pertama yang dapat dilakukan untuk pengidap philophobia adalah dengan melakukan psikoterapi. Psikoterapi yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan terapi khusus kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT) yang sudah terbukti efektif untuk mengatasi ketakutan yang cukup parah.

Dalam penanganan menggunakan CBT ini, terapis akan melakukan semua yang terbaik untuk membantu pengidap mengidentifikasi dari mana sumber ketakutan tersebut, mengubah pikiran, keyakinan, dan reaksi negatif terhadap sumber fobia. Jadi sangat perlu diingat loh, Perseners, pentingnya mengidentifikasi sumber ketakutan dan mencari tahu apakah dari perasaan terluka atau trauma adalah penyebab ketakutan.

2. Pengobatan

Philophobia - Obat
Gambar oleh Stevepb dari Pixabay.com

Dalam beberapa penanganan trauma yang cukup berat, pemberiaan obat-obatan yang tepat dan efektif dapat memberikan peran yang penting dalam perawatan kepada pengidap. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan antidepresan jika masalah kesehatan mental lainnya teridentifikasi. Obat-obatan umumnya digunakan dalam kombinasi dengan terapi.

Penting untuk diketahui bahwa perawatan ini tidak langsung berhasil pada satu sesi terapi dan tetap memerlukan perawatan lebih lanjut dengan terapis. Terapis akan melihat perawatan mana yang sesuai dengan kebutuhan pengidap. Terapis dan pasien juga harus bekerja sama untuk menentukan rencana perawatan mana yang paling efektif.

3. Perubahan gaya dan pola hidup

Philophobia - Perubahan pola hidup
Gambar oleh Borjah dari Pixabay.com

Selain menggunakan dua cara sebelumnya, perubahan pola hidup juga sangat membantu dalam menangani trauma yang cukup parah. Dokter merekomendasikan perubahan gaya hidup, seperti olahraga, teknik relaksasi, dan strategi mindfulness untuk mengatasi philophobia.

Perlu diingat ya guys, philophobia bukanlah sebuah fobia yang sangat mematikan dan harus ditakutkan karena sewajarnya pasti setiap orang pernah mengalaminya semasa hidupnya. Tapi, kalau lo merasa lo atau teman-teman lo mengalami beberapa gejala yang udah gue sebutkan diatas tadi, lo bisa segera konsultasikan ke psikolog supaya dapat cepat ditangani karena gangguan ini tentu sangat mengganggu kehidupan sosial, bukan?

Oh iya, lo juga bisa berkonsultasi dengan psikolog, loh. Salah satunya dengan Psikolog dari Satu Persen yang bisa lo coba dengan cara klik di sini. Di Satu Persen, lo akan mendapatkan 1 jam konseling dari psikolog, tes psikotes, asesmen pra-konseling, lembar kerja, dan tentu saja terapi.

Psikolog Satu Persen juga memiliki lisensi resmi loh guys, jadi jangan khawatir. Di Satu Persen juga memiliki banyak testimoni yang bisa lo baca di website-nya. Jangan biarkan Philophobia mempengaruhi hidup lo selamanya, ya.

Jika lo masih ragu untuk mengikuti layanan konseling, lo bisa mencoba tes gratis dari kita terlebih dahulu. Dengan tes ini, lo akan tahu layanan konsultasi mana yang terbaik untuk masalah lo. Caranya gampang banget, lo cukup klik aja di sini.

Satu Persen mungkin belum punya video YouTube yang membahas fobia secara umum, tapi lo bisa kepoin lebih dalam tentang salah satu fobia yang kayaknya udah cukup sering lo denger. Betul, tentang social phobia atau fobia terhadap situasi sosial. Yuk, cari tahu lewat video berikut!

YouTube Satu Persen – Mengenal Kecemasan Sosial

Sekian dulu tulisan dari gue, semoga informasinya bermanfaat, ya! Buat kalian yang lagi menderita fobia terhadap jatuh cinta, semoga bisa cepat pulih dan gak ngerasa takut lagi buat jatuh cinta karena jatuh cinta itu berjuta rasanya. 🙂

By the way, punya fobia bukan berarti lo gak bakalan bisa berkembang, kok! Bareng kita, yuk berkembang sedikit demi sedikit, seenggaknya Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Gue Dimsyog dari Satu Persen, selamat mencoba untuk menjadi sahabat dan teman terbaik bagi diri lo sendiri. Thanks!

Referensi:

Fadil, dr. R. (2020, July 19). Kenali lebih Dekat Philophobia Atau Fobia Jatuh Cinta. halodoc. Retrieved September 29, 2021, from https://www.halodoc.com/artikel/kenali-lebih-dekat-philophobia-atau-fobia-jatuh-cinta.

Hofmann, S. G., & Otto, M. W. (2008). Practical clinical guidebooks series.Cognitive-behavior therapy for social anxiety disorder: Evidence-based and disorder-specific treatment techniques. Routledge/Taylor & Francis Group.

Read More
judi

5 Rekomendasi Drama Korea dengan Tema Trauma Healing

Drama Korea Trauma Healing
Satu Persen – Rekomendasi Drama Korea Bertema Trauma Healing

Hi, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Fathur sebagai Blog Writer di Satu Persen.

Di kala pandemi ini gue merasa sangat jenuh jika hanya melakukan aktivitas di dalam rumah secara terus-menerus. Tapi akhir-akhir ini, kejenuhan itu dapat diatasi dengan berbagai cara ampuh versi gue, salah satunya dengan menonton drama korea alias drakoran di Netflix.

Dengan menonton, gue sendiri merasa capek dan jenuh itu bisa hilang secara cepat. Apalagi kalau pemain dari drama korea yang sedang ditonton adalah pemain favorit atau bias gue. Makin seru aja gak, sih?

Gue juga udah banyak nonton drama korea selama pandemi ini, mulai dari drama korea yang ber-genre mengsedih banget, cinta-cintaan, sampai yang ceritanya terbilang traumatis. Nah untuk yang genre terakhir ini, gue rasa akan berhubungan dengan tema kita pada artikel kali ini, yaitu trauma healing.

Untuk lo yang belum tau tentang trauma healing, yuk simak bareng-bareng penjelasannya!

Baca juga: Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD): Penjelasan Lengkap!

Apa Itu Trauma Healing?

Menghilangkan bayang-bayang kejadian yang menyebabkan trauma bukanlah hal yang mudah. Tapi ada lho, kiat-kiat untuk menyembuhkannya, yaitu dengan trauma healing.

Trauma healing adalah proses penyembuhan setelah trauma yang dilakukan agar seseorang bisa terus melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang kejadian di masa lalu. Hal ini kerap kali terjadi pada usia anak-anak sampai remaja yang diakibatkan oleh pengalaman traumatis tertentu.

Nah berhubung di awal gue menceritakan tentang film dan drama korea, gak afdol kalau gue gak ngasih rekomendasi drama korea tentang trauma healing yang udah gue tonton sebelumnya.

Rekomendasi Drama Korea tentang Trauma Healing

1. Hometown Cha-Cha-Cha

Hometown Cha-Cha-Cha Drama Korea Trauma Healing
Sumber: dramamilk.com

Hometown Cha-Cha-Cha adalah drama komedi asal korea yang tayang pada tahun 2021. Serial ini bercerita tentang seorang dokter gigi perfeksionis, Yoon Hye Jin yang membuka kliniknya sendiri di desa terpencil bernama Gongjin. Kemudian, ia bertemu dengan Doo Sik alias Hong Ban Jang yang memiliki jiwa semangat bekerja (Hustle Culture).

Dari situ, kisah drama antara mereka dan warga Gongjin pun berlanjut. Nah, tapi tau gak sih, kalau serial ini juga membahas tentang trauma healing yang dialami oleh Doo Sik?

Pada episode ketiga, lo akan diberi petunjuk tentang trauma masa lalu Doo Sik dengan melihatkan dirinya mengikuti sesi konsultasi di Seoul. Doo Sik juga aktif meminum resep obat sebagai penenang rasa traumanya.

Dari konsultasinya di episode sembilan, psikiater membantu Doo Sik untuk menghadapi akar ketakutannya selama ini. Psikiater juga mengatakan bahwa terdapat perkembangan positif terhadap trauma yang dialaminya sehingga sedikit demi sedikit Doo Sik bisa menurunkan dosis obatnya.

2. Kill Me, Heal Me

Kill Me, Heal Me Drama Korea Trauma Healing
Sumber: thecinemaholic.com

Kill Me, Heal Me adalah drama bergenre psikologi misteri bertemakan kesehatan mental. Serial drama ini dibintangi oleh Ji Sung (Cha Do Hyun), Hwang Jung Eum (Oh Ri Jin), dan Park Seo Joon (Oh Ri On).

Serial yang berjumlah 20 episode ini membahas tentang Cha Do Hyun yang menderita kepribadian ganda akibat peristiwa traumatis pada masa kecilnya.

Cha Do Hyun akhirnya bertemu Ri Jin yang diminta untuk menjadi dokter pribadinya. Kemudian, Ri Jin mulai melakukan trauma healing dengan cara membantu memecahkan masalah yang dialami Cha Do Hyun satu demi satu, terutama pada pemicu trauma yang berkepanjangannya.

Setelah beberapa episode, diketahui traumanya berasal dari pengaruh kekerasan psikis ketika kecil yang membuat adanya rasa kecewa kepada orang tuanya, takut penolakan, dan sakit hati yang diterimanya.

Menurut American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, ada beberapa gejala khusus trauma pada anak. Beberapa di antaranya adalah reaksi emosional yang berlebihan, kehilangan minat pada aktivitas, dan peningkatan kewaspadaan yang utamanya pada pengalaman traumatis.

3. It’s Okay, That’s Love

It's Okay, That's Love Drama Korea Trauma Healing
Sumber: jaehakim.com

Drama korea yang satu ini bercerita tentang kisah cinta antara psikiater dan penulis yang diperankan oleh Gong Hyo Jin (Ji Hae Soo) dan Jo In Sung (Jae Yeol). Tapi, kisah drama cinta mereka mengalami berbagai tantangan ketika keduanya diceritakan sama-sama mengalami gangguan mental.

Jae Yeol sendiri mengidap gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Sedangkan, Ji Hae Soo mengalami trauma berat di masa kecilnya. Hal ini disebabkan karena dulu ia pernah menyaksikan perselingkuhan ibunya yang membuat ia sulit untuk menjalin hubungan saat dewasa.

Singkat cerita, mereka yang tinggal satu atap itu kemudian saling memiliki perasaan satu sama lain. Yang menariknya, diperlihatkan juga kedua pasangan ini saling menyembuhkan penyakit gangguan mentalnya seiring waktu berjalan.

4. You Are My Spring

You Are My Spring Drama Korea Trauma Healing
Sumber: otakuart.com

Terjebak di masa lalu memang gak mengenakan untuk kita, terutama ketika terjebak pada peristiwa traumatis. Nah, hal ini pula yang menjadi topik utama pada serial You Are My Spring.

Serial ini baru saja tayang pada Agustus tahun 2021 dengan dibintangi aktor ternama seperti Kang Da Jeong (Seo Hyun Jin) dan Ju Yeong Do (Kim Dong Wook).

Kisahnya dalam serial drama ini menceritakan tentang Ju Young Do yang telah mengalami trauma karena gak bisa nyelamatin kakaknya di masa lalu. Tapi, traumanya tersebut gak membuat ia menjadi patah semangat, malah ia semakin ingin bertekad untuk menyelamatkan orang lain yang ia sedang tangani.

Dilansir Soompi, penulis naskah serial ini yaitu Lee Min Na mengatakan bahwa hadirnya drama korea ini berarti ada sesuatu hal yang hangat dan menyembuhkan di kala musim semi tiba, terutama bertujuan untuk menyembuhkan orang-orang yang memiliki trauma masa lalu. Ia juga mengharapkan dengan adanya film ini, lo bisa semakin menyadari tumbuh sebagai orang dewasa.

Maka dari itu, drama korea ini banyak mengandung pesan positif karena mampu memperlihatkan proses penyembuhan trauma atau trauma healing yang dapat lo pelajari ke depannya.

5. It’s Okay to Not Be Okay

It's Okay to Not Be Okay Drama Korea Trauma Healing
Sumber: ncatregister.com

Siapa sih, yang gak kenal Kim Soo Hyun? Itu lho, aktor yang pernah digadang-gadang memiliki bayaran termahal!

Nah kali ini, ia memainkan peran sebagai Moon Kang Tae (diperankan Kim Soo Hyun) dalam serial It’s Okay to Not Be Okay. Sementara lawan mainnya adalah Ko Moon Young (Seo Ye Ji) yang juga sudah memiliki banyak jam terbang.

Pada episode awal, diceritakan trauma masa lalu yang telah dialami oleh masing-masing pemerannya. Salah satunya menceritakan kakak Kang Tae yang memiliki trauma dengan kupu-kupu. Hal ini terjadi karena ia masih mengingat peristiwa pembunuhan ibunya saat dulu yang mana pembunuhnya kebetulan memakai pin kupu-kupu.

Begitu pula Moon Kang Tae yang mengalami trauma juga hingga berdampak pada kondisinya saat ini. Tapi seiring waktu berjalan, ia semakin menyadari bahwa ia perlu bahagia dan mulai melakukan trauma healing dengan cara pelan-pelan menerima keadaan di masa silamnya.

Banyak pesan yang bisa diambil dalam serial It’s Okay to Not Be Okay. Salah satunya dengan memberikan pesan bahwa jika lo ingin sembuh dari trauma yang sedang dialami, tentu prosesnya bertahap dan cukup memakan waktu yang lama. Terakhir, drakor ini juga drama ini memberikan pembelajaran cara untuk melatih mengendalikan emosi dan psikologis kita, Perseners!

Bagaimana Cara Kita Menyembuhkan Trauma?

Nah, setelah lo mengetahui kalau banyak banget drama korea yang mengangkat tema trauma healing, tentu belum lengkap kalau lo belum tahu cara menyembuhkan trauma yang dialami.

Menurut American Psychological Association, salah satu cara menyembuhkan trauma adalah dengan bersandar kepada orang yang lo percayai. Hal ini bisa ngebantu lo untuk saling mendiskusikan peristiwa traumatis yang sedang dialami.

Kalau lo merasa kurang mendapat jawaban dari orang terdekat lo, mungkin lo bisa memulai untuk menanyakan jawabannya kepada tenaga ahli profesional seperti psikolog.

Satu Persen punya solusinya! Lo bisa ikut konseling buat ngebahas lebih dalam tentang peristiwa traumatis yang lo sedang atau telah alami dengan psikolog dari Satu Persen yang bisa lo akses di bawah ini!

CTA-Blog-Post-06-1-13

Kalau lo belum yakin apakah sebaiknya lo ikut konseling atau gak, lo bisa ikut tes konsultasi dulu ya. Akhir kata, gue Fathur Rachman dari Satu Persen. Selamat menjalani #HidupSeutuhnya.

Referensi:

American Psychological Association. (2017). How to cope with traumatic stress. https://www.apa.org/topics/trauma/stress

Babbel, S. (2011). The Lingering Trauma of Child Abuse. Psychologytoday.Com. https://www.psychologytoday.com/intl/blog/somatic-psychology/201104/the-lingering-trauma-child-abuse

Hong, C. (2021). Seo Hyun Jin And Kim Dong Wook Share Why They Chose Their New Drama, Thoughts On “Rom-Com Queen” Title, And More. Soompi.Com. https://www.soompi.com/article/1478025wpp/seo-hyun-jin-and-kim-dong-wook-share-why-they-chose-their-new-drama-thoughts-on-rom-com-queen-title-and-more

Read More