putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Sosial

judi

Pengaruh Sosial Media Terhadap Self Esteem: Bikin Bahagia atau Menderita?

Pernah gak sih kamu semua Perseners yang membaca saat ini merasa sulit banget untuk bisa fokus, seakan tidak memiliki banyak waktu dalam menjalani hari, lelah secara mental maupun emosi akibat insecure maupun overthinking, dan sulit sekali untuk bisa tidur di malam hari, pernah?

Nah, di artikel kali ini aku akan membahas pengaruh media sosial terhadap tingkat self esteem mu, jadi baca sampai habis dan share ke semua temen-temenmu agar mereka mendapatkan manfaatnya.

Gejala diatas tadi mungkin saja terjadi akibat kamu kecanduan media sosial. Tak heran semakin berkembangnya teknologi pada saat ini, semakin banyak pula memunculkan berbagai macam platform media sosial. Hal itu berdampak pada bertambahnya pengguna media sosial.

Menurut hasil riset Wearesosial Hootsuite menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia pada Januari 2019 mencapai 150 juta pengguna atau 56% dari total populasi penduduk Indonesia, dan pada saat ini mungkin saja angka tersebut terus mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya pengguna media sosial maka makin bertambah pula penggunanya yang semakin cemas, insecure, sulit tidur, sulit fokus, dan berbagai macam gejala psikologis lainnya termasuk aku yang pernah mengalaminya.

Apakah kamu juga pernah mengalaminya?

Media sosial membuat aku secara pribadi menjadi susah fokus dan dampak terburuknya adalah membuatku menjadi sering membanding-bandingkan diriku dengan orang lain, hal ini bisa juga disebut dengan Self Comparison. Aku jadi sering banding-bandingin pencapaianku dengan teman-temanku yang seumuranku tapi mereka kok bisa memiliki prestasi dan karir sebegitu gemilangnya, kehidupan yang sebegitu indahnya, dan lainnya.

Sampai pada suatu waktu aku sering menganggap apa yang aku lakukan itu biasa-biasa saja karena diawal tadi yang melihat rentetan pencapaian teman-temanku dan membuatku menjadi drop. Saking sedihnya sampai-sampai pada suatu waktu jadi ingin menyerah.

Sampai pada akhirnya aku mengetahui bahwa media sosial memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Self Esteem atau dalam bahasa Indonesia berarti “Harga Diri” dalam hidupku. Aku menyadari bahwa kecanduan bermain media sosial membuat Self Esteem ku ini menjadi menurun ditambah ketika bermain media sosial saat situasi hati sedang tidak stabil maka hanya energi negatif lah yang akan aku konsumsi saat itu.

Self Esteem sendiri menurut Santrock (2007) adalah hasil evaluasi kita terhadap diri sendiri, hal ini termasuk dalam penilaian kita terhadap sesuatu yang kita kuasai dan  sesuatu yang kurang kita kuasai. Media sosial bisa menyebabkan self esteem rendah karena dengan menghabiskan banyak waktu untuk bermain media sosial membuat semakin besar pula peluang kamu untuk membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain atau self comparison.

Self comparison ini pun tidak selamanya berdampak buruk karena ada juga orang yang semakin semangat ketika melihat pencapaian dari orang lain, merasa tertantang dan akhirnya berkembang tetapi perlu kamu ketahui bahwa tidak semua orang memiliki sudut pandang seperti itu dan faktanya menyatakan bahwa semakin sering bermain media sosial membuat seseorang akan mudah terkena beragai macam gejala psikologis.

Selain menyebabkan sef esteem menjadi rendah pemakaian media sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan susah tidur dimana hal ini akan berdampak pada kesehatan dan tingkat produktivitasmu. Susah tidur ini diakibatkan oleh penggunaan ponsel atau laptopmu di jam-jam yang seharusnya kamu gunakan untuk beristirahat.

Menurut penelitian yang pernah aku baca, cahaya biru yang dihasilkan oleh gadget maupun laptop dapat menurunkan kurang lebih 20% kadar hormon melatonin dalam tubuh, dimana melatonin ini adalah zat alami yang dihasilkan tubuh yang membantu seseorang untuk tidur. Jadi jika ingin mudah tidur kamu harus menjauhi membuka gadget maupun laptopmu, karena menurut penelitian dari national geographic orang yang membuka gadget pada saat hendak tidur, maka sleep cycle nya akan tertunda selama kurang lebih 59 menit akibat terpapar cahaya biru tadi.

Photo by Miguel Bruna on Unsplash

7 Cara Meningkatkan Self Esteem

Buat kamu yang ngerasa punya self-esteem yang rendah karena selalu ngebanding-bandingin diri kamu sama orang lain melalui media sosial atau kita sebut itu tadi dengan term “Social Comparison”. Jangan khawatir! karena aku punya tujuag cara supaya kamu bisa meningkatkan (lagi) self-esteem kamu, penasaran? jangan kemana-mana yah:

1. Mengenal diri sendiri

Sederhana sekali memang tetapi banyak dari kamu pasti yang belum sepenuhnya mengenal dirimu sendiri akibatnya kamu jadi mudah sekali terbawa arus, mudah merasa insecure dan juga overthinking. Belajar mengenal diri sendiri lalu mencintai diri sendiri merupakan cara terbaik dan termudah untuk meningkatkan self-esteem mu. Selalu tanyakan pada dirimu apakah yang sebenernya kamu inginkan, apa yang kamu butuhkan, tujuan dan value apa yang sebenernya kamu miliki, sehingga ketika kamu mengetahuinya dirimu tak mudah untuk tenggelam dalam self-comparison ketika bermain media sosial.

2. STOP! melakukan self-comparison

Cara terbaik untuk meminimalisir self-comparison adalah dengan mengurangi bermain media sosial atau kamu bisa mencoba puasa media sosial. Ketika diawal tadi aku mengalami gejala-gejala psikologis akibat terlalu banyak bermain media sosial, aku mencoba terapi “puasa media sosial” selama satu bulan.

Dampak yang dirasakan sangat signifikan dimana energi positif lebih banyak aku rasakan, memiliki banyak waktu luang, dan terpenting aku bisa jadi lebih fokus untuk mencapai segala resolusiku saat itu. Ketika kamu tidak bisa langsung berhenti memainkan media sosial selama itu maka kamu bisa mencoba dalam seminggu bahkan sehari full dan coba rasakan perbedaannya, selamat mencoba.

3. Merawat diri

Misal jika kamu saat ini adalah seorang pekerja ataupun mahasiswa/pelajar kamu bisa mengurangi berpergian keluar rumah untuk nongkrong dan lainnya ketika memiliki waktu luang, coba sempatkan untuk “me-time” dirumah dengan beristirahat secara cukup, menonton film, melakukan kegiatan yang ingin sekali kamu kerjakan, melakukan olahraga, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Merawat diri ini akan mengisi ulang daya tubuhmu ketika seharian kemarin lelah bekerja, sehingga akan berdampak pada meningkatnya self-esteem dirimu saat kembali menjalankan rutinitas.

4. Menyusun tujuan hidup

Agar kamu tidak mudah terbawa arus, mudah insecure dan juga overthinking, kamu harus mulai memiliki pondasi yang kuat dalam hidup yaitu kamu harus memiliki tujuan hidup. Menemukan tujuan hidup ini kamu bisa memakai strategi SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant and Timebound). Ketika kamu susah untuk bisa menemukan tujuan hidupmu ini, kamu bisa banget langsung mengikuti layanan online konseling dan mentoring dari Satu Persen. Dimana kamu bisa bertanya terkait tujuan hidup atau masalah seputarannya langsung pada ahlinya di Satu Persen.

5. Challenge diri sendiri

Cobalah untuk keluar dari “comfort zone” agar kamu bisa mengaktifkan naluri bertahan-mu, karena menurutku ketika kamu berada di situasi yang sulit maka kemampuan kreatif, keberanian mengambil keputusan, dan lainnya seiring dengan berjalannya waktu akan cepat muncul. Sehingga kamu bisa lebih berdampak dan menghargai segala keputusan yang kamu ambil sendiri.

6. Mencoba life-style baru

Sekali-sekali mencoba sesuatu hal baru terlebih sesuatu yang tidak kamu sukai dan sesuatu yang belum pernah kamu lakukan maka kelak dengan berjalannya waktu kamu bisa mengetahui seberapa besar kapasitasmu, sehingga kamu tidak mudah untuk self comparison dan bisa meningkatkan self-esteem mu. Bisa mulai dengan bangun pagi, lakukan hal yang sering kamu tunda-tunda, kerjakan kegiatan yang mungkin sering kamu hindari tetapi kelak memiliki dampak terbaik untuk dirimu sendiri.

7. Berbuat baik pada sesama

Prinsipku adalah apa yang kamu lakukan maka itulah yang akan kamu dapatkan, ketika kamu berbuat baik terhadap orang lain maka kelak kamu juga akan diperlakukan baik oleh orang lain. Coba berbuat ramah, baik kepada orang yang baru kamu kenal, bisa jadi orang tersebut akan memiliki dampak yang besar di hidupmu. Tetapi tetap utamakan kehati-hatian dalam berbuat baik, agar tidak disalah gunakan oleh orang lain. Apalagi diberi harapan lalu ditinggal begitu saja kan tidak enak hehe, pernah merasakan?

Segitu dulu dari aku, akhir kata aku mau mengingatkan self-esteem itu memang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal tetapi yang perlu kamu sadari bahwa yang hanya bisa kamu kendalikan adalah faktor internal yaitu dirimu sendiri. Banyak sekali faktor eksternal yang tidak bisa kamu kendalikan, maka jangan terlalu kamu pikirkan agar tidak membuang-buang energi positifmu.

Kalau kamu kesulitan meningkatkan self-esteem sehingga mengganggu kehidupanmu sehari-hari, kamu bisa mencoba konsultasi dengan psikolog. Satu Persen menyediakan layanan konseling one-on-one sehingga kamu bisa leluasa menceritakan masalahmu tanpa takut dihakimi. Kalau kamu ingin mengetahui kondisi kesehatan mentalmu belakangan ini, kamu bisa mencoba Tes Sehat Mental yang disediakan gratis oleh Satu Persen.

Kalau kamu tertarik untuk mengetahui lebih lanjut seputar “self esteem”, tonton video Satu Persen di bawah ini. Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari kita dengan follow instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Supaya kamu bisa mengetahui promo-promo menarik dari berbagai layanan yang ada di Satu Persen. Aku harap lewat membaca tulisan ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Thanks!

Referensi

https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2019/

https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/08/science-of-sleep/

Santrock, John W. 2007. Remaja, Edisi Kesebelas. Jakarta (ID) : Erlangga.

Sumber gambar:

https://unsplash.com/photos/TzVN0xQhWaQ

Read More
judi

Cara Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Kalian pasti pernah disuruh tampil ke depan dan dilihatin sama banyak orang. Entah itu buat jadi public speaker, MC, atau pembawa presentasi di depan guru atau atasan.

Di momen kayak begitu, apa sih yang kalian rasain? Malu? Gugup?

Kalo lo belum bisa ngerasa 100% pede, tenang aja. Gue juga begitu kok. Selama lo masih bisa kendaliin diri, tandanya kegugupan lo masih tahap wajar.

Tapi, ada juga yang gugupnya udah parah banget. Kalo konsultasi ke tenaga profesional, biasanya mereka didiagnosa mengidap gangguan kecemasan sosial.

Apaan tuh? Apakah semacam introvert? Emang gugupnya separah apa sih?

Apa itu gangguan kecemasan sosial?

Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), gangguan kecemasan sosial (atau Social Anxiety Disorder) adalah gangguan mental di mana penderitanya mengalami ketakutan ekstrem ketika berada di situasi sosial. Mereka takut melakukan hal yang memalukan dan mendapat penghakiman, penghinaan, atau penolakan dari orang lain.

Iya sih, semua orang pasti takut kalo dapet perlakuan yang gak menyenangkan kayak begitu. Tapi, kalo pengidap gangguan kecemasan sosial, level gugupnya udah gak bisa disamain lagi kayak orang biasa, guys.

Baca juga: Perbedaan Rasa Takut dan Anxiety

Misalnya, kalo disuruh presentasi, segugup-gugupnya kita pasti berusaha menenangkan diri supaya bisa tampil ke depan. Nah, kalo punya gangguan kecemasan sosial, mungkin banget bagi mereka buat lebih milih kabur demi menghindari presentasi itu.

Di kasus yang lebih parah, mereka bahkan takut makan atau minum di tempat umum kayak kantor atau restoran.

Mereka selalu merasa diperhatiin dan di-judge, jadinya gak bisa melakukan apa pun dengan leluasa kalo lagi di tengah-tengah orang lain.

Padahal, biasanya hal ini gak benar karena orang lain cenderung sibuk sama urusannya masing-masing aja. Gangguan kecemasan lah yang membuat penderitanya berpikir kayak begini.

Kalo kondisinya udah separah itu, jangankan mau kerja atau kuliah. Mereka mungkin banget ngerasain kecemasan-kecemasan yang gak ada habisnya itu bahkan sebelum keluar dari rumah.

Dan itu terjadi gak cuma sehari dua hari aja, tapi bisa berminggu-minggu, lho! Beda sama orang biasa yang cemasnya paling bentaran aja.

Coba Juga: Tes Kecemasan Public Speaking: Bantu Dirimu Mengatasinya

Untuk lebih jelasnya mengenai gangguan kecemasan sosial dan cara mengatasinya, gue bakal bahas di artikel kali ini, ya 🙂

Gangguan kecemasan sosial: penyebab dan gejala

Setelah memahami bedanya perasaan malu biasa dengan gangguan kecemasan sosial, mungkin lo jadi bertanya-tanya kenapa kecemasan separah itu bisa terjadi. Entah sebagai orang biasa atau orang yang mengalami gangguan tersebut, pada awalnya pasti kalian ngerasa bingung.

Sayangnya, penyebab pasti gangguan kecemasan sosial masih belum diketahui. Penelitian saat ini hanya baru menyepakati bahwa penyebabnya adalah kombinasi faktor lingkungan dan genetika.

Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pengalaman buruk, seperti konflik keluarga, bullying, atau pernah dipermalukan di depan banyak orang sebelumnya.

Jadi, penyebabnya bukan gara-gara punya kepribadian introvert ya, guys!

Kelainan fisik juga bisa menyebabkan gangguan kecemasan sosial ini, Perseners. Misalnya, karena ketidakseimbangan serotonin atau amigdala yang terlalu aktif di dalam otak.

Fyi, serotonin adalah zat kimia dalam otak yang mengatur suasana hati. Sedangkan, amigdala adalah bagian otak yang mengontrol respon dari perasaan takut atau cemas.

mengatasi-gangguan-kecemasan
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Nah, penyebab-penyebab tadi dapat mengakibatkan munculnya gejala fisik dan psikologis yang umum ditemui pada penderita gangguan kecemasan sosial.

Gejala fisik ketika penderita melakukan interaksi sosial dapat berupa perasaan malu, mual, gemetaran, pusing, deg-degan, keringetan, sampe akhirnya sulit ngomong.

Sedangkan, gejala psikologis yang mungkin terjadi adalah merasa khawatir sama suatu acara sosial berminggu-minggu sebelum hari-H (alias lama banget cemasnya, guys!), menghindari situasi sosial, takut mempermalukan diri sendiri, dan ujung-ujungnya bisa bolos sekolah atau kerja karena kecemasan ini.

Baca juga: Social Skill: Tips Agar Lebih Mudah Berteman

Mungkin lo udah beberapa kali notis gue nyinggung-nyinggung soal ‘situasi sosial’ dan bertanya-tanya, sebenarnya situasi sosial macam apa sih yang bikin penderita gangguan ini kambuh?

Penderita gangguan kecemasan sosial ini bisa jadi mencemaskan sebagian situasi sosial aja. Tapi, bisa juga ngerasa cemas sama situasi sosial dalam bentuk apa pun. Termasuk wawancara kerja, menanyakan sesuatu ke orang lain, belanja, pergi ke toilet umum, order makanan di restoran, berbincang di telepon, dan lain-lain.

Karena itu, orang yang mengidap gangguan kecemasan sosial ini jadi gak bisa menjalani kesehariannya dengan normal. Soalnya, berhadapan sama orang lain aja rasanya cemas terus.

Untungnya, gangguan kecemasan sosial ini bisa disembuhkan, lho! Artinya, orang yang mengidap gangguan ini punya kesempatan buat bisa hidup normal lagi.

Nah, gimana sih caranya?

Cara mengatasi gangguan kecemasan sosial

Barangkali lo atau orang yang lo kenal mengalami gejala-gejala yang udah gue sebutin tadi. Well, ada beberapa cara yang disarankan untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial tersebut.

1. Pola hidup sehat untuk mengurangi gejala gangguan kecemasan sosial

Menerapkan pola hidup sehat gak bakal bisa bikin lo langsung sembuh ya, Perseners. Gangguan kecemasan sosial tetaplah gangguan klinis yang perlu penanganan dari tenaga kesehatan.

Tapi, seenggaknya pola hidup sehat bisa membantu buat ngurangin gejalanya. Misalnya, dengan menghindari kafein, tidur 6-8 jam per hari, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Selain itu, hubungan yang sehat dan suportif dengan orang lain juga bisa membantu kesembuhan lo.

2. Mengatasi gangguan kecemasan sosial dengan pengobatan

Nah, meredakan gejala gangguan kecemasan juga bisa dengan mengonsumsi obat-obatan; seperti obat anti kecemasan, antidepresan, dan lain-lain.

Tapi, jangan sembarangan minum obat, ya! Pastikan minum obat sesuai resep dokter, di mana dosis dan jangka waktunya pasti udah disesuaikan dengan kebutuhan lo.

3. Pergi ke tenaga profesional dan terapi gangguan kecemasan

Pada akhirnya, mendapat diagnosa dari tenaga profesional itu penting banget. Soalnya, kalo cuma perkiraan sendiri belum tentu bener, guys. Jadi, gak ada salahnya buat konsultasi ke psikolog atau psikiater, supaya gak self-diagnose.

Kalo lo beneran didiagnosa punya gangguan ini, biasanya lo bakal diarahkan dan dipandu sama tenaga profesional buat menjalani sesi terapi. Terapinya bisa macem-macem, dari terapi perilaku kognitif, terapi pemaparan, atau terapi bicara.

Baca Juga: Tips Pertama Kali Konseling Online dengan Psikolog: Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan?

mengatasi-gangguan-kecemasan
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Jadi, kita bisa simpulin kalo gangguan kecemasan sosial adalah gangguan mental serius yang butuh pengobatan dari tenaga profesional. Gangguan kecemasan sosial ini perlu ditangani, supaya penderitanya bisa sembuh dan menjalani kesehariannya lagi. Kalau gak ditangani, mereka yang mengidap gangguan ini bakal kesulitan untuk berfungsi dalam kehidupan sosial.

Setelah baca pemaparan gue di atas, mungkin lo jadi ada niatan buat pergi ke tenaga profesional untuk mengecek kondisi mental lo. Atau lo punya orang terdekat yang perlu konsultasi. Tapi, mungkin lo bingung mau cari tenaga profesional ke mana.

Untuk mengatasi masalah itu, mungkin layanan konsultasi dari Satu Persen bisa membantu lo. Konseling sendiri memang layanan dari Satu Persen yang hadir untuk menangani masalah klinis seperti gangguan kecemasan sosial. Di konseling, lo bakal dapetin semua yang lo butuhkan dari psikolog, termasuk diagnosa, terapi, serta asesmen mendalam.

Mentoring-5

Oh iya, dapetin informasi seputar kecemasan sosial gak cuma dari artikel ini aja, lho. Lo juga bisa simak pembahasan mengenai social anxiety dan cara mengatasinya di video YouTube Satu Persen di bawah.

Oke deh, gue cukupkan tulisan gue sampe di sini dulu. Semoga bermanfaat dan bisa ngebantu lo yang lagi butuh solusi.

Gue harap, yang mengidap gangguan ini bisa lekas baikan, ya! Pelan-pelan aja, yang penting berkembang Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya 🙂

Akhir kata, thanks a million!

mengatasi kecemasan sosial

Referensi

Higuera, V. (September 3, 2018). Social Anxiety Disorder. Retrieved on January 29, 2021 from https://www.healthline.com/health/anxiety/social-phobia.

National Institute of Mental Health. (n.d). Social Anxiety Disorder: More Than Just Shyness. Retrieved on January 29, 2021 from https://www.nimh.nih.gov/health/publications/social-anxiety-disorder-more-than-just-shyness/index.shtml.

Read More
judi

Bahaya Curhat Online di Media Sosial Sembarangan

bahaya-curhat-online
bahaya curhat online

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Di era serba teknologi kayak gini, gue yakin kalian pasti punya yang namanya media sosial, entah itu Whatsapp, Instagram, Twitter, atau yang lainnya. Beberapa dari kalian mungkin kenal sama Satu Persen juga dari media sosial.

Well, wajar banget, sih. Media sosial kan emang tempat orang-orang buat berbagi apa aja. Dari momen hangout, hiburan, konten edukatif, sampe jualan pun kita lakukan di media sosial.

Dan gak cuma itu. Kita bahkan juga bisa temuin banyak orang yang berbagi cerita sehari-hari—alias curhat online di media sosial! Bener gak?

Saking gedenya pengaruh media sosial di keseharian kita, curhat pun akhirnya juga dilakukan dengan memposting status, alih-alih cerita langsung sama teman atau keluarga. Gak cuma jadi pencurhat, kita juga ngebacain curhatan orang lain yang berseliweran bebas di timeline media sosial kita.

Habis berantem sama pacar? Tinggal ambil hape terus luapin semua kekesalan lewat ketikan.

Pastinya, kalo curhat di media sosial, akan ada lebih banyak orang yang tahu masalah kita. Dengan begitu, mudah juga bagi kita buat dapat banyak respon dengan cepat. Jadi, kita gak perlu capek-capek cerita ke setiap teman kita. Praktis banget, ya?

Bisa jadi, kemudahan itu menjadi faktor penyebab banyaknya orang yang curhat di media sosial. Saking banyaknya, penelitian yang dilakukan oleh Martin dan asistennya di tahun 2013 menunjukkan bahwa 46 persen dari pengguna Twitter sering nge-tweet curhatan yang isinya emosi negatif. Alias hampir setengah dari seluruh pengguna!

Sedangkan, faktor lain yang mendukung perilaku ngetren tersebut mungkin karena gak punya teman curhat di dunia nyata, gak terbiasa mengomunikasikan perasaan secara langsung, menginginkan perhatian dari orang lain atas masalahnya, merasa lebih bebas karena gak ada yang lihat langsung, dan lain-lain. Tentunya, setiap orang punya alasannya masing-masing.

Kalo gitu, sebenarnya baik gak sih curhat online di media sosial kita?

Nah, di artikel kali ini, gue bakal membahas tentang curhat online berdasarkan penelitian para ahli dan tips-tips melampiaskan emosi dengan cara yang lebih sehat.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Martin tadi, mereka juga mendapat laporan bahwa 100 persen orang yang curhat online merasa lebih rileks.

Tapi, mereka menemukan bahwa ketenangan itu cuma sementara aja, guys. Ternyata, curhat dengan cara kayak gini justru bikin emosi seseorang lebih sulit mereda, sehingga berakibat buruk dalam jangka panjang.

Bennet, seorang psikolog, pernah punya klien yang mengaku bahwa dia malah merasa semakin marah setelah melampiaskan emosi dan membaca kekesalan orang lain di media sosial.

Artinya, cara seperti ini sebenarnya merusak secara emosional. Bennet lebih nyaranin buat curhat secara langsung sama teman dekat aja, karena baik untuk kesehatan kita.

Baca Juga: Cara Mengontrol Emosi (Regulasi Emosi Diri Sendiri)

Gimana kalo saat itu gak ada teman yang siap dengerin?

Well, penelitian lain yang dilakukan oleh Bushman menunjukkan bahwa kalo kita gak ngelakuin apa pun saat marah selama dua menit, kekesalan kita malah berkurang, lho!

Jadi, lebih baik kita take some time buat diri sendiri dulu, alih-alih langsung membagikan perasaan kita di media sosial.

Selain itu, McNaughton-Cassill juga berpendapat bahwa orang-orang harus lebih pintar dalam memposting dan membagikan sesuatu di media sosial. Jadi, kalo kita curhat dengan cara yang kurang tepat (misalnya marah-marah di status), efeknya berbahaya bagi kesehatan.

curhat-media-sosial-bahaya-kesehatan-mental
Gambar oleh ijmaki dari Pixabay

Mungkin lo jadi mikir, “Jadi, melampiaskan amarah di media sosial itu gak disarankan, ya? Terus gimana, dong? Apa mendingan gue diem aja?”

Nah, seorang psikiater di San Diego yang bernama Dr. David M. Reiss berpendapat bahwa melampiaskan emosi itu sebenarnya ada efek baiknya, asalkan caranya tepat. Satu cara yang disarankan oleh Dr. Reiss adalah berdialog sama teman yang bisa ngertiin dan ngebantu kita supaya lebih merasa tenang.

Jadi, kita bisa sama-sama simpulin bahwa sebenarnya lebih efektif kalo kita membangun komunikasi sama teman dan ngobrol secara langsung—ketimbang curhat online di status media sosial kita. Gak cuma lebih efektif, tapi juga lebih sehat, guys!

Baca juga: Bingung Mau Curhat ke Siapa

Mengatasi emosi negatif tanpa curhat online

Emosi negatif emang gak baik kalo dibiarkan aja terus-menerus. Wajar aja kok, kalo kita butuh pelampiasan untuk mengurangi perasaan gak enak tersebut.

Nah, gimana sih cara mencurahkan perasaan kita dengan cara yang lebih sehat?

1. Tutup media sosial, coba meditasi instead of curhat online

Jangan fokus sama isi hape lo terus, deh. Cobain lebih fokus sama diri sendiri aja, yuk?

Meditasi adalah salah satu cara supaya kita bisa lebih aware sama emosi yang kita rasakan. Nah, melakukan meditasi ini emang perlu pembiasaan, guys.

Tapi, sekalinya lo udah bisa, meditasi ini bisa ngebantu lo dalam situasi apa pun dan di mana pun. Jadi, lo gak perlu lagi yang namanya curhat di media sosial.

Tonton juga: Meditasi Sederhana untuk Pemula

2. Ganti waktu curhat online dengan kegiatan positif

Kegiatan positif yang gue maksud di sini bisa apa aja ya, Perseners. Yang penting, kegiatan ini bisa membantu lo mengurangi perasaan negatif.

Lo bisa melampiaskan emosi lo dengan berolahraga, nge-dance, nyanyi keras-keras, membuat karya seni, nulis diary, dan lain-lain.

3. Lebih baik proaktif daripada curhat online

Ada kalanya, sebuah masalah bisa selesai kalo kita ada action buat mengatasi sumber masalahnya langsung. Misal, lo stres banget gara-gara temen lo gak aktif ngerjain tugas kelompok. Nah, lo kan bisa bilang baik-baik supaya dia mau bantu ngerjain tugas.

Kalo masalahnya udah mengarah ke hubungan toxic, ada baiknya lo berinisiatif buat udahan aja. Hubungan yang gak sehat udah pasti bikin lo frustrasi terus-menerus. Setelah move on dari sumber negatif yang mengganggu hidup lo, selalu ada kesempatan buat nemu yang lebih baik, kok!

Nah, kalo emang memungkinkan, cara ini bisa banget dicoba, lho!

4. Curhat sama orang terpercaya, jangan curhat online

Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, curhat sama temen yang lo percaya itu emang disarankan.

Tapi, gimana kalo gak punya orang yang bisa dipercaya?

Well, masih ada cara lain, yaitu berkonsultasi ke tenaga profesional seperti psikolog.

Gak cuma curhat, psikolog juga menyediakan benefit tambahan seperti ngajarin lo cara komunikasi yang baik, ngasih tips-tips untuk mengatasi masalah lo, memperluas pikiran lo dengan insight baru, dan lain-lain.

curhat-sama-psikolog-lebih-baik
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Jadi, kalo lo mau curhat di status media sosial lo, ada baiknya dipikir-pikir dulu, guys. Karena, cara seperti itu kurang disarankan dari sudut pandang keilmuan.

Ada cara lain yang sebenernya lebih solutif buat mengatasi masalah lo. Salah satunya dengan cara tadi, yaitu ngobrol.

Mungkin lo bingung nyari psikolog yang cocok dan enak diajak ngobrol. Well, lo bisa coba layanan konseling bersama psikolog di Satu Persen, lho! Lo bisa pilih sendiri psikolog dan jadwal konsultasinya. Enak banget, kan?

Selain berkonsultasi, lo juga bakal dikasih asesmen mendalam, diagnosa, dan terapi apabila dibutuhkan. Tenang aja, lo bakal ditangani langsung sama psikolog lulusan S2 profesi yang sesuai di bidangnya.

Tentunya, konseling sama psikolog di Satu Persen bisa lebih ngebantu, jadi lo gak perlu curhat di media sosial lagi, deh 😀

Nah, sebelum beli paket layanan konseling dari Satu Persen, yuk cari tau dulu paket mana yang paling sesuai sama kebutuhan lo! Caranya, cobain tes yang ada di sini.

Lo juga bisa nonton video di channel YouTube Satu Persen buat dapetin insight tambahan mengenai curhat online di media sosial. Yuk, simak langsung di video berikut.

bahaya curhat online di medsos

Oke, gue sudahi dulu tulisan gue di sini. Semoga bermanfaat dan bisa ngebantu lo. Gue harap, lo bisa ketemu sama orang yang tepat buat dicurhatin dan bisa menggunakan media sosial lo dengan lebih bijak.

Gak masalah berkembang pelan-pelan, yang penting ada proses minimal Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya 🙂

Akhir kata, thanks a million!

Referensi

Healthline Editorial Team. (November 21, 2017). Are Online Rants Good for Your Health?. Retrieved on January 22, 2021 from https://www.healthline.com/health-news/are-online-rants-good-for-your-health.

Lindberg, S. (October 23, 2020). Benefits and Options for Therapy. Retrieved on January 22, 2021 from https://www.healthline.com/health/benefits-of-therapy.

Sachan, D. (October 25, 2017). The Dangers of Venting. Retrieved on January 22, 2021 from https://www.success.com/the-dangers-of-venting/.

Roberts, C. (November 16, 2019). 5 healthier ways to deal with anger instead of venting. Retrieved on January 25, 2021 from https://www.cnet.com/health/5-healthier-ways-to-deal-with-anger-instead-of-venting/.

Read More
judi

Butterfly Project, Kampanye Sosial untuk Melawan Keinginan Self-Harm

butterfly project - self-harm
Satu Persen – Butterfly Project: Kampanye Melawan Keinginan Self-Harm

Halo, Perseners! Gimana kabarnya?

Sebelum lo membaca artikel ini, gue mau ngasih trigger duluan kalau beberapa hal yang gue bawain disini bakalan mengandung bahasan yang sensitif. Jadi, buat lo yang mudah ke-triggered mungkin bisa persiapkan diri lo lebih dulu atau bisa juga coba baca artikel-artikel yang lain aja, ya.

Di zaman sekarang yang serba susah ini, permasalahan hidup pasti ada aja. Mulai dari masalah pekerjaan, rumah tangga, kehidupan, atau percintaan. Apalagi saat ini, kita berada di tahun-tahun terberat yang mana corona virus masih melalang buana hampir 2 tahun dan sudah merenggut segala aspek kehidupan setiap manusia. Salah satu aspek yang mengalami dampak ini adalah para remaja.

Dalam 2 tahun belakangan ini juga, banyak dari teman-teman gue yang merasa kalau beban hidup yang mereka jalani semakin berat karena mostly mereka anak kuliahan yang baru lulus. Mereka merasa lebih susah untuk mencari pekerjaan yang ada dan kehidupan sosial mereka menjadi terbatas karena peraturan yang ada. Akhirnya banyak dari teman-teman gue yang merasa stres banget.

Saking stresnya, ada yang bilang ke gue kalau mereka sampai menyakiti diri sendiri atau self-harm untuk melampiaskan stres itu. Tapi, self-harm yang mereka lakukan itu gak berlangsung lama karena mereka tahu kalau itu salah dan cara yang mereka lakukan untuk berhenti dari self-harm adalah dengan mengikuti sebuah kampanye sosial yang bernama “The Butterfly Project.”

Karena lagi ngomongin tentang the butterfly project nih, di artikel kali ini gue akan membahas tentang the butterfly project dan sekilas tentang self-harm. Jadi, simak hingga akhir dan jangan lupa buat share ke teman – teman maupun kerabat lo. Selamat membaca.

Tapi sebelumnya, ada pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang, semakin kenal tambah sayang. Jadi, kenalin nama gue Dimsyog (acronym dari Dimas Yoga). Di sini gue sebagai Part-time Blog Writer dari Satu Persen. Simak sampai habis, ya!

Baca juga: Mengenal Self-Harm: Penyebab dan Cara Mengatasinya

So, Apa Itu Self-Harm?

apa itu self-harm?
Gambar oleh Peggy Marco by pixabay.com

Menurut Psychology Today, self-harm, atau self-injury, adalah tindakan yang disengaja untuk menimbulkan rasa sakit dan luka pada tubuh sendiri. Self-harm atau menyakiti diri sendiri paling sering mengacu pada menyayat kulit dengan benda tajam, membakar kulit dengan bara api, menggaruk kulit sampai terluka atau lebih buruknya sampai berdarah, dan bentuk lain dari cedera eksternal.

Selain itu, perilaku self-harm juga dapat dilakukan dengan cara seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan dalam jumlah yang banyak atau dengan sengaja melakukan hubungan seks yang tidak aman untuk meluapkan emosi yang ada.

Baca juga: Emosi Itu Bukan Marah! (Mari Mengenal Emosi)

Tapi selain dari dua hal tersebut, ternyata perilaku self-harm dapat ditimbulkan karena tontonan yang berbau kekerasan di media sosial loh, Perseners. Loh, kok bisa?

Seorang psikolog, Fajri M. Badrudin, mengaku sedih dengan tren self-harm di media sosial saat ini. Salah satu kliennya yang melakukan self-harm mengaku mengikuti tutorialnya di jejaring sosial.

Fajri juga menambahkan bahwa self-harm berkaitan erat dengan self-diagnosis, yaitu di mana orang mendiagnosa dirinya sendiri dengan gangguan jiwa tertentu tanpa berkonsultasi langsung dengan ahlinya. Keduanya harus dihindari dan harus pergi ke profesional yang memahami mereka lebih baik.

Apa Hubungan Self-harm dengan Butterfly Project?

the butterfly project - self-harm
Gambar by nicepng.com

Seiring berjalannya waktu, kepedulian tentang melukai diri sendiri atau self-harm semakin meningkat, dan banyak orang mulai terlibat dalam mengurangi tindakan self-harm. Salah satu kampanye yang dilakukan adalah the butterfly project.

Butterfly Project adalah sebuah gerakan atau kampanye sosial yang bertujuan  mengajak masyarakat untuk melawan keinginan melukai diri sendiri atau self-harm. Kampanye ini dilakukan karena kasus kesehatan mental yang erat kaitannya dengan self-harm atau melukai diri sangat sering terjadi.

Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan bahwa di Indonesia setidaknya 2 hingga 3 orang melakukan bunuh diri dalam satu hari. Data terbaru WHO menyebutkan jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia mencapai 10.000 orang per tahun.

Kegiatan ini merupakan bentuk aksi kepedulian terhadap self-harm yang diprakarsai oleh Demick melalui badan amal Inggris Ncompas. Proyek ini sudah ada selama 5 tahun. Demick, menyampaikan kampanye ini dengan melakukan sosialisasi di berbagai sekolah dan universitas.

Butterfly project dapat dilakukan dengan menggambar kupu-kupu di pergelangan tangan lo kapan pun lo merasa ingin melakukan tindakan melukai diri sendiri atau self-harm dengan spidol atau alat menggambar lainnya.

Kemudian gambar kupu-kupu tersebut diberi nama orang yang lo sayangi dan dapat menggunakan kata-kata motivasi yang dapat menguatkan diri. Kemudian kupu-kupu bisa menghilang dengan sendirinya. Kupu-kupu diibaratkan sebagai simbol transformasi yang dapat dianalogikan dengan suatu masalah, dan jika kita  belajar menerima keadaan, maka masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Jika butterfly project yang udah lo lakuin ternyata masih kurang efektif dan lo tetap mengalami kesulitan, jangan segan-segan untuk menghubungi profesional, ya!

Seperti yang gue bilang sebelumnya, hanya psikolog yang dapat mendiagnosis seseorang dengan self-harm. Oleh karena itu, hindari self-diagnosis, alias juga dikenal sebagai mendiagnosa diri sendiri.

Jika lo merasakan gejalanya, cobalah meminta bantuan kepada psikolog. Dengan begitu, lo bisa menemukan cara yang tepat untuk menghadapi gangguan yang lo miliki, sob! Misalnya dengan ikut layanan konseling bareng Psikolog di Satu Persen.

CTA-Blog-Post-06-1-10

Jika lo masih ragu untuk mengikuti layanan konsultasi, lo dapat mencoba tes gratis dari kita terlebih dahulu. Dengan tes ini, lo akan tahu layanan konsultasi mana yang terbaik untuk masalah lo. Caranya gampang banget, cukup klik aja di sini.

Perilaku self-harm ini harus segera diatasi loh, agar tidak semakin buruk bagi mental dan fisik lo!

Akhir kata, sebaiknya jangan menjadikan self-harm sebagai penghambat hidup lo. Dia harus diatasi supaya lo bisa lebih menikmati hidup dan #HidupSeutuhnya!

Jangan lupa juga buat follow Instagram @satupersenofficial dan Channel YouTube Satu Persen buat dapat informasi menarik tentang kesehatan mental dan pengembangan diri.

Gue Dimsyog dari Satu Persen, selamat mencoba untuk menjadi sahabat dan teman terbaik bagi diri lo sendiri. Thanks!

Referensi:

Butterfly Project – The Trauma & Mental Health Report. (n.d.). Retrieved October 22, 2021, from https://trauma.blog.yorku.ca/2019/12/butterfly-project/

Self-Harm | Psychology Today. (n.d.). Retrieved October 22, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/basics/self-harm

Read More
judi

5 Tips Menghadapi Komentar Negatif di Media Sosial

tips menghadapi komentar negatif di media sosial
Satu Persen – Tips Menghadapi Komentar Negatif di Media Sosial

Hi, Perseners! How’s Life?

Kenalin aku Fathur sebagai Blog Writer di Satu Persen.

Pernah gak kamu lagi scrolling di Twitter terus menemukan seseorang yang sedang dihujat sama netizen karena terkena kasus skandal? Nah, tentu gak dipungkiri lagi kamu bakal ngeliat kalimat-kalimat yang bernada provokatif, merendahkan, dan rasis dari netizen.

Tapi, apakah kamu pernah membayangkan jika kamu dalam posisi korban yang diberi komentar negatif oleh netizen di media sosial? Betapa ngerinya jika hujatan tersebut bisa memengaruhi pikiran dan kesehatan mental terlepas perbuatan kamu itu salah atau benar. Oleh karena itu, aku bakal ngasih berbagai tips cara menghadapi komentar negatif biar kamu tenang dan masih memiliki kesehatan mental yang baik.

Tapi, sebelum itu kita perlu tau dulu nih, apa itu komentar negatif. Yuk, langsung aja masuk ke pembahasannya!

Apa Itu Komentar Negatif?

hate speech meme
Sumber: imgflip.com

Komentar negatif atau biasa juga dikenal dengan kata hate speech didasarkan dari kata ‘hate’ yang berarti benci dan kata ‘speech’ yang berarti perkataan yang berasal dari ucapan seseorang. Jadi, apa itu komentar negatif?

Komentar negatif adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mengirimkan pesan provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada. Hal ini bisa kamu rasakan dalam bentuk verbal maupun lisan. Komentar negatif juga merupakan bagian dari marginalisasi di mana seseorang atau sekelompok orang digambarkan buruk (Eriyanto, 2011: 124).

Yang perlu Perseners juga ketahui, sayangnya kita gak bisa mengendalikan bagaimana cara orang lain berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, ada baiknya kita belajar untuk mengelola diri kita sendiri ketika menemukan hate speech di kehidupan sehari-hari kita.

Baca juga: Efek Negatif Cancel Culture bagi Kesehatan Mental dan Cara Mengatasinya

Bagaimana Cara Menghadapi Komentar Negatif?

Buat kamu yang sedang merasa terkena komentar negatif, tentu kamu bakal bingung memikirkan bagaimana cara menghadapinya. Tapi tenang, Perseners! Kamu bisa melakukan lima tips agar kamu bisa menghadapi komentar negatif dengan penuh ketenangan dan persiapan.

1. Refleksi Diri

mengenal diri
Sumber: pinterset.com

Cara pertama dengan refleksi diri yang merupakan bagian dari perenungan diri terhadap perasaan, kebiasaan, daana perlakuan yang telah diperbuat. Hal ini bisa kamu tanyakan kepada diri kamu sendiri seperti dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan atas, khususnya hal yang membuat kamu sampai bisa terkena komentar negatif.

Melakukan refleksi gak semudah dari apa yang kamu bayangkan. Kamu harus memiliki waktu yang benar-benar tenang untuk bisa memahami diri kamu. Tapi, kamu juga bisa mulai dari menyiapkan berbagai pertanyaan yang sedang terjadi belakangan ini dan nanti akan dijawab untuk mendapatkan solusinya ketika kamu sudah tenang.

Baca juga: 5 Cara Mengatasi Kesalahan dalam Hidup Agar Bisa Cepat Move On

2. Konfirmasi dan Hindari Konfrontasi

using phone - menggunakan ponsel
Sumber: pinterest

Meskipun kamu mendapatkan komentar negatif berupa opini tajam atau hujatan, kamu masih bisa melakukan sesuatu untuk hal yang kamu rasa itu salah. Tapi bagaimana cara membalas opini yang menyinggungmu ketika terkena komentar negatif?

Yang harus dilakukan sebelum menjawab adalah meneliti dan menyeleksi opini dengan saksama. Setelahnya, kamu bisa konfirmasi ujaran yang menurutmu kurang tepat. Tapi ingat, kamu harus tetap fokus menyinggung pesan yang diberikan, bukan mengarah pada penulisnya.

Cara lain juga dengan memakai komunikasi asertif dalam menyampaikan pesan yang akan diberikan. Komunikasi asertif membuat kamu untuk bisa menghargai orang lain meskipun pendapatmu berbeda dengan orang lain.

3. Tunjukkan Hal Positif

meme berpikir positif
Sumber: memecreator.com

Menumbuhkan citra yang baik pasca mengalami komentar negatif adalah suatu langkah yang tepat. Hal ini akan mengalihkan keburukan apa saja yang dikatakan orang lain tentang sifatmu. Kamu juga bisa sekaligus membuktikan bahwa sifat kebaikanmu yang sebenarnya di mata netizen. Hal positif yang kamu dapat berikan kepada netizen bisa seperti memberikan berbagai hal yang berguna bagi pengguna media sosial seperti aksi kemanusiaan dan memberikan informasi penting serta berguna.

4. Meminta Maaf dan Memaafkan

minta maaf - sorry
Sumber: pinterest

Tentu semua orang di muka bumi pernah mengalami kesalahan, bukan? Tapi, apakah di antara kalian pernah memaafkan orang yang salah dan meminta maaf jika kalian memiliki kesalahan? Mungkin terdengar suatu hal yang kecil, tapi ternyata sangat sulit dilakukan di kenyataanya. Khususnya dalam menanggapi komentar negatif.

Saat kamu mengalami komentar negatif, yang pertama kamu perlu lakukan adalah meminta maaf dengan menjelaskan kebenaran apa yang kamu telah perbuat agar orang lain bisa memahami. Selain itu, kamu juga perlu tulus ketika meminta maaf agar terhindar dari kebencian berkepanjangan.

Begitu pula dengan memaafkan. Jika terdapat salah satu netizen yang mencaci maki kamu, hal yang bisa kamu lakukan adalah memaafkannya terlebih dahulu agar diri kamu gak terbawa emosi. Setelahnya, kamu bisa menjawab hujatannya tanpa konfrontasi dan sikap yang ramah.

5. Report dan block

using phone
Sumber: pinterest

Jika komentar negatif yang kamu rasakan telah mengganggumu dan terlewat dari batas wajar. Maka yang kamu bisa lakukan adalah mulai melaporkan akun tersebut agar kamu bisa menyaring informasi yang hanya ingin kamu baca.

Tapi jika dirasa sudah sangat mengganggu sekali, kamu bisa mempergunakan fitur blokir di media sosial agar kamu tidak bisa lagi berinteraksi lagi dengannya. Sebelum kamu blokir, kamu juga perlu untuk mendokumentasikan hal-hal yang menyinggungmu sebagai alat bukti untuk kedepannya jika masalah menjadi lebih besar.

Dampak Komentar Negatif bagi Kesehatan Mental

Setiap orang mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Terlebih dalam menanggapi suatu permasalahan seperti komentar negatif. Tapi, tahukah kamu kalau komentar negatif ini memiliki berbagai dampak negatif?

Nah, salah satu dampak negatifnya adalah kamu berpotensi untuk meningkatkan beban akibat perbuatan yang dilakukan pelaku. Bahkan, hal ini juga dapat memicu terjadinya kekerasan hingga sikap prasangka buruk terhadap seseorang.

Misalnya, ada orang yang suka merendahkan orang lain berdasarkan gender yang ia miliki atau pendapatnya yang berbeda dengan yang lain. Hal ini akan menyebabkan seseorang banyak pikiran dan akan meningkatkan tingkat depresi seseorang.

Apakah kamu sedang mengalaminya? Kamu mendapatkan komentar negatif di media sosial dan mempengaruhi kesehatan mentalmu? Coba deh kamu ikut te sehat mental, gratis di sini.

Nah, jika kamu perlu bantuan karena merasa takut dan muncul tanda-tanda seperti kecemasan dan depresi, kamu bisa langsung menghubungi tim psikolog Satu Persen yang akan membantu kamu untuk memecahkan solusi yang sedang dialami.

Untuk lebih jelasnya kamu bisa klik di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1-1

Akhir kata, aku Fathur Rachman dari Satu Persen. Selamat menjalani #Hidupseutuhnya.

Referensi:

Kurniawan, R., Alhakim, A., Nur Arafah, N., Angelino, K., Tan, C., Internasional Batam, U., Gajah Mada, J., & Ladi, S. (2021). Cintai Diri Sendiri dan Bangun Simpati untuk Mencegah Bullying dan Hate Speech di Kalangan Pemuda. Jurnal ABDIMASA Pengabdian Masyarakat, 4(2), 44–51.

Read More
judi

Kenapa Orang Suka Curhat di Media Sosial? (Dampak dan Solusinya)

dampak dan solusi curhat di media sosial
Satu Persen – Kenapa Orang Suka Curhat di Media Sosial?

Hi, Perseners! How’s life?

Kenalin gue Fathur Rachman, Part-time Blog Writer di Satu Persen.

Akhir-akhir ini banyak orang memilih jalan untuk mengutarakan keluh kesahnya di media sosial seperti di Twitter atau Instagram. Kasus seperti ini sering juga gue temukan di lingkungan pertemanan yang seringnya mereka curhat mengenai masalah perkuliahannya. Bahkan sampai selebriti pun ada yang memakai media sosial sebagai medium curhat tentang perkejaan hingga masalah hubungannya.

Kalau lo gimana, Perseners? Apakah lo memakai media sosial sebagai tempat curhat lo? Kalau gue sendiri pernah sesekali curhat di media sosial setelah gue putus dari mantan gue. Tujuannya tentu agar melepas emosi negatif dalam diri, sekaligus mendapatkan dukungan dan timbal balik yang diinginkan dari pengikut gue di media sosial.

Tapi, terkadang curhatan gue pun gak semudah itu diterima oleh temen-temen gue dan harus menghapus kembali tweet yang sudah diunggah atau mengklarifikasi tweet tersebut. Maka dari itu, sekarang gue lebih selektif untuk memilah curhatan yang akan diberikan.

Nah, sekarang lo jadi tau kan, kalau ternyata curhat di media sosial itu lagi nge-trend di kalangan remaja? Tapi, kenapa mereka memilih curhat di media sosial? Buat lo yang bingung, yuk kita bahas bareng-bareng!

curhat di media sosial
Sumber: memegenerator.net

Curhat atau juga dikenal sebagai ‘curahan hati’ adalah cara seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang perasaan, pikiran, sampai kondisinya terhadap orang lain. Curhat dinilai ampuh untuk menghilangkan rasa stres akibat informasi yang membebani pikiran. Misalnya, permasalahan mengenai pekerjaan, keluarga, pasangan ataupun kekhawatiran lainnya.

Biasanya curhat diceritakan kepada orang yang dianggap dekat atau bakal lo percaya untuk memegang rahasia dan cerita lo. Tapi, bagaimana jika lo gak punya teman untuk curhat dan lebih memilih membagikan cerita lo ke media sosial pribadi?

Gak ada yang salah kok, Sob! Pemanfaatan platform media sosial untuk curhat malah bisa ngebuat lo lebih merasa lega dan puas karena telah mengutarakan perasaan lo. Terlebih jika lo mendapatkan respons positif seperti dukungan dan saran atas curhatan lo tadi.

Terdapat juga beberapa alasan orang senang curhat di media sosial. Beberapa di antaranya karena sulit atau gak ada waktu untuk curhat dan bercerita di dunia nyatanya.

Selain itu, pengikut lo di media sosial juga mudah untuk memberi reward kalau ternyata curhatan lo relatable sampai banyak yang nge-retweet atau membalasnya. Nah, perhatian dari pengikut lo ini semakin ngebuat lo terdorong untuk ingin lagi dan lagi curhat di media sosial pribadi lo.

dampak negatif curhat di media sosial
Sumber: twitter.com

Nah, sekarang lo udah tau alasan kenapa orang-orang lebih memilih curhat di media sosial, kan? Jadi, selanjutnya gue mau kasih tau dampak-dampak yang bakal lo terima jika lo melakukan hal yang satu ini. Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!

1. Gak semua pengikut lo memiliki keahlian untuk membantu masalah lo

Mungkin lo memiliki pengikut yang banyak, tapi belum tentu semua dari pengikut lo bisa menanggapi curhatan dengan baik dan benar. Ibaratnya, lo itu sedang curhat ke banyak orang yang gak jelas itu siapa dan mood-nya sedang bagus atau gak.

Terlepas dari keterbukaan lo dengan segala informasi seperti kritik dan saran atas curhatan lo. Tapi, besar kemungkinannya juga kalau lo gak dapat solusi pas yang sedang lo butuhkan untuk lo denger. Malah sebaliknya kalau lo cerita pada orang yang salah, maka lo akan berpeluang untuk diomongin di belakang oleh temen lo. Bahkan bisa juga lo justru jadi bahan tertawaan mereka saja.

2. Jejak digital yang tidak akan pernah hilang

Terlepas lo sering curhat mengenai hal-hal yang positif dari diri lo. Tapi, gimana jadinya kalau lo curhat tentang hal negatif tentang kehidupan lo di media sosial? Tanpa lo pertimbangin dulu curhatan lo itu akan menyinggung banyak orang atau gak?

Nah, hal seperti ini bakal berpotensi untuk menjadi curhatan yang gue bilang debatable, alias menjadi perdebatan di kalangan netizen. Hal ini dikarenakan semua postingan lo itu akan tersimpan terus dalam jejak digital. Misalnya, ketika ada seseorang mencoba untuk menangkap layar (screenshot) ketika melihat postingan lo dan membagikannya ke orang lain dengan niat buruk. Who knows?

Ditambah hal ini akan berdampak kepada karier lo yang perlu dipertanggungjawabkan ketika lo memposting hal yang menjatuhkan tempat kerja lo. Atau sampai kehidupan pertemanan lo yang malah jadi dicaci maki karena lo menyindir teman lo secara jelas.

Maka dari itu, yang gue bisa saranin di kesempatan ini adalah lebih selektif dan mempetimbangkan secara rasional terlebih dahulu sebelum lo memutuskan untuk mengunggah curhatan lo ke media sosial pribadi.

3. Masalah dari curhatan lo jadi melebar

Siapa sih, yang gak mau curhatannya dibalas dengan komentar negatif? Tentu semua orang yang curhat di media sosial berharap menceritakan kondisinya dengan tujuan dapat dukungan dari orang lain.

Nah, alih-alih mendapat respons yang positif, gak jarang lo malah dapet hal yang ada di luar ekspektasi lo. Contohnya, bikin seseorang yang malah jadi sedih atau marah karena satu postingan lo. Hal ini tentu bakal ngebuat lo bingung sehingga permasalahan lo itu menjadi melebar. Bahkan curhatan lo itu bisa mengarah ke cyberbullying dan membuat curhatan yang awalnya sederhana, malah menjadi rumit.

Nah, yang lo bisa lakukan adalah dengan melakukan komunikasi asertif dalam setiap klarifikasi curhatan lo yang lo buat. Lo juga perlu menyusun perkataan lo agar gak menyinggung berbagai pihak yang sebenarnya bukan diperuntukkan untuk mereka.

Coba Juga: Tes Sehat Mental

Psikolog Online sebagai Tempat yang Aman untuk Curhat

Banyak tempat untuk mengutarakan emosi dari curhat lo yang menumpuk. Misalnya, lo bisa menghubungi pacar atau teman yang nyaman untuk lo ajak curhat. Bahkan keluarga terdekat seperti orang tua atau saudara yang lo benar-benar percaya bisa diajak berbagi informasi mengenai tantangan yang sedang lo alami.

Namun, tentu mereka semua memiliki batasannya masing-masing. Let’s say mungkin orang tua lo bisa memberikan dukungan buat lo, tapi gak bisa ngasih solusi karena lo gak bebas untuk curhat ke mereka. Atau mungkin ketika curhat ke temen lo, tapi lo takut untuk curhat berlebih yang bisa ngebuat mereka lelah untuk ngedengerin lo.

Begitu pula dengan curhat di media sosial yang udah gue ulas sebelumnya kalau banyak dampak dan tantangannya tersendiri. Tapi, tau gak Perseners, kalau udah banyak tempat-tempat secara online yang sudah menyediakan tempat untuk lo curhat, lho! Salah satunya adalah Satu Persen sendiri.

YouTube Satu Persen – Tanda Kamu Perlu ke Psikolog

Lo bisa ikut mentoring online. Dengan keberadaan mentor online, lo bisa bisa mendapatkan tenaga ahli yang memang fokus untuk memberikan layanan kesehatan untuk lo. Selain itu, informasi dan privasi lo pun akan terjaga. Maka dari itu, lo gak usah khawatir lagi jika ingin bercerita banyak kepada mentor ini.

Tentunya, curhat sama mentor di Satu Persen bisa lebih ngebantu lo menghadapi berbagai permasalahan yang lo alami. Jadi, lo gak perlu curhat di media sosial lagi, deh! 😀

Untuk lebih jelasnya, lo bisa klik banner di bawah ini untuk mendapatkan informasi lebih detail tentang layanan mentoring di Satu Persen.

Mentoring-5

Akhir kata, gue Fathur dari Satu Persen. Selamat menjalani #HidupSeutuhnya!

Read More