putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Saat

judi

Macam-Macam Gangguan Psikologis saat Pandemi

gangguan-psikologis-selama -pandemi
Satu Persen – Gangguan Psikologis selama Pandemi

Halo! How was your day, Perseners? Salam kenal, aku Ruth, salah satu associate blog writer di Satu Persen.

Pandemi udah anniversary satu tahun aja, nih. Kabar kamu gimana? Semoga baik-baik aja, ya!

Tapi, kalau secara pikiran kamu lagi gak baik-baik aja, gak papa kok. Mungkin kamu mau antisipasi dulu siapa tau kondisi pandemi bikin salah satu gangguan psikologis di bawah ini muncul.

Ngomong-ngomong, sekarang kamu baca ini lagi sambil ngapain, sih?

Lagi rebahan sambil nyetel lagu kah? Apa sebenarnya lagi ‘demot’ nugas atau kerja terus malah melipir ke sini?

Mungkin kita gak betah di rumah terus, tapi gapapa. Ngerasa jenuh sama keadaan pandemi yang gak ada ujungnya itu wajar banget!

Sedangkan, keluar kemana-mana pun dibatasi atau malah gak boleh sama sekali.

Atau ada beberapa dari kamu yang anak rantau, jadi masih punya kesempatan untuk kabur. Walaupun, ada juga yang gak semudah itu dan perlu beribu alasan untuk meyakinkan ortu.

Ada juga kamu yang emang kangen aja ketemuan sama teman-teman, menyayangkan suasana sekolah yang kelewat gitu aja alias jam-jam kelas kosong yang gak bakal pernah dihabiskan di kantin.

Padahal ada jajanan sekolah yang belum pernah dicoba atau guru gokil yang belum sempet dikenal.

Ternyata hal-hal kecil kayak gini yang dampaknya bisa menjalar kemana-mana sampai mengganggu kesehatan psikologis mu, loh.

Ngeganggu gimana, tuh?

Nah, sebelumnya kita perlu ngebahas dulu arti dari gangguan psikologis itu sendiri.

Baca juga: Kesehatan Mental Penting: Kenapa?

Seperti yang didefinisikan dalam edisi terbaru dari  DSM-5, disebutkan kalau gangguan psikologis atau mental biasanya dikaitkan dengan tekanan yang signifikan dalam aktivitas sosial, pekerjaan, atau aktivitas penting lainnya.

Kayak apa aja sih macam gangguan psikologis yang muncul selama pandemi ini?

Coba kamu simak di bawah ini, mungkin aja kamu lagi mengalami salah satunya.

Macam-macam Gangguan Psikologis Saat Pandemi

1. Kesepian

Ada kalanya ketika kamu lelah untuk terbuka dengan dunia luar, kamu memutuskan untuk ‘vakum’ dari segala macam hubungan. Nyatanya hal ini juga bisa berujung membuatmu merasa kesepian.

Kamu yang sedang enggan untuk terbuka atau butuh waktu sendiri, seakan mendorong orang-orang lain darimu, hingga menyebabkan kamu untuk merasa kalau gak ada teman atau tempat untuk bercerita.

Hal ini bisa saja disebabkan karena kurangnya intensitas kamu berbicara dengan teman, orang lain, atau kurangnya hiburan, alias kamu kelamaan di rumah.

Coba juga: Tes Online Gratis: Tes Tingkat Rasa Kesepian

2. Kecemasan Dalam Diri dan Sosial

Mulai dari kamu yang mengalami FOMO sampai budaya riweuh alias Hustle Culture.

Gak diragukan juga sosial media udah jadi teman andalan selama pandemi. Doi jadi perantara kita untuk tetap berhubungan dengan dunia luar terutama dengan orang terdekat.

Tapi, layaknya sosial media sebagai teman, ada kalanya juga dalam hidup kita ketemu sama satu dua teman yang kita rasa toxic.

Coba tonton video di bawah ini untuk mengetahui kalau seseorang toxic buat kamu.

YouTube Satu Persen – 5 Tanda Orang Toxic di Sekitar Kamu

Platform-nya sih gak toxic, tapi kadang isi yang kurang kita filter atau cara kita menyikapi apa yang ada di sosial media itu yang justru toxic.

Entah pengen ini-itu sama hal-hal yang kita lihat atau mau tahu hal yang lagi banyak dibicarakan, tanpa sadar timbul rasa gak mau ketinggalan sama sesuatu yang lagi trend alias FOMO.

Podcast Satu Persen – Takut Ketinggalan Info di Sosmed

Kecemasan sosial ini lebih terasa selama pandemi mengingat kondisi isolasi membatasi ruang gerak kita secara fisik. Alhasil, sosial media kayak salah satu yang utama dalam memenuhi kebutuhan manusia bersosialisasi.

Selain itu, ada juga hustle culture yang jadi salah satu tanda kamu punya kecemasan. Tapi, dalam diri kamu.

Mungkin dari kamu ada yang selalu merasa kurang produktif setiap harinya sampai terus memaksakan diri untuk sibuk. Kamu merasa selalu harus ada untuk semua orang atau bahkan kerja kayak mendirikan seribu candi dalam semalam.

Kadang pun sampai kebawa pas mau tidur pikiran-pikiran kalau kamu kurang ini-itu hari ini, padahal di mata orang lain kamu udah sibuk banget.

Gambar Meme Kesepian

Kalau kamu memang seorang yang suka menyibukkan diri, silahkan. Tapi, ingat untuk gak terlalu ekstrim. Jangan memaksakan diri kamu sampai kurang istirahat atau jadwal makan jadi gak teratur, ya.

Hal itu malah membahayakan kesehatanmu yang nantinya jadi lebih rentan untuk terserang berbagai macam penyakit atau bakteri, gak cuman COVID-19.

3. Frustasi dan Kurang Motivasi

Namanya juga manusia yang kodratnya berjiwa bebas, jadi untuk diisolasi dalam satu tempat selama jangka waktu tertentu pastinya bikin frustasi.

Baca juga: Cara Mengatasi Rasa Marah yang Berlebihan

Kebebasan yang selama ini dirasakan dalam kegiatan sehari-hari bareng siapapun, dimanapun, dan kapanpun seketika dibatasi.

Malahan karena frustasi dan terus berada di rumah, kamu mengalami kebalikannya hustle culture.

Kamu merasa berkurangnya motivasi atau semangat untuk melakukan ini-itu. Entah karena ngerasa geraknya terbatas kalau ada orang di rumah atau memang bosan dengan suasana yang monoton.

Source from Pinterest
Source from Pinterest

Belum lagi rasa kesal sama momen-momen yang lewat begitu aja dan cuman bisa dipendam sendiri, karena kamu tau kamu gak bisa ngapa-ngapain untuk mengubah itu.

Kamu jadi terjebak dengan pikiranmu sendiri, alih-alih keluar berkegiatan kayak biasa yang bisa mengalihkan fokus ke hal-hal di luar sana. Tanpa sadar, kamu jadi stress karena mikirin hal-hal yang ada di luar kendali kamu.

Nah, tadi kan kita udah ngebahas apa aja gangguan psikologis yang bisa kamu alami pas pandemi. Sekarang, kamu juga kudu tau, emang gimana aja dampaknya?

Dampak Gangguan Psikologis Selama Pandemi

1. Kecemasan Jangka Panjang

Seorang penulis The Psychology of Pandemics dan profesor psikiatri di University of British Columbia, Steven Taylor, berpendapat kalau sekitar 10 hingga 15% minoritas dari penduduk dunia gak akan kembali hidup normal karena pandemi yang berdampak pada kesejahteraan mental mereka.

Dan menurut Australia’s Black Dog Institute, sebuah organisasi penelitian kesehatan mental independen terkemuka, juga menyatakan keprihatinan tentang “banyaknya minoritas yang akan terpengaruh oleh kecemasan jangka panjang”.

Contoh kecemasan jangka panjang itu bisa seperti efek dari pandemi yang memicu atau memperburuk OCD, dan lain-lainnya yang efeknya bisa lebih lama dari penyakit fisik.

2. Depresi

Hal-hal yang kamu alami seperti merasa kesepian, stres, kesehatan yang buruk dan kekurangan tidur pun diprediksi bisa memicu depresi dan juga gejala PTSD.

Sebuah penelitian menunjukkan kalau durasi kesepian lebih menyakitkan daripada intensitas kesepian, jadi jumlah jam yang kamu habiskan di media sosial pun juga berkorelasi dengan gejala depresi dan kecemasan.

Sedangkan, efek negatif dari isolasi dan jarak sosial bisa bertambah seiring berjalannya hari.

Apa Yang Bisa Aku Lakukan?

1. Mengetahui Batas Diri

Sebelum memutuskan sesuatu, pahami dulu batas diri kamu dan sejauh mana kamu bisa menerimanya.

Ada hal-hal yang di luar jangkauan kita, sampai gak ada gunanya kita pusingin itu. Ada hal-hal yang di luar prioritas kita, jadi kita gak perlu memberikan waktu kita di situ.

Kamu juga harus tau kalau kamu udah cukup. Memaksimalkan diri untuk produktif itu sangat baik, tapi jangan sampai kamu merasa kurang bahkan sampai merasa diri gak ngapa-ngapain.

Sumber dari @B_eebbii via Twitter
Photo by @B_eebbii via Twitter

Terkadang, karena terlalu fokus sama kesibukanmu, kamu gak bisa melihat kalau kamu butuh istirahat. Sinyal dari badanmu mulai dari sakit kepala, susah tidur, dan kawan-kawannya kamu abaikan.

Berikan self reward dengan caramu sendiri. Hargai diri kamu dengan jangan terlalu memforsir diri.

Sesekali coba tanyakan pendapat orang lain terkait hal yang kamu kerjakan atau kesibukanmu.

2. Mengatur Jadwal

Setelah memahami batas diri kamu, mulailah mengatur jadwal sesuai prioritasmu. Kapan harus bekerja, belajar, dan mencari hiburan.

Kamu bisa membuatnya di notes handphone kamu, di Google Calendar dengan fitur label warna yang bikin jadwal kamu gak bosenin kalau dilihat, atau aplikasi jadwal lainnya.

Misal kamu kesusahan dalam menentukan prioritas, mungkin kamu juga bisa mencoba pembagian prioritas menggunakan template Matrix ala Eisenhower.

Mulailah dengan membuat daftar hal yang ingin dikerjakan dulu sebelum menentukan penting tidaknya serta kemampuan dirimu dalam menjalaninya.

Jangan lupa untuk tetap memasukkan waktu istirahat atau kebutuhan lainnya yang tubuhmu butuhkan seperti bermain game, berolahraga, atau makan.

Photo by fadlilarohim via Twitter
Photo by fadlilarohim via Twitter

3. Meminta dan Memberikan Bantuan

Jangan segan untuk meminta bantuan apabila dirasa kamu membutuhkannya.

Teman yang pernah kamu bantu pasti mengharapkan hal yang sama denganmu, yakni bisa ikut bantu kamu menangani keresahan yang kamu alami.

Buang jauh pikiran kalau kamu takut membebani teman yang mungkin terlintas satu dua kali sampai kamu memilih untuk diam.

Ingat kalau ini untuk kesehatan dirimu dan kamu melakukannya sebagai bentuk berbagi perasaan kamu dengan teman. Karena, bukan hanya perasaan bahagia yang kita bagi dengan teman, kan?

Di masa pandemi ini, kita semua pasti memiliki permasalahan masing-masing dalam diri.

Aku tau kamu juga lelah. Rasanya ingin kembali ke situasi yang normal, tapi apa daya gak semudah sim-salabim jadi apa prok prok prok.

Jadi, jalani dulu untuk sekarang, ya, karena kita bakal melalui ini bersama.

Mungkin kamu bukan orang yang mudah untuk terbuka, jadi rasanya lebih sulit untuk melewati masa isolasi ini. Terkadang, ada saatnya lebih menyenangkan untuk menceritakan perasaan kepada orang yang mengerti kita daripada orang yang mengenal kita.

Jadi, kalau kamu merasa butuh teman untuk mendengarkan gangguan psikologis yang kamu alami, kamu juga bisa melakukan layanan konseling yang disediakan oleh Satu Persen.

Di situ, kamu bisa diskusi sama Psikolog, dan kamu bakal dikasih tahu penanganan yang baik buat menangani kondisi kamu.

Kamu juga bisa dapat banyak benefit dari layanan ini, loh! Tentunya selain curhat dengan nyaman dan aman, untuk benefit lainnya bisa kamu cek dengan klik gambar di bawah ini.

Satu-Persen-Artikel--30--1

Sekian dulu dari aku, semoga artikel ini bisa membantu kamu lebih lagi menuju #HidupSeutuhnya, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Terima kasih dan sampai jumpa!

References:

Cherry, K. (2018, January 18). Psychological Disorders and How They Are Diagnosed. verywellmind.com. Retrieved March 26, 2021, from https://www.verywellmind.com/what-is-a-psychological-disorder-2795767

Flint, D. (n.d.). Loneliness, Covid-19 Media Coverage, and Teen Mental Health. psychologytoday. Retrieved March 26, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/behavior-problems-behavior-solutions/202103/loneliness-covid-19-media-coverage-and-teen-mental

Savage, M. (2020, October 29). Coronavirus: The Possible Long-Term Mental Health Impacts. bbc.com. Retrieved March 24, 2021, from https://www.bbc.com/worklife/article/20201021-coronavirus-the-possible-long-term-mental-health-impacts

Turmaud, D. R. (n.d.). The Psychological Impact of COVID-19. psychologytoday. Retrieved March 27, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/lifting-the-veil-trauma/202009/the-psychological-impact-covid-19

Read More
judi

Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi
Satu Persen – Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Hai Perseners! Apa kabar? Semoga selalu sehat ya… Kenalin gue Vina, Associate Blog Writer dari Satu Persen.

Coba jawab deh, siapa yang di masa pandemi kayak sekarang ini, jadi lebih aware soal kesehatan? Yap, sebenarnya salah satu hikmah baik dari pandemi adalah kita jadi jauh lebih aware soal pentingnya kesehatan. Hal itu kerasa juga buat gue.

Kalo dari pengalaman pribadi gue, gue jadi lebih rajin buat olahraga, minum vitamin dan juga jaga pola makan gue. Hal itu gue lakuin karena gue baru bener-bener sadar kalo kesehatan itu mahal harganya.

Ditambah lagi, gue juga sadar kalo ngga cuma kesehatan fisik aja yang penting buat gue. Ternyata kesehatan mental juga bisa dibilang sama pentingnya sama kesehatan fisik. Kenapa? Karena keduanya sama-sama mempengaruhi keproduktifan hidup gue.

Nah, buat lo yang mungkin masih bertanya-tanya nih: Kenapa sih kesehatan mental itu penting apalagi di masa pandemi? Dan gimana sih caranya buat menjaga kesehatan mental lo di masa pandemi? Lo bisa banget baca tulisan ini sampai selesai ya!

Yuk, kita bahas!

Oh ya, sebelum mulai bahas, lo bisa cobain dulu nih tes sehat mental yang dibuat oleh Satu Persen. Karena ini adalah salah satu langkah awal lo bisa menyadari kesehatan mental lo atau biasa dibilang sebagai bentuk  self-awareness.

Apa itu Kesehatan Mental?

Kalau mau bahas tentang pentingnya kesehatan mental, ngga afdhol rasanya kalo kita belum ngerti dulu tentang makna kesehatan mental atau mental health. Ya ngga, guys?

Lo mungkin udah ngga asing banget sama istilah kesehatan mental atau mental health. Karena belakangan ini, topik ini memang bener-bener lagi marak banget di sosial media termasuk di sosmed Satu Persen. Nah, kali ini coba kita bahas versi sederhananya.

Menurut World Health Organization (WHO), makna dari kesehatan mental adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya ngga adanya penyakit atau ketidakmampuan.

Selain itu, WHO juga menjabarkan tentang empat kriteria yang menjadi tanda seseorang itu sehat secara mental. Apa aja sih?

Yang pertama, mampu mengelola stres yang wajar.

Yang kedua, mampu bekerja secara produktif.

Yang ketiga, mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri.

Yang keempat, mampu memberikan kontribusi secara aktif di lingkungan sekitar.

Gue tanya deh, dari keempat kriteria diatas, lo sudah memenuhi yang mana aja? Hayo ngaku!

Lihat juga video Youtube Satu Persen: Seperti apa kesehatan mental itu?

Setelah tadi kita ngerti tentang makna kesehatan mental atau mental health, barulah kita coba bahas alasan dibalik pentingnya hal itu. Cusss!

Kenapa Kesehatan Mental Penting?

Pict from memegenarator.net

Sebelum gue jawab, gue mau coba memaparkan salah satu riset dari Salari et al. (2020) yang menjelaskan bahwa dampak yang terjadi dari pandemi COVID-19 adalah meningkatnya angka permasalahan mental seperti kecemasan, stres, dan depresi.

Di Indonesia, lembaga riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) menjabarkan data swaperiksa yang diambil Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dari Bulan April – Agustus 2020. Hasilnya, sebanyak 3.443 orang yang melakukan swaperiksa ternyata mengeluhkan permasalahan mental.

Data tersebut diambil dari 34 provinsi di Indonesia. Sekitar 47,9 persen diantaranya menunjukkan adanya gejala kecemasan, diikuti 36,1 persen menunjukkan gejala depresi dan 16 persen lainnya menyampaikan permasalahan trauma psikologis.

Gue disini sama sekali bukan bermaksud nakutin lo semua. Justru, gue pengen lo semua sadar akan kesehatan mental lo masing-masing. Khususnya di masa pandemi kayak sekarang ini.

Oke, balik lagi ke alasan pentingnya kesehatan mental.

There’s no health without mental health – David Satcher

Dari quote diatas sebenarnya menunjukkan kalo sehat mental itu emang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kenapa  gitu? Oke, disini bakal gue jelasin alasannya ya…

Kesehatan mental berhubungan dengan kesehatan fisik

Menurut profesor sekaligus psikiater klinis dari Langone School of Medicine, Charles Goodstein, menyampaikan bahwa sebenarnya otak manusia itu berhubungan erat dengan sistem yang namanya endokrin. Sistem endokrin sendiri bekerja untuk melepaskan hormon-hormon yang dapat memengaruhi keadaan mental kita.

Begitu juga dengan pikiran serta perasaan yang kita miliki ternyata dapat memengaruhi hormon-hormon yang berperan penting dalam sistem kerja organ tubuh kita.

Selain itu, gue juga inget salah satu dosen mata kuliah Biopsikologi gue pernah cerita kalo banyak juga kasus-kasus yang keluhan awalnya sakit perut, maag, letih yang berkepanjangan atau sakit kepala, ternyata waktu diperiksa lebih dalam penyebabnya adalah gangguan depresi. Nah, keduanya memang saling berkaitan, kan?

Kesehatan mental berhubungan dengan relasi sosial

Ketika lo berada di circle sosial atau lingkungan yang supportif dan ngga toxic, lo akan lebih mudah buat berkembang menjadi lebih baik. Begitu juga ketika lo berada di lingkungan yang mungkin seringnya justru ngerendahin lo, hal itu bakalan ngaruh ke harga diri dan bagaimana lo memandang diri lo.

Di sisi lain, ternyata saat lo mengalami permasalahan mental, lo secara ngga langsung lo memilih untuk menghindar dari relasi sosial lo, menutup diri lo,  atau bahkan emosi lo jadi sensitif ke orang lain. Akhirnya justru bisa menyakiti orang lain.

Well, itu tadi alasan kenapa penting buat lo aware sekaligus jaga kesehatan mental lo masing-masing. Kalo gue bisa simpulkan, bagaimana kita berpikir, bertindak, mengelola emosi, berinteraksi dengan lingkungan, semua itu ngga bisa lepas dari namanya kesehatan mental.

Setelah tau pentingnya kesehatan mental, lo mungkin langsung penasaran gimana caranya biar kita bisa jaga kesehatan mental kita masing-masing. Bener ngga? Tenang, gue bakalan bahas kok:)

Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Terus gimana sih biar gue bisa menjaga kesehatan mental gue sendiri?

Pertama, menerima diri agar lebih sehat mental

Buat menjaga kesehatan mental, lo perlu banget buat terima diri lo apa adanya. Selain lo terima diri lo, lo juga perlu untuk terima bahwa apapun yang udah terjadi di masa lalu adalah hal yang bisa jadi pelajaran buat lo jadi lebih baik lagi.

Terus kenapa lo perlu terima diri lo? Karena dengan lo terima kurang lebihnya diri lo, lo ngga perlu mencari validasi dari orang lain atas diri lo. Tentunya, hal itu bisa memudahkan lo untuk jadi lebih bahagia dan sehat secara mental.

Kedua, belajar buat mengelola stres saat pandemi

Ngga bisa dipungkiri kalo kita pasti mengalami stres di masa pandemi kayak gini. Tapi sebenernya lo perlu cari tahu cara lo masing-masing buat mengatasi stres lo. Bisa dengan kasih jeda dulu buat dengerin musik, baca buku atau bisa juga dengan menulis keluh kesah di buku harian lo alias journaling.

Sebenernya, dengan lo bisa mengelola stres dengan baik, lo juga sedang menjaga kesejahteraan diri lo. Apalagi di masa pandemi yang penuh akan ketidakpastian. Karena jangan sampe stres itu lo pendam terus sehingga sewaktu-waktu itu bisa jadi ledakan emosi yang luar biasa. Bisa bahaya!

Ketiga, menjaga pola tidur dan makan agar lebih sehat

Ketika lo menjaga pola tidur lo, misal dengan ngga banyak-banyak begadang, istirahat lo cukup, lo sebenernya juga sedang jaga kesehatan mental lo. Kok bisa? Karena saat lo punya jam tidur yang ngga teratur atau bahkan kurang, hal itu akan memengaruhi mood, konsentrasi, dan juga energi yang lo punya.

Selain tidur, lo juga perlu untuk menjaga pola makan dan juga makanan yang lo makan. Apa ngaruhnya ke kesehatan mental? Ngaruh dong. Saat lo makan makanan yang ngga sehat atau makannya ngga teratur, lo bakalan rentan buat sakit. Ketika lo sakit, itu bakalan ganggu aktivitas sekaligus suasana hati lo kan?

Sederhananya gini, kalo lo makan makanan yang sehat, tidur yang cukup, lo bakalan dapat energi yang cukup dan sekaligus menjaga imunitas. Ketika lo sehat, suasana hati lo akan lebih baik daripada saat lo sakit. So, stay healthy ya!

Baca juga: Cara Cepat Tidur Nyenyak

Nah, itu tadi tips yang bisa banget lo cobain untuk menjaga kesehatan mental lo. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, sepertinya banyak situasi yang membuat lo rentan mengalami masalah kesehatan mental.

Disini gue mau tekankan, kalo lo sebaiknya ngga cuma bisa sadar akan pentingnya kesehatan mental aja, lo juga perlu action buat menjaga kesehatan mental lo sendiri. Karena kalau bukan dari diri lo, siapa lagi?

Lo juga bisa liat video dari Satu Persen : Langkah awal biar bisa sehat mental

Dari Satu Persen

Kalau lo emang lagi ngerasa mental lo lagi ngga baik-baik aja. Dan hal itu udah bener-bener ganggu keberlangsungan hidup lo bahkan sampe membahayakan diri lo dan orang lo, it’s okay, lo bisa banget buat segera konsultasi ke profesional.

Jangan pernah sesekali lo lakuin self-diagnose! Kenapa? Karena dampak dari self-diagnose itu bahaya banget dan ngaruhnya ngga cuma ke diri lo aja tapi juga ke orang lain! Jangan coba-coba deh!

Nah, kalo lo saat ini sedang ngerasa bingung sama kondisi mental lo dan lo butuh dapetin gambaran jelas tentang kondisi lo. Lo bisa banget buat coba konseling masalah lo ke psikolog yang ada di Satu Persen. Disana lo bakalan dibantu buat nemuin jawaban atas kebingungan lo sekaligus cara mengatasi masalah mental lo tersebut. Buat lo yang berminat, klik gambar di bawah ya!

Satu-Persen-Artikel--Cover-Image--3-

Well, itu tadi tulisan terakhir gue di blog Satu Persen. Gue disini sekaligus mau pamit nih:’) Semoga kita bisa ketemu lagi next time.

Gue juga harap, semoga tulisan kali ini bermanfaat buat lo yang udah ngebaca. Paling ngga bisa kasih gambaran tentang pentingnya kesehatan mental dan bisa bantu lo berkembang seenggaknya Satu Persen tiap harinya. Semangat terus untuk #HidupSeutuhnya ya!

References

Lee, K. (2020, January 1). 20 ways to protect your mental health. Retrieved from  https://www.psychologytoday.com/us/blog/rethink-your-way-the-good-life/202001/20-ways-protect-your-mental-health

Mutiwasekwa, S. (2020, September 15). Simple ways to boost your mental health. Retrieved from : https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-upside-things/202009/simple-ways-boost-your-mental-health

RSUPS. (2020, November 26). Kesehatan jiwa di masa pandemi COVID-19 makin terancam?. Retrieved from https://rsupsoeradji.id/kesehatan-jiwa-di-masa-pandemi-covid-19-makin-terancam/

Salari, N., Hosseinian-Far, A., Jalali, R., Vaisi-Raygani, A., Rasoulpoor, S., Mohammadi, M., Rasoulpoor, S., & Khaledi-Paveh, B. (2020). Prevalence of stress, anxiety, depression among the general population during the COVID-19 pandemic: A systematic review and meta-analysis. Globalization and Health, 16(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12992-020-00589-w

World Health Organization. (2020, June 3). Mental health: a state of well-being. Retrieved From https://www.who.int/

Read More
judi

7 Tanda Stres Saat WFH dan Cara Mengatasinya

tanda stres saat WFH
Satu Persen – Tanda Stres Saat WFH dan Cara Mengatasinya

Hi, Perseners! How’s life?

Kenalin aku Fathur, Part-time Blog Writer di Satu Persen.

Perseners pasti paham bahwa setiap pekerjaan memiliki tantangannya masing-masing. Keberhasilan dan kegagalan melewati rintangan itu pun ada di dalam diri kita sendiri. Tapi, apakah Perseners pernah merasa lelah dengan segala tuntutan pekerjaan yang menumpuk selama Work From Home (WFH) saat ini? Aku yakin salah satu di antara kalian pernah mengalaminya, dong.

Tuntutan pekerjaan adalah salah satu faktor yang dapat membuat kamu stres semisal kamu ngga bisa mengatasinya. Contohnya, ketika kamu dituntut untuk selesai pada deadline yang sudah ditentukan. Tapi, kamu sendiri sebenarnya ngga mampu karena masih banyak pekerjaan lain yang belum beres. Oleh karenanya, kamu harus bekerja dua kali lipat lebih cepat agar pekerjaan lebih cepat beres.

Stres WFH
Sumber: 9gag.com

Cerita di atas hanya satu di antara penyebab yang sering ditemui, Perseners! Masih banyak lagi penyebab yang bisa membuat kamu semakin stres ketika WFH. Misalnya, ketika kamu memiliki masalah pribadi dengan rekan kerjamu sampai membuat kamu banyak overthinking.

Stres dalam pekerjaan merupakan kondisi ketika kamu mengalami ketegangan yang nantinya membuat fisik dan psikis kamu ngga stabil. Dalam jurnal yang terbit tahun 2012, Dosen Psikologi, Dhini Rama mengatakan stres dalam pekerjaan ini sering ditandai sama hal-hal seperti gangguan fisik, lingkungan, dan situasi sosial sehingga berpotensi mempengaruhi proses berpikir pekerja.

Meskipun kamu adalah pekerja yang paling andal, kamu bisa saja mengalami stres seperti hal-hal yang udah disebutkan sebelumnya. Tapi, jangan khawatir! Kamu bisa mengatasinya dengan memperhatikan berbagai tanda stres yang dialami seseorang dalam pekerjaannya.

Baca Juga: Cara Menghilangkan Stres Berkepanjangan

Cek pembahasan berikut ini, ya!

7 Tanda Stres Saat Work From Home

tanda stres saat WFH
Sumber: Fairygodboss.com

Di kesempatan kali ini, aku akan memberi tahu kamu apa saja tanda stres yang bisa dialami orang ketika WFH. Yuk, simak sampai habis!

1. Mudah tersinggung dan sensitif

Salah satu tanda stres yang umum saat WFH adalah kecenderungan untuk mudah tersinggung dan sensitif. Menurut Gaol (2014), ini disebabkan oleh stres yang memengaruhi kondisi emosi pekerja. Akibatnya, emosi yang ngga stabil dapat sewaktu-waktu membuat kamu menjadi sensitif dan mudah tersinggung terhadap hal apapun.

Contohnya, ketika seseorang memberikan pendapat terhadap hasil kerja kamu. Tapi, kamu menolak komentar tersebut dengan reaksi yang berlebihan. Padahal, komentar tersebut masih bisa dibahas baik-baik dengan pikiran yang terbuka dan ngga harus dijadikan permasalahan.

2. Sering off-cam saat virtual meet

Ayo ngaku, siapa yang sering mematikan kamera laptop ketika meeting online sedang dilakukan? Tentu mematikan kamera adalah hal yang wajar, ditambah kamu telah memakai banyak alasan agar dapat menghindari tatap muka dengan rekan kerjamu.

Jika begitu, kamu harus memastikan lagi apa alasan kamu melakukan hal itu. Apakah kamu sedang mengalami sebuah tekanan seperti stres atau ngga?

Beberapa pekerja yang memiliki banyak tekanan mungkin akan menjadi tertutup sehingga menjadi lebih diam. Nyatanya, ini juga merupakan tanda stres lainnya saat WFH, nih. Apalagi jika seseorang yang biasanya cerewet dan rajin on-cam, tapi tiba-tiba menghilang dan memilih untuk sering off-cam. Jika ada, kamu sebagai teman atau atasan disarankan untuk sekadar menanyakan masalah dan tantangan mendasar mengapa dia off-cam dan menghindar.

3. Terlihat kurang konsentrasi

kurang konsentrasi
Sumber: Twitter.com

Diskusi ketika meeting online bukan hanya membuat kita mendengarkan rekan kerja, melainkan memberikan jawaban sebagai feedback. Begitu pula ketika sedang mengalami tanda stres ini, kamu cenderung sulit untuk memahami perkataan yang dilontarkan rekan kerjamu. Hal ini bisa terjadi karena kamu susah berkonsentrasi dan sedang banyak pikiran.

Kamu juga akan lebih ngga percaya diri untuk menjawab pertanyaan dalam diskusi meeting online. Tanda stres lainnya, yakni berpotensi meningkatnya kebingungan ketika ngobrol dan ragu-ragu dalam menjawab ketika meet.

Terkadang, karyawan yang sangat stres memiliki pandangan yang ngga sehat. Maka dari itu, apabila kamu melihat tanda ini, sebaiknya coba tanyakan tentang kesehatannya ketimbang menanyakan argumennya.

4. Menanyakan pertanyaan yang berulang-ulang

Apakah kamu pernah melihat seseorang yang sering menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali? Kamu pasti berpikir kalau orang itu hanya membuang-buang waktumu saja. Tapi di satu sisi, apakah kamu tahu bahwa hal itu merupakan salah satu ciri tingkatan stres dari seseorang?

Dilansir Forbes, orang yang memiliki tingkatan stres yang tinggi mengalami kesulitan dalam memproses kalimat yang datang kepada dirinya dengan cepat. Maka dari itu, mereka akan mencari kepastian dengan menanyakan pertanyaan yang sama secara terus-menerus.

Dalam jurnal yang diterbitkan tahun 2018, R. C. Hamdy mengatakan cara membantu orang yang mengajukan pertanyaan secara berulang adalah dengan menghargai pertanyaan orang tersebut. Setelahnya, diharapkan untuk memberikan waktu untuk mereka menelan informasi dengan tujuan mengurangi tekanan dan tanda stres ini.

stres WFH
Sumber: Product Coalition

5.Penurunan produktivitas kinerja kerja

Berikutnya, tanda stres yang melibatkan penurunan produktivitas kinerja kerja. Salah satu ciri awalnya adalah karena stres yang menumpuk. Hal ini akan berdampak buruk kepada kerjaanmu, seperti kerjaan yang menjadi kurang maksimal, datang terlambat ketika meeting online, dan juga kurang teliti pada hal-hal kecil yang ada di sekitarmu.

Untuk Perseners yang sedang berada dalam tahap ini, aku saranin sebaiknya mulai menjaga kesehatan tubuhmu dari mulai  fisik hingga mentalmu. Misalnya, dengan ngga banyak begadang yang membuat metabolisme tubuh kurang baik. Atau lebih mengatur waktu agar pekerjaanmu bisa lebih mudah ditangani.

6. Kurangnya keterlibatan ketika meeting online

Tentunya ada perbedaan ketika mengobrol antara tatap muka langsung dan melalui daring seperti virtual meet. Jika melalui online, kamu ngga harus menatap lawan bicaramu dan bisa mendengarkannya sambil melakukan hal lain. Sementara ketika tatap muka, kamu harus selalu memperhatikan lawan bicara mulai dari ekspresi hingga momen untuk menjawab obrolannya.

Begitu juga untuk kamu yang sedang melihat temanmu cenderung jarang berinteraksi di kolom obrolan atau melalui suara. Fitur ini memberikan cara mudah untuk melihat siapa yang terlibat dan siapa yang ngga hadir. Jika mereka ngga merespons, bisa jadi itu karena sinyal atau ada masalah dalam diri mereka. Maka dari itu, yang bisa dilakukan adalah menghubungi mereka yang kurang merespons ketika meeting online berlangsung.

7. Bekerja ketika jam istirahat

Masa pandemi mungkin bakal membuatmu mengerjakan pekerjaan secara fleksibel, baik itu pagi, siang, atau malam. Jika pekerjaanmu menjadi kacau karena time managing yang dibuat berantakan, bisa saja kamu memakai jam istirahatmu untuk bekerja. Alih-alih menggunakan waktu istirahat untuk mengejar deadline yang diminta, kegiatan seperti ini berpotensi membuatmu menjadi lebih stres karena pola bekerjamu menjadi ngga teratur.

Baca Juga: Belajar Mengelola Stres untuk Hidup Lebih Bahagia

Bagaimana Cara Mengatasi Stres Saat WFH?

cara mengatasi stres saat WFH
Sumber: Memegenerator.net

Agar membantu terhindar dari tanda stres yang sebelumnya sudah dibahas, mungkin kamu perlu seorang mentor yang bisa kamu jadikan teman curhat sekaligus tempat saran untuk menjawab permasalahan kamu.

Memang cukup sulit untuk sembuh dari kumpulan tanda stres tersebut. Tapi, Satu Persen memiliki tes untuk mengukur tingkatan stres yang ada dalam dirimu sekarang. Kamu bisa mengikuti Tes Tingkatan Stres ini untuk menjawab beberapa pertanyaan yang sudah disediakan.

Selain itu, Satu Persen juga memilki mentoring yang bakal ngejawab satu-per-satu permasalahan mengenai stres yang kamu alami sekarang. Selain dibantu untuk menjalani hidup apa adanya, kamu juga bakal dapat tes psikologi dan asesmen hingga worksheet, loh! Bermanfaat banget, kan?

Mentoring-5

Selain itu, kamu juga bisa mendengar Podcast dari Satu Persen tentang menumbuhkan semangat kerja di setiap minggunya.

Sekian sampai sini terkait tanda stres saat WFH dan cara mengatasinya. Akhir kata, aku Fathur dari Satu Persen megucapkan selamat menjalani #Hidupseutuhnya.

Referensi:

Hamdy, R. C., Kinser, A., Depelteau, A., Lewis, J. V., Copeland, R., Kendall-Wilson, T., & Whalen, K. (2018). Repetitive Questioning II. Gerontology and Geriatric Medicine, 4, 233372141774019. https://doi.org/10.1177/2333721417740190

Nugraha, A., & Purba, S. D. (2018). Tuntutan Pekerjaan Dan Stres Kerja Sebagai Variabel Penentu Turnover Intention. Jurnal Manajemen Dan Pemasaran Jasa, 10(1), 49. https://doi.org/10.25105/jmpj.v10i1.2274

Gaol, C. J. (2014). A to Z Human Capital; Manajemen Sumber Daya Manusia (Konsep, Teori, dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik dan Bisnis). Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Forbes. (2021). Nine Signs A Remote Employee Is Struggling With Stress Or Anxiety. Forbes.Com. https://www.forbes.com/sites/forbeshumanresourcescouncil/2021/03/25/nine-signs-a-remote-employee-is-struggling-with-stress-or-anxiety/?sh=6485fb29790e

Read More
judi

Emotional Numbness, Saat Seseorang Merasa Hampa dan Mati Rasa

apa itu emotional numbness
Satu Persen – Emotional Numbness

Setiap orang pasti pernah melalui masa-masa stres dalam hidupnya. Ada yang bisa melalui stres dengan baik, namun ada juga yang sulit mengatasinya. Stres yang terus menumpuk tanpa solusi bisa mengarah pada kecemasan berlebih, bahkan berujung depresi. Terlebih, tumpukan stres yang berlarut-larut berpotensi menyebabkan kondisi emotional numbness.

Perseners, ada yang tau apa itu emotional numbness? Singkatnya, kondisi ini menggambarkan seseorang yang mati rasa secara emosional. Nah, kalau kalian mau tau lebih detail mengenai kondisi ini, baca artikel ini sampai habis, ya.

Oh iya, sebelumnya kita kenalan dulu, ya. Aku Fifi, part-time Blog Writer di Satu Persen. Oke, kita lanjut ke pembahasan ini.

emotional numbness
Cr: Freepik

Apa Itu Emotional Numbness?

Menurut psikolog Mayra Mendez, emotional numbness adalah kondisi di mana seseorang merasa hampa dan kesulitan dalam mengungkapkan emosi yang dirasakannya. Kondisi ini bisa disebabkan oleh stres berat atau kecemasan berlebihan. Dalam kondisi ini, penderita bisa kehilangan minat pada hal-hal yang disukainya.

Kondisi ini juga sering dikaitkan dengan mekanisme pertahanan diri (coping mechanism). Ketika mengalami emotional numbness ini, seseorang bisa meminimalisir perasaan sakit dan kecewa yang cukup parah. Fenomena ini banyak ditemukan pada orang-orang yang berada di lingkungan  bertingkat stres tinggi atau pernah mengalami pengalaman traumatis.

Dengan menerapkan coping mechanism tersebut, ini memungkinkan mereka untuk merasa lebih lega dan aman. Tapi apabila dilakukan dalam jangka waktu tertentu, kebiasaan coping ini bisa menghalangi diri sendiri untuk mengenali emosi positif maupun negatif. Selain itu, ada beberapa hal lain yang bisa menjadi faktor penyebab emotional numbness.

Penyebab Emotional Numbness

penyebab emotional numbness
Cr: Freepik

1.Gangguan kecemasan

Ada kemungkinan besar seseorang yang memiliki diagnosa gangguan kecemasan dapat mengalami mati rasa secara emosional. Bisa jadi ini merupakan respon terhadap tingkat stres yang tinggi, perasaan takut, dan kekhawatiran yang berlebihan. Alhasil, tingkat kecemasan yang tinggi bisa mendorong seseorang untuk menghindari emosi-emosi positif maupun negatif.

Baca Juga: Mengenal 5 Jenis Gangguan Kecemasan (Mungkin Kamu Mengalami Gejalanya)

2. Obat-obatan

Dalam sebuah penelitian tahun 2017, antidepresan terbukti dapat menyebabkan mati rasa secara emosional. 46% peserta paling sering mengalami efek samping berupa emotional numbness akibat pengobatan yang menggunakan antidepresan atau yang disebut selective norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs).

3. Depresi

Menurut Mendez, ketika mengalami episode depresi, penderita kemungkinan kurang mampu menyesuaikan diri dengan perasaan mereka (disregulasi emosi). Keadaan ini membuat penderita kesulitan untuk mengekspresikan emosi yang dirasakan. Akibatnya, penderita juga akan mengalami mati rasa secara emosional.

4. Stres berat

Tingkat stres yang tinggi bisa menjadi penyebab emotional numbness selanjutnya. Pasalnya, stres berlebih dapat memicu munculnya hormon stres yang tak terkendalikan di otak. Hormon stres bisa membanjiri sistem limbik, di mana sistem tubuh ini mengatur emosi seseorang. Ditambah sistem limbik yang dipenuhi oleh hormon stres dapat memengaruhi suasana hati.

Secara fisik, seseorang yang mengalami stres berat akan merasa sangat kelelahan, baik secara fisik maupun emosional. Dengan begitu, seseorang dapat mengalami mati rasa secara emosional.

5. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Emotional numbness berpotensi dialami oleh penderita PTSD. Mati rasa secara emosional ini seolah menjadi cara untuk melupakan trauma sekaligus menghindari pikiran atau perasaan yang berhubungan dengan peristiwa traumatis.

Selain mengurangi kemampuan mengenali emosi, emotional numbness juga membuat penderitanya sulit tertarik pada aktivitas fisik atau sosial seperti sebelumnya.

Gejala Dari Emotional Numbness

gejala emotional numbness
Cr: Freepik

Mati rasa secara emosional tentu saja ditandai dengan kesulitan mengenali emosi yang dirasakan. Bahkan, untuk perasaan bahagia pun, penderita sulit merasakannya. Akibatnya, mereka tidak merasa bahagia ketika melakukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya mereka sukai.

Mereka jadi lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama orang lain. Dilansir dari Healthline, pengalaman emotional numbness ini dapat membuat mereka merasa terisolasi dari orang lain. Perasaan terisolasi ini menimbulkan perasaan hampa, putus asa, dan seakan tidak punya masa depan.

Menurut Amy H, penyintas emotional numbness, ia seolah terputus dari lingkungannya. Ia merasa tidak bisa terhubung dengan keluarganya, meski berada dalam ruang yang sama. Menyadari hal itu, ia pun tidak bisa menjelaskan apa yang dirasakan saat itu.

Terlepas dari itu semua, emotional numbness adalah kondisi yang bisa diatasi jika segera melakukan perawatan. Emotional numbness bukan sebuah gangguan psikologis yang menetap atau permanen. Jadi,penderita dapat sembuh seperti semula dengan perawatan yang tepat.

Cara Merawat Emotional Numbness

cara merawat emotional numbness
Cr: Freepik

1.Support System

Berbagi perasaan dengan orang-orang terdekat bisa sedikit mengurangi beban. Meski akan sulit untuk membuka perasaan pribadi, tapi adanya dukungan dari keluarga atau teman bisa sangat bermanfaat. Kehadiran orang-orang terdekat juga bisa membuat penderita merasa lebih aman. Sedikit demi sedikit, coba belajar untuk mengekspresikan emosi dalam mengatasi masalah ini.

2. Melakukan aktivitas fisik

melakukan aktivitas fisik
Cr: Freepik

Mungkin sudah umum diketahui bahwa olahraga atau aktivitas fisik bisa mengurangi stres dan kecemasan. Karena salah satu faktor penyebab emotional numbness adalah stres, maka menjalani olahraga bisa menjadi solusi lainnya.

Olahraga yang tepat bisa membuat tubuh memproduksi hormon endorfin (hormon yang memicu perasaan positif). Khususnya, olahraga lari, berenang, yoga, atau kickboxing dikenal ampuh untuk menghilangkan stres. Tapi, sekadar jalan-jalan ringan di pagi hari juga bisa menghilangkan stres.

3. Istirahat cukup

Istirahat cukup yang berkualitas juga nggak kalah penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Meski sering sibuk, usahakan untuk menyisihkan waktu istirahat yang berkualitas, ya. Menurut penelitian, 7 jam adalah jangka waktu tidur yang disarankan untuk orang dewasa.

4. Hindari stres berlebihan

Perlu diingat, bahwa stres adalah salah satu faktor yang memungkinkn seseorang mengalami emotional numbness. Untuk itu, penting untuk belajar pengelolaan stres yang baik dan benar. Meski tidak mungkin menghindari stres setiap harinya, dengan pengelolaan yang baik stres yang dirasakan tidak sampai mengganggu kesehatan mental.

Baca Juga: Belajar Mengelola Stres Untuk Hidup Lebih Bahagia

5. Melakukan terapi bersama psikolog

Psikolog bisa membantu mengatasi trauma atau gangguan mental lain yang menyebabkan emotional numbness. Ditambah seorang psikolog profesional bakal melakukan konseling untuk mengetahui akar masalah dan melakukan terapi demi menemukan solusi masalah yang terbaik. Salah satu terapi yang banyak dilakukan salah satunya adalah CBT (Cognitive Behavior Therapy).

Terapi CBT mendorong penderita untuk mengekspresikan, belajar memahami emosi, serta mencari sumber dari respon emosional tersebut. Psikolog akan membantu membahas bagaimana pikiran tertentu berkontribusi dalam munculnya emosi. CBT membantu mengelola perasaan lemah, tidak berdaya, dan perasaan negatif lainnya dengan pengelolaan pikiran dan emosi yang positif.

Buat yang sedang berjuang dengan berbagai masalah kesehatan mental, Satu Persen menyediakan layanan konseling yang bisa bermanfaat buat kalian, nih.

CTA-Blog-Mentoring-5-5

Kalian juga bisa belajar dari video  Youtube Satu Persen ini tentang cara terbaik mengatasi kesepain.

Satu Persen juga menyediakan tes online untuk mengetahui tingkat stres. Kalian bisa coba tes ini secara gratis untuk tahu diri kalian lebih dalam lagi.

Oke, terima kasih banyak, Perseners. Sampai ketemu di artikel-artikel berikutnya, ya.

Referensi:

Gotter, A. 2018. Understanding Emotional Numbness. Healthline. https://www.healthline.com/health/feeling-numb

Lebow, H. 2021. I Feel Nothing: How To Cope With Emotional Numbness. PsychCentral. https://psychcentral.com/depression/i-feel-nothing-emotional-numbness#_noHeaderPrefixedContent

Morin, A. 2021. What Is Emotional Numbness? Verywell mind. https://www.verywellmind.com/emotional-numbing-symptoms-2797372

Read More