putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Psikologis

judi

Macam-Macam Gangguan Psikologis saat Pandemi

gangguan-psikologis-selama -pandemi
Satu Persen – Gangguan Psikologis selama Pandemi

Halo! How was your day, Perseners? Salam kenal, aku Ruth, salah satu associate blog writer di Satu Persen.

Pandemi udah anniversary satu tahun aja, nih. Kabar kamu gimana? Semoga baik-baik aja, ya!

Tapi, kalau secara pikiran kamu lagi gak baik-baik aja, gak papa kok. Mungkin kamu mau antisipasi dulu siapa tau kondisi pandemi bikin salah satu gangguan psikologis di bawah ini muncul.

Ngomong-ngomong, sekarang kamu baca ini lagi sambil ngapain, sih?

Lagi rebahan sambil nyetel lagu kah? Apa sebenarnya lagi ‘demot’ nugas atau kerja terus malah melipir ke sini?

Mungkin kita gak betah di rumah terus, tapi gapapa. Ngerasa jenuh sama keadaan pandemi yang gak ada ujungnya itu wajar banget!

Sedangkan, keluar kemana-mana pun dibatasi atau malah gak boleh sama sekali.

Atau ada beberapa dari kamu yang anak rantau, jadi masih punya kesempatan untuk kabur. Walaupun, ada juga yang gak semudah itu dan perlu beribu alasan untuk meyakinkan ortu.

Ada juga kamu yang emang kangen aja ketemuan sama teman-teman, menyayangkan suasana sekolah yang kelewat gitu aja alias jam-jam kelas kosong yang gak bakal pernah dihabiskan di kantin.

Padahal ada jajanan sekolah yang belum pernah dicoba atau guru gokil yang belum sempet dikenal.

Ternyata hal-hal kecil kayak gini yang dampaknya bisa menjalar kemana-mana sampai mengganggu kesehatan psikologis mu, loh.

Ngeganggu gimana, tuh?

Nah, sebelumnya kita perlu ngebahas dulu arti dari gangguan psikologis itu sendiri.

Baca juga: Kesehatan Mental Penting: Kenapa?

Seperti yang didefinisikan dalam edisi terbaru dari  DSM-5, disebutkan kalau gangguan psikologis atau mental biasanya dikaitkan dengan tekanan yang signifikan dalam aktivitas sosial, pekerjaan, atau aktivitas penting lainnya.

Kayak apa aja sih macam gangguan psikologis yang muncul selama pandemi ini?

Coba kamu simak di bawah ini, mungkin aja kamu lagi mengalami salah satunya.

Macam-macam Gangguan Psikologis Saat Pandemi

1. Kesepian

Ada kalanya ketika kamu lelah untuk terbuka dengan dunia luar, kamu memutuskan untuk ‘vakum’ dari segala macam hubungan. Nyatanya hal ini juga bisa berujung membuatmu merasa kesepian.

Kamu yang sedang enggan untuk terbuka atau butuh waktu sendiri, seakan mendorong orang-orang lain darimu, hingga menyebabkan kamu untuk merasa kalau gak ada teman atau tempat untuk bercerita.

Hal ini bisa saja disebabkan karena kurangnya intensitas kamu berbicara dengan teman, orang lain, atau kurangnya hiburan, alias kamu kelamaan di rumah.

Coba juga: Tes Online Gratis: Tes Tingkat Rasa Kesepian

2. Kecemasan Dalam Diri dan Sosial

Mulai dari kamu yang mengalami FOMO sampai budaya riweuh alias Hustle Culture.

Gak diragukan juga sosial media udah jadi teman andalan selama pandemi. Doi jadi perantara kita untuk tetap berhubungan dengan dunia luar terutama dengan orang terdekat.

Tapi, layaknya sosial media sebagai teman, ada kalanya juga dalam hidup kita ketemu sama satu dua teman yang kita rasa toxic.

Coba tonton video di bawah ini untuk mengetahui kalau seseorang toxic buat kamu.

YouTube Satu Persen – 5 Tanda Orang Toxic di Sekitar Kamu

Platform-nya sih gak toxic, tapi kadang isi yang kurang kita filter atau cara kita menyikapi apa yang ada di sosial media itu yang justru toxic.

Entah pengen ini-itu sama hal-hal yang kita lihat atau mau tahu hal yang lagi banyak dibicarakan, tanpa sadar timbul rasa gak mau ketinggalan sama sesuatu yang lagi trend alias FOMO.

Podcast Satu Persen – Takut Ketinggalan Info di Sosmed

Kecemasan sosial ini lebih terasa selama pandemi mengingat kondisi isolasi membatasi ruang gerak kita secara fisik. Alhasil, sosial media kayak salah satu yang utama dalam memenuhi kebutuhan manusia bersosialisasi.

Selain itu, ada juga hustle culture yang jadi salah satu tanda kamu punya kecemasan. Tapi, dalam diri kamu.

Mungkin dari kamu ada yang selalu merasa kurang produktif setiap harinya sampai terus memaksakan diri untuk sibuk. Kamu merasa selalu harus ada untuk semua orang atau bahkan kerja kayak mendirikan seribu candi dalam semalam.

Kadang pun sampai kebawa pas mau tidur pikiran-pikiran kalau kamu kurang ini-itu hari ini, padahal di mata orang lain kamu udah sibuk banget.

Gambar Meme Kesepian

Kalau kamu memang seorang yang suka menyibukkan diri, silahkan. Tapi, ingat untuk gak terlalu ekstrim. Jangan memaksakan diri kamu sampai kurang istirahat atau jadwal makan jadi gak teratur, ya.

Hal itu malah membahayakan kesehatanmu yang nantinya jadi lebih rentan untuk terserang berbagai macam penyakit atau bakteri, gak cuman COVID-19.

3. Frustasi dan Kurang Motivasi

Namanya juga manusia yang kodratnya berjiwa bebas, jadi untuk diisolasi dalam satu tempat selama jangka waktu tertentu pastinya bikin frustasi.

Baca juga: Cara Mengatasi Rasa Marah yang Berlebihan

Kebebasan yang selama ini dirasakan dalam kegiatan sehari-hari bareng siapapun, dimanapun, dan kapanpun seketika dibatasi.

Malahan karena frustasi dan terus berada di rumah, kamu mengalami kebalikannya hustle culture.

Kamu merasa berkurangnya motivasi atau semangat untuk melakukan ini-itu. Entah karena ngerasa geraknya terbatas kalau ada orang di rumah atau memang bosan dengan suasana yang monoton.

Source from Pinterest
Source from Pinterest

Belum lagi rasa kesal sama momen-momen yang lewat begitu aja dan cuman bisa dipendam sendiri, karena kamu tau kamu gak bisa ngapa-ngapain untuk mengubah itu.

Kamu jadi terjebak dengan pikiranmu sendiri, alih-alih keluar berkegiatan kayak biasa yang bisa mengalihkan fokus ke hal-hal di luar sana. Tanpa sadar, kamu jadi stress karena mikirin hal-hal yang ada di luar kendali kamu.

Nah, tadi kan kita udah ngebahas apa aja gangguan psikologis yang bisa kamu alami pas pandemi. Sekarang, kamu juga kudu tau, emang gimana aja dampaknya?

Dampak Gangguan Psikologis Selama Pandemi

1. Kecemasan Jangka Panjang

Seorang penulis The Psychology of Pandemics dan profesor psikiatri di University of British Columbia, Steven Taylor, berpendapat kalau sekitar 10 hingga 15% minoritas dari penduduk dunia gak akan kembali hidup normal karena pandemi yang berdampak pada kesejahteraan mental mereka.

Dan menurut Australia’s Black Dog Institute, sebuah organisasi penelitian kesehatan mental independen terkemuka, juga menyatakan keprihatinan tentang “banyaknya minoritas yang akan terpengaruh oleh kecemasan jangka panjang”.

Contoh kecemasan jangka panjang itu bisa seperti efek dari pandemi yang memicu atau memperburuk OCD, dan lain-lainnya yang efeknya bisa lebih lama dari penyakit fisik.

2. Depresi

Hal-hal yang kamu alami seperti merasa kesepian, stres, kesehatan yang buruk dan kekurangan tidur pun diprediksi bisa memicu depresi dan juga gejala PTSD.

Sebuah penelitian menunjukkan kalau durasi kesepian lebih menyakitkan daripada intensitas kesepian, jadi jumlah jam yang kamu habiskan di media sosial pun juga berkorelasi dengan gejala depresi dan kecemasan.

Sedangkan, efek negatif dari isolasi dan jarak sosial bisa bertambah seiring berjalannya hari.

Apa Yang Bisa Aku Lakukan?

1. Mengetahui Batas Diri

Sebelum memutuskan sesuatu, pahami dulu batas diri kamu dan sejauh mana kamu bisa menerimanya.

Ada hal-hal yang di luar jangkauan kita, sampai gak ada gunanya kita pusingin itu. Ada hal-hal yang di luar prioritas kita, jadi kita gak perlu memberikan waktu kita di situ.

Kamu juga harus tau kalau kamu udah cukup. Memaksimalkan diri untuk produktif itu sangat baik, tapi jangan sampai kamu merasa kurang bahkan sampai merasa diri gak ngapa-ngapain.

Sumber dari @B_eebbii via Twitter
Photo by @B_eebbii via Twitter

Terkadang, karena terlalu fokus sama kesibukanmu, kamu gak bisa melihat kalau kamu butuh istirahat. Sinyal dari badanmu mulai dari sakit kepala, susah tidur, dan kawan-kawannya kamu abaikan.

Berikan self reward dengan caramu sendiri. Hargai diri kamu dengan jangan terlalu memforsir diri.

Sesekali coba tanyakan pendapat orang lain terkait hal yang kamu kerjakan atau kesibukanmu.

2. Mengatur Jadwal

Setelah memahami batas diri kamu, mulailah mengatur jadwal sesuai prioritasmu. Kapan harus bekerja, belajar, dan mencari hiburan.

Kamu bisa membuatnya di notes handphone kamu, di Google Calendar dengan fitur label warna yang bikin jadwal kamu gak bosenin kalau dilihat, atau aplikasi jadwal lainnya.

Misal kamu kesusahan dalam menentukan prioritas, mungkin kamu juga bisa mencoba pembagian prioritas menggunakan template Matrix ala Eisenhower.

Mulailah dengan membuat daftar hal yang ingin dikerjakan dulu sebelum menentukan penting tidaknya serta kemampuan dirimu dalam menjalaninya.

Jangan lupa untuk tetap memasukkan waktu istirahat atau kebutuhan lainnya yang tubuhmu butuhkan seperti bermain game, berolahraga, atau makan.

Photo by fadlilarohim via Twitter
Photo by fadlilarohim via Twitter

3. Meminta dan Memberikan Bantuan

Jangan segan untuk meminta bantuan apabila dirasa kamu membutuhkannya.

Teman yang pernah kamu bantu pasti mengharapkan hal yang sama denganmu, yakni bisa ikut bantu kamu menangani keresahan yang kamu alami.

Buang jauh pikiran kalau kamu takut membebani teman yang mungkin terlintas satu dua kali sampai kamu memilih untuk diam.

Ingat kalau ini untuk kesehatan dirimu dan kamu melakukannya sebagai bentuk berbagi perasaan kamu dengan teman. Karena, bukan hanya perasaan bahagia yang kita bagi dengan teman, kan?

Di masa pandemi ini, kita semua pasti memiliki permasalahan masing-masing dalam diri.

Aku tau kamu juga lelah. Rasanya ingin kembali ke situasi yang normal, tapi apa daya gak semudah sim-salabim jadi apa prok prok prok.

Jadi, jalani dulu untuk sekarang, ya, karena kita bakal melalui ini bersama.

Mungkin kamu bukan orang yang mudah untuk terbuka, jadi rasanya lebih sulit untuk melewati masa isolasi ini. Terkadang, ada saatnya lebih menyenangkan untuk menceritakan perasaan kepada orang yang mengerti kita daripada orang yang mengenal kita.

Jadi, kalau kamu merasa butuh teman untuk mendengarkan gangguan psikologis yang kamu alami, kamu juga bisa melakukan layanan konseling yang disediakan oleh Satu Persen.

Di situ, kamu bisa diskusi sama Psikolog, dan kamu bakal dikasih tahu penanganan yang baik buat menangani kondisi kamu.

Kamu juga bisa dapat banyak benefit dari layanan ini, loh! Tentunya selain curhat dengan nyaman dan aman, untuk benefit lainnya bisa kamu cek dengan klik gambar di bawah ini.

Satu-Persen-Artikel--30--1

Sekian dulu dari aku, semoga artikel ini bisa membantu kamu lebih lagi menuju #HidupSeutuhnya, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Terima kasih dan sampai jumpa!

References:

Cherry, K. (2018, January 18). Psychological Disorders and How They Are Diagnosed. verywellmind.com. Retrieved March 26, 2021, from https://www.verywellmind.com/what-is-a-psychological-disorder-2795767

Flint, D. (n.d.). Loneliness, Covid-19 Media Coverage, and Teen Mental Health. psychologytoday. Retrieved March 26, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/behavior-problems-behavior-solutions/202103/loneliness-covid-19-media-coverage-and-teen-mental

Savage, M. (2020, October 29). Coronavirus: The Possible Long-Term Mental Health Impacts. bbc.com. Retrieved March 24, 2021, from https://www.bbc.com/worklife/article/20201021-coronavirus-the-possible-long-term-mental-health-impacts

Turmaud, D. R. (n.d.). The Psychological Impact of COVID-19. psychologytoday. Retrieved March 27, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/lifting-the-veil-trauma/202009/the-psychological-impact-covid-19

Read More
judi

5 Alasan Psikologis Kamu Banyak Pikiran (Cara Hilangkan Overthinking)

Alasan psikologis kamu sering overthinking - Cara menghilangkan overthinking
Satu Persen – Alasan Psikologis Kamu Sering Overthinking?

Perseners sering banyak pikiran? Mulai dari gak bisa move on sama masa lalu, mikirin masa depan, kritik orang terhadap kamu, dan banyak hal lainnya? Rasanya pikiranmu terus disuruh bekerja dan gak dikasih kesempatan buat beristirahat?

Tubuh aja perlu tidur, masa pikiranmu kamu biarkan terjaga terus?

Kemampuan kita buat berpikir secara kritis bisa jadi pedang bermata dua yang perlu kita waspadai. Terlalu banyak berpikir atau overthinking, terutama pada hal yang di luar kontrol bisa berdampak buruk bagi kondisi mental kita.

Gak bisa dipungkiri kalau overthinking adalah salah satu sumber penyebab kecemasan, frustasi, dan stres. Yang artinya kita perlu berhenti overthinking.

Tapi sebelum berhenti atau menghilangkan overthinking, kita perlu tau dulu nih apa itu overthinking dan alasan yang bikin kita sering banyak pikiran. Nah, kali ini aku Gaby, Part-time Blog Writer Satu Persen bakal bahas alasan secara psikologis kenapa kamu sering banyak pikiran.

So, baca artikel ini sampai habis, ya!

Apa itu Overthinking?

overthinking meme
cr: chameleon memes

Overthinking adalah kebiasaan seseorang buat berpikir terlalu banyak dan/atau terlalu lama tentang sesuatu. Overthinking juga sering dikenal sebagai “analysis paralysis” karena dengan berpikir terlalu banyak, kamu jadi terjebak dalam pikiranmu dan membuat kamu berhenti dari mengambil sebuah tindakan.

Berpikir itu sebenarnya baik karena lewat berpikir kita punya banyak pertimbangan yang lebih matang sebelum mengambil sebuah keputusan. Kita juga bisa jadi lebih kritis terhadap suatu argumen dan masalah. Kalau kita malas berpikir, pasti sekarang kita masih bikin api pake batu.

Eh…tapi menggosok dua batu buat jadi api aja udah melalui proses berpikir, lho. Jadi, sebenarnya kita pasti perlu menggunakan pikiran kita.

Tapi, terlalu banyak berpikir apalagi sama hal-hal yang gak bisa kita kendalikan cuma bikin kamu stuck dan tenggelam dalam pikiranmu sendiri. Kamu jadi kurang mindful terhadap keadaan sekitar. Bahkan bisa berdampak ke kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan tekanan emosional.

Baca juga: Arti Overthinking: Penyebab dan Cara Mengatasinya

Alasan Psikologis Kamu Sering Banyak Pikiran

banyak pikiran - menghilangkan overthinking
cr: dribbble

Memikirkan sesuatu secara berlebihan bisa jadi mengganggu aktivitas sehari-harimu. Kamu jadi kesulitan menentukan pilihan dan mengambil tindakan. Ada banyak alasan kenapa seseorang sering berpikir secara berlebihan. Dan aku bakal membahas alasan psikologis kamu sering banyak pikiran di bagian ini.

1. Pembelajaran masa kecil

Kebanyakan orang dengan kebiasaan overthinking yang parah bermula dari kebiasaan sejak kecil atau saat masih anak-anak. Misalnya saat kecil, orang tuamu selalu memanjakan kamu. Kamu gak dibolehin mencoba hal-hal baru atau kamu harus selalu mengikuti keputusan dari orang tuamu. Kamu pun jadi menebak-nebak apa yang orang tuamu pengen biar gak dimarahin dan malah kehilangan jati diri karena gak tau apa yang benar-benar kamu pengen.

Hal seperti itu bakal membuat kamu jadi meragukan pemikiranmu sendiri dan gak mampu buat bertindak. Overthinking membuat kamu terjebak dalam pikiran tanpa tindakan.

2. Ilusi kontrol dan kepastian

Perseners, yang namanya masalah kayaknya gak bisa jauh-jauh deh ya, dari kita. Gak cuma kita, tapi orang-orang di sekitar kita, bahkan orang yang dekat sama kita juga pasti punya masalahnya sendiri.

Nah, sebagai teman yang baik pasti pengen dong membantu mereka yang lagi banyak masalah? Sayangnya, kadang kita gak punya kemampuan buat membantu.

Misalnya pas pandemi kemarin, ada teman yang ekonominya memburuk tapi kita juga gak bisa bantu karena kondisi keuangan keluarga juga lagi gak baik-baik aja. Alhasil, kita malah jadi kepikiran dan khawatir tanpa bisa ngelakuin apa-apa buat nolong teman kita itu.

Hal ini adalah bentuk penyangkalan dari rasa gak berdaya. Kenapa? Karena walaupun gak membantu, berpikir tuh seringkali udah terasa seperti membantu. Ini yang dinamakan ilusi kontrol.

Nah, masih saudaraan sama ilusi kontrol, ada lagi yang namanya ilusi kepastian. Faktanya kita seringkali pengen menghindari perasaan gak pasti. Kita jadi berpura-pura kalau segala sesuatu itu bisa diprediksi. Dengan cara apa? Dengan berpikir secara berlebihan atau overthinking. Ini adalah salah satu bentuk penyangkalan dari ketidakpastian.

Menjaga diri kita terjebak dalam mode pemecahan masalah dengan berpikir cukup keras dan cukup lama tentang masalah itu, bikin kita ngerasa seperti ada solusi buat masalah kita.

3. Perfeksionisme

Perfeksionisme bukan tentang menjadi sempurna tapi tentang merasa sempurna. Orang yang perfeksionis bakal kesulitan buat menoleransi sesuatu yang terasa kurang sempurna. Mereka bakal sulit buat move on dari berbagai hal karena merasa gak sempurna. Misalnya, kamu mendapat nilai ujian 90 yang sudah termasuk bagus, tapi karena kamu perfeksionis, kamu jadi kepikiran, “Kenapa gak 100?”

4. Keuntungan sekunder

Apa tuh keuntungan sekunder? Jadi, beberapa orang terjebak dalam kebiasaan overthinking karena merasa kalau berpikir berlebihan punya manfaat sekunder. Misalnya dengan banyak berpikir bisa jadi alasan buat menunda atau menghindari seseorang membuat keputusan.

Bayangin kalau kamu disuruh buat keputusan dalam suatu organisasi tapi pas ditanya kamu jawabnya, “Belum bisa kasih jawaban, nih. Aku masih butuh waktu buat mikir.” Kamu berpikir pasti kamu gak bakal disalahin karena keputusan yang salah atau buruk. Makanya, kamu jadi sering overthinking dan malah menjadikannya sebagai kebiasaan.

5. Generalisasi berlebihan

Gak semua permasalahan bisa diselesaikan dengan satu cara. Alasan berikutnya yang bikin kamu overthinking adalah sering menggeneralisasi secara berlebihan atau menganggap semua hal sama.

Misalnya dengan berpikir berlebihan kamu bisa memecahkan soal matematika, kamu pun berpikir kalau itu juga berlaku dalam menyelesaikan konflik dengan pasangan atau untuk mengatasi kesedihanmu. Padahal gak juga.

Baca juga: 5 Tips Berhenti dari Overthinking

Cara Menghilangkan Overthinking

Setelah tau alasan psikologis yang bikin kamu sering banyak pikiran atau overthinking, kamu juga perlu tau gimana berhenti atau menghilangkan overthinking yang bisa mengganggu aktivitas hari-harimu.

Gimana caranya? Langsung aja baca penjelasan berikut ini!

1. Keluar dari kepalamu

Ayo, keluar dari kepalamu yang terlalu berisik itu! Gimana caranya? Sibukkan dirimu. Bisa dengan olahraga, jalan-jalan di taman, atau melakukan aktivitas yang gak mengharuskan kamu buat berpikir terlalu banyak seperti masak, melukis, main musik. Apapun yang bisa bikin kamu merasa santai dan rileks.

2. Sadarlah

Overthinking kadang bikin kita suka gak menyadari apa yang terjadi di sekitar kita. Jadi, kamu perlu mengisi waktumu dengan hal-hal yang merangsang indramu.

Bisa dengan mendengarkan lagu favorit, menghirup lilin aroma terapi yang bisa menenangkan, mandi air hangat, atau melakukan teknik mindfulness. Ini bisa bikin kamu lebih hadir pada apa yang terjadi sekarang.

3. Pagari waktu berpikir kamu

Kamu gak harus berhenti berpikir sepenuhnya. Tapi daripada pikiranmu menyebar dan menuhin otakmu seharian, lebih baik buat catatan waktu kapan kamu bakal aktif berpikir? Kapan waktu buat merenung? Dan kapan waktu buat berefleksi?

4. Tuliskan pemikiran kamu

Daripada menyimpan pikiran kamu di kepala, akan lebih baik kalau kamu menuliskannya ke dalam jurnal. Pikiran itu terlalu berantakan kalau tetap disimpan di kepala jadi kamu perlu mengurainya sendiri dengan cara menuangkannya ke sebuah tulisan. Kamu juga bisa mengunggah pemikiranmu ke media sosial.

5. Percaya instingmu

Mungkin kamu terbiasa menebak-nebak apa yang orang lain pikirkan. Hal ini bikin kamu jadi mengabaikan suara hati kamu sendiri. Kamu bahkan jadi gak tau apa yang sebenarnya kamu sendiri pengen. Percaya instingmu bisa jadi langkah pertama buat bertindak sesuai keinginanmu daripada terjebak dalam pemikiran berlebihan.

6. Bicaralah dengan terapis

Kalau overthinking yang kamu rasakan udah mulai mengganggu hidup kamu dan kamu mulai merasa depresi atau cemas karena pikiranmu, ada baiknya kamu bicara dengan terapis. Terapi bisa membantu kamu membangun identitas diri dan menciptakan fondasi yang lebih kuat buat kamu menjalani hidupmu.

Nah, Perseners, Apakah kamu sudah mengenal kondisi dirimu saat ini? Apa kamu sedang mengalami overthinking? Satu Persen punya Tes Overthinking (Rumination) yang bisa kamu akses DI SINI biar kamu lebih tau kondisimu sekarang.

Nah, kalau kamu merasa butuh bantuan dalam mengenal diri sendiri, apalagi masih sering overthinking tentang diri sendiri, kamu bisa mengikuti mentoring Satu Persen. Kamu bisa bercerita pada mentor mengenai kesulitan yang kamu alami dan mentor akan berusaha membantumu mengatasi masalahmu. Langsung klik banner di bawah ya.

Mentoring-5

Referensi:

Wignall, N. (2021, 17 February). 7 Psychological Reasons You Overthink Everything. Retrieved on October 24, 2021 from https://nickwignall.com/7-psychological-reasons-you-overthink-everything/?ck_subscriber_id=1175694104

Dempsey, K. (n/d). Seven Strategies To Stop Overthinking. Retrieved on October 24, 2021 from https://theawarenesscentre.com/seven-strategies-to-stop-overthinking/

Read More