putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Mental

judi

Strategi HR untuk Mengatasi Penurunan Kualitas Kerja: Fokus pada Kesehatan Mental

Di era yang serba cepat ini, penurunan kualitas kerja karyawan menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Berbagai tanda dan gejala dapat mengindikasikan adanya penurunan kualitas kerja, yang meliputi:

  1. Produktivitas Menurun dan Kesalahan Meningkat: Karyawan yang kelelahan seringkali mengalami penurunan efisiensi dan mulai membuat lebih banyak kesalahan. Hal ini dapat disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan yang mempengaruhi konsentrasi dan akurasi dalam bekerja.
  2. Kurangnya Keterlibatan: Karyawan yang terbebani kerja dapat kehilangan rasa puas dari pencapaian kerja dan menjadi tidak tertarik dengan pekerjaan mereka. Kondisi ini sering kali dikaitkan dengan kelelahan mental yang berkelanjutan.
  3. Masalah Kesehatan Mental dan Fisik: Karyawan yang bekerja terlalu keras dapat mengalami stres, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya, serta masalah kesehatan fisik seperti kelelahan dan burnout.
  4. Praktik Manajemen yang Buruk: Komunikasi yang tidak efektif, kurangnya dukungan, dan micromanagement dapat menimbulkan ketidakpercayaan antara karyawan dan manajemen, mengakibatkan penurunan kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan.
  5. Kondisi Kerja yang Buruk: Pencahayaan yang tidak memadai, kebisingan, suhu, dan kualitas udara yang buruk dapat berdampak negatif pada produktivitas, kepuasan kerja, dan kesejahteraan.
  6. Beban Kerja dan Tuntutan Pekerjaan yang Tinggi: Ketika karyawan menghadapi tenggat waktu yang ketat atau tuntutan kerja yang tinggi, hal ini dapat menciptakan tekanan dan stres, yang mengarah pada penurunan motivasi dan kinerja.
  7. Kurangnya Sumber Daya: Ketika karyawan tidak memiliki sumber daya yang diperlukan, seperti peralatan atau staf, untuk menyelesaikan pekerjaan mereka secara efektif, hal ini dapat menyebabkan frustrasi dan menurunkan kepuasan kerja.

Sangat penting bagi para pengusaha untuk mengidentifikasi dan mengatasi tanda-tanda penurunan kualitas kerja ini untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif yang mendukung kesejahteraan dan kepuasan kerja karyawan.

Untuk memahami lebih dalam tentang fenomena ini, kita perlu menganalisis penyebab-penyebab yang mendasari penurunan kinerja, yang akan dibahas pada bagian berikutnya.

Analisis Penyebab Penurunan Kinerja

Setelah mengidentifikasi tanda-tanda penurunan kualitas kerja, penting untuk menganalisis penyebab-penyebab yang mendasarinya. Berikut adalah beberapa faktor umum yang dapat menyebabkan penurunan kinerja di tempat kerja:

  1. Kurangnya Pengetahuan atau Keterampilan: Karyawan mungkin mengalami kesulitan jika mereka kekurangan pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan tugas pekerjaan mereka.
  2. Ekspektasi yang Tidak Jelas atau Tidak Realistis: Jika karyawan memiliki ekspektasi yang tidak jelas atau tidak realistis tentang tugas pekerjaan mereka atau tujuan proyek, hal ini dapat menyebabkan masalah kinerja.
  3. Kurangnya Motivasi: Motivasi yang rendah dapat menyebabkan masalah kinerja yang berkelanjutan, mempengaruhi kemampuan karyawan untuk melakukan tugas secara efektif.
  4. Kesesuaian Pekerjaan: Terkadang, pekerjaan itu sendiri mungkin tidak cocok untuk karyawan, yang mengarah pada masalah kinerja.
  5. Masalah Pribadi: Kondisi pribadi yang sulit, seperti tantangan kesehatan, masalah hubungan, atau gangguan eksternal, dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
  6. Kurangnya Sumber Daya: Kekurangan waktu, uang, personel, atau perlengkapan untuk menyelesaikan tugas dapat menghambat kinerja karyawan.
  7. Kondisi Kerja: Faktor-faktor seperti ergonomi yang buruk, ruang kerja yang berantakan, notifikasi berlebihan, kebisingan, dan manajemen waktu yang buruk dapat mempengaruhi konsentrasi karyawan dan, akibatnya, kinerja mereka.

Mengatasi penyebab-penyebab penurunan kinerja ini sangat penting untuk menciptakan rencana perbaikan kinerja yang efektif dan mendukung karyawan dalam mencapai kinerja terbaik mereka.

Dalam konteks ini, penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yang akan kita bahas pada bagian selanjutnya.

Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi

Konsep keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi merujuk pada keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan kehidupan pribadi seseorang. Mencapai keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi yang sehat sangat penting untuk kesejahteraan fisik, emosional, dan mental, serta untuk kesuksesan karier. Berikut adalah beberapa wawasan kunci dari hasil pencarian yang disediakan:

  1. Mendefinisikan Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Pribadi: Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi melibatkan prioritas yang sama antara tuntutan karier dan kehidupan pribadi. Ini adalah keadaan keseimbangan di mana individu berusaha sukses secara profesional sambil menjalani kehidupan pribadi yang memuaskan.
  2. Tantangan dan Manfaat: Mencapai keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi yang baik dapat menjadi tantangan karena tuntutan budaya kerja modern. Namun, hal ini menawarkan banyak manfaat, termasuk pengurangan stres, risiko burnout yang lebih rendah, dan rasa kesejahteraan yang lebih besar.
  3. Integrasi Kerja dan Kehidupan: Konsep integrasi kerja dan kehidupan telah mendapatkan popularitas, menekankan pada pencampuran tanggung jawab pribadi dan profesional. Ini mengakui bahwa kehidupan kerja dan pribadi tidak selalu terpisah dan berbeda, dan mendorong pendekatan yang lebih holistik terhadap kehidupan.
  4. Pendekatan Individualisasi: Keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi terlihat berbeda bagi setiap orang, karena merupakan negosiasi konstan tentang bagaimana dan di mana individu menghabiskan waktu mereka. Ini melibatkan penentuan prioritas terkait kerja dan kehidupan pribadi berdasarkan keadaan dan tanggung jawab individu.
  5. Proses Berkelanjutan: Mencapai keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi bukanlah pencapaian satu kali, melainkan siklus berkelanjutan dari mengevaluasi kembali perasaan dan prioritas yang berkembang, dan menyesuaikan pilihan kerja dan kehidupan sesuai.

Secara keseluruhan, keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi adalah konsep yang dinamis dan individualisasi yang melibatkan prioritas antara tuntutan pribadi dan profesional untuk mencapai kesejahteraan dan kesuksesan secara keseluruhan. Ini memerlukan penilaian dan penyesuaian berkelanjutan untuk mempertahankan keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi.

Langkah-Langkah Menuju Pemulihan Kualitas Kerja

Untuk memulihkan kualitas kerja, pertimbangkan untuk menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Berpegang Teguh pada Standar Tertinggi: Berkomitmen dan bertekad untuk melakukan yang terbaik, menetapkan standar tinggi untuk pekerjaan Anda dan bertanggung jawab atasnya.
  2. Hindari Multitasking: Fokus pada satu tugas pada satu waktu untuk memastikan konsentrasi yang lebih baik dan peningkatan kualitas.
  3. Tetapkan Tujuan yang Jelas dan Dapat Dicapai: Tetapkan tujuan yang spesifik, terukur, dan dapat dicapai untuk setiap tugas untuk membimbing pekerjaan Anda dan mempertahankan motivasi.
  4. Batasan Gangguan: Minimalkan gangguan dan interupsi dengan menciptakan lingkungan kerja yang fokus.
  5. Tinjau Kualitas Kerja Secara Berkala: Terapkan sistem tinjauan formal untuk menilai dan meningkatkan kualitas kerja, serta mengatasi masalah dengan segera.
  6. Sediakan Sumber Daya yang Memadai: Pastikan karyawan memiliki alat, sumber daya, dan dukungan yang diperlukan untuk melakukan tugas mereka secara efektif.
  7. Dorong Komunikasi Terbuka: Kembangkan budaya komunikasi terbuka, memungkinkan karyawan untuk mendiskusikan masalah atau kekhawatiran terkait kualitas kerja.
  8. Delegasikan Tugas Secara Efektif: Berikan tugas kepada anggota tim yang paling cocok, dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan mereka.
  9. Prioritaskan Perawatan Diri dan Keseimbangan Kerja-Kehidupan: Dorong karyawan untuk mempertahankan keseimbangan yang sehat antara kehidupan profesional dan pribadi mereka, mempromosikan pengurangan stres dan kesejahteraan secara keseluruhan.
  10. Minta Umpan Balik dan Terus Meningkatkan: Dorong karyawan untuk meminta umpan balik dari rekan dan klien, dan gunakan umpan balik ini untuk terus meningkatkan kualitas kerja.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, Anda dapat bekerja menuju pemulihan kualitas kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan efisien.

Kesimpulan dan Tindakan Selanjutnya

Kesehatan mental bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga organisasi tempat mereka bekerja. Di sinilah peran penting dari program-program seperti Speaking Engagement Mental Health masuk. Program ini dirancang untuk membantu organisasi dalam memahami dan mengatasi isu-isu kesehatan mental di tempat kerja, serta memberikan dukungan yang diperlukan kepada karyawan.

Melalui program Speaking Engagement Mental Health, para ahli di bidang kesehatan mental akan berbagi pengetahuan dan strategi untuk mengatasi tantangan kesehatan mental di tempat kerja. Program ini mencakup berbagai topik, mulai dari cara mengidentifikasi tanda-tanda stres dan kecemasan di tempat kerja, strategi untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, hingga teknik membangun resiliensi dan pemulihan bagi karyawan.

Life Skills mengundang Anda untuk menjadi bagian dari solusi ini. Dengan mengikuti program Speaking Engagement Mental Health, Anda tidak hanya akan membantu karyawan Anda dalam menghadapi tantangan kesehatan mental, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja di organisasi Anda. Program ini merupakan investasi berharga untuk masa depan perusahaan dan kesejahteraan karyawan Anda.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi satu.bio/satumitra-igls. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk membuat perubahan positif di tempat kerja Anda dan membantu karyawan Anda mencapai potensi terbaik mereka.

Mari bersama-sama kita bangun lingkungan kerja yang tidak hanya produktif tetapi juga mendukung kesehatan mental karyawan. Karena kesejahteraan karyawan adalah kunci sukses organisasi.

Request Pelatihan SDM Satu Persen x Life Skills ID

Untuk Perusahaan, NGO dan Pemerintahan:

+62 882-9762-5596 (Margareth, Whatsapp)

Untuk Organisasi dan Kemahasiswaan:

+62 851-7317-1568 (Sheila, Whatsapp)

Referensi

Australian Human Rights Commission. (2010). Workers with Mental Illness: a Practical Guide for Managers.

LinkedIn. (2023). A Manager’s Guide to Improving Mental Health in the Workplac

World Health Organization. (2022). Guidelines on mental health at work.

LinkedIn. (2023). Mental Health in the Workplace: A Guide for HR Professionals.

PMC – NCBI. (2023). Organizational Best Practices Supporting Mental Health in the Workplace.

FAQ

  1. Apa itu keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, dan mengapa itu penting?
  2. Bagaimana cara mengidentifikasi penurunan kualitas kerja pada karyawan?
  3. Apa saja penyebab umum penurunan kinerja di tempat kerja?
  4. Bagaimana cara menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental?
  5. Apa langkah-langkah untuk memulihkan kualitas kerja yang menurun
  6. Bagaimana cara meningkatkan keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi
  7. Apa peran HR dalam mengatasi masalah kesehatan mental di tempat kerja
  8. Bagaimana cara mengukur efektivitas program kesehatan mental di tempat kerja?
  9. Apa manfaat dari pelatihan kesehatan mental di tempat kerja?
  10. Bagaimana cara mendukung karyawan yang mengalami masalah kesehatan mental?
Read More
judi

Manfaat In-House Training Mental Health untuk Manajer HR

Di era yang serba cepat dan penuh tekanan ini, kecemasan berlebih di tempat kerja menjadi isu yang tidak bisa diabaikan. Menurut American Psychological Association, stres yang persistent, irasional, dan mengganggu fungsi sehari-hari bisa menjadi indikasi gangguan kecemasan. Kecemasan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti kecemasan kinerja, sindrom impostor, urgensi, dan kecemasan umum, yang semuanya dapat mempengaruhi kinerja kerja.

Dalam survei nasional mengenai kecemasan di tempat kerja, situasi sulit yang sering dihadapi termasuk mengatasi masalah, menetapkan dan memenuhi tenggat waktu, menjaga hubungan pribadi, mengelola staf, berpartisipasi dalam pertemuan, dan membuat presentasi. Situasi-situasi ini dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan mempengaruhi kinerja kerja.

Kecemasan dapat menyebabkan kesulitan dalam fokus, mengatur waktu, dan memenuhi tenggat waktu. Selain itu, kecemasan juga dapat membuat seseorang kesulitan meminta bantuan atau dukungan di tempat kerja. Perubahan mendadak dalam kinerja atau partisipasi karyawan bisa menjadi indikator adanya kecemasan yang mendasarinya.

Untuk mengelola kecemasan yang berhubungan dengan pekerjaan, beberapa strategi yang bisa dipertimbangkan antara lain mendidik diri sendiri tentang kondisi yang dihadapi, praktik manajemen waktu, berkomunikasi tentang kekhawatiran beban kerja kepada atasan, dan tetap terorganisir. Penting juga untuk mengakui dampak kecemasan terhadap kinerja kerja dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya, karena kecemasan yang tidak diobati dapat merusak kinerja kerja.

Memahami dan mengatasi kecemasan berlebih dalam konteks kerja sangat penting untuk menjaga kesejahteraan dan kepuasan kerja. Penting bagi individu untuk mempertimbangkan mencari dukungan dari rekan kerja yang dipercaya, mendidik diri sendiri tentang kondisi mereka, dan berkomunikasi dengan majikan jika perlu.

Identifikasi Penyebab Kecemasan terhadap Tugas

Kecemasan terhadap tugas merupakan masalah yang sering dihadapi di tempat kerja. Penyebabnya bervariasi, mulai dari rendahnya rasa percaya diri, ketakutan akan kegagalan, kondisi kesehatan mental, hingga sifat pekerjaan atau lingkungan kerja itu sendiri.

  1. Rendahnya Rasa Percaya Diri dan Ketakutan Akan Kegagalan

Kecemasan dalam menyelesaikan tugas sering kali berasal dari rendahnya rasa percaya diri dan ketakutan akan kegagalan. Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

  1. Kondisi Kesehatan Mental

Kondisi kesehatan mental seperti gangguan kecemasan juga dapat menjadi penyebab kecemasan terhadap tugas. Gangguan ini dapat mempengaruhi cara seseorang menghadapi tugas-tugasnya, terutama yang berskala besar atau kompleks.

  1. Faktor Lingkungan Kerja

Faktor lain yang memicu kecemasan di tempat kerja termasuk kecemasan kinerja, sindrom impostor, urgensi, dan kecemasan umum. Lingkungan kerja yang menuntut atau memiliki ekspektasi tinggi dapat meningkatkan tekanan pada karyawan.

  1. Tugas Besar dan Menakutkan

Tugas-tugas besar sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi orang dengan kecemasan. Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan dapat terasa menakutkan, dan mereka mungkin kesulitan menemukan titik mulai yang tepat.

  1. Mengatasi Kecemasan dalam Situasi Kerja

Dalam survei nasional tentang kecemasan di tempat kerja, situasi yang sering dianggap sulit oleh orang dengan gangguan kecemasan termasuk mengatasi masalah, menetapkan dan memenuhi tenggat waktu, menjaga hubungan pribadi, mengelola staf, berpartisipasi dalam pertemuan, dan membuat presentasi.

  1. Langkah-Langkah Mengelola Kecemasan

Mengenali sumber kecemasan terhadap tugas sangat penting untuk mengelolanya dengan efektif. Beberapa strategi yang dapat membantu termasuk memecah tugas menjadi bagian yang lebih kecil, membuat jadwal, dan mencari dukungan dari rekan kerja yang dipercaya. Penting juga untuk mendidik diri sendiri tentang gejala gangguan kecemasan dan praktik manajemen waktu untuk menangani tugas dengan efektif.

Mengenali dampak kecemasan terhadap kinerja kerja dan berkomunikasi tentang kekhawatiran beban kerja kepada atasan adalah langkah penting dalam mengatasi kecemasan terhadap tugas.

Strategi Mengelola Kecemasan dalam Menyelesaikan Tugas

Mengelola kecemasan dalam menyelesaikan tugas memerlukan strategi yang efektif. Berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat membantu:

1. Mengidentifikasi Sumber Kecemasan

Memahami penyebab utama kecemasan Anda dapat membantu menemukan cara mengelolanya dengan lebih efektif. Sumber kecemasan yang umum termasuk rendahnya rasa percaya diri, ketakutan akan kegagalan, kurangnya dukungan, atau kondisi kesehatan mental.

2. Memecah Tugas Menjadi Bagian yang Lebih Kecil

Membagi tugas besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola dapat membuatnya terasa kurang menakutkan dan lebih dapat dicapai, sehingga mengurangi kecemasan.

3. Menjadwalkan Tugas

Menetapkan tanggal penyelesaian untuk tugas-tugas membantu memastikan penyelesaiannya tepat waktu, yang pada gilirannya mengurangi kecemasan. Strategi manajemen waktu seperti pemblokiran waktu atau theming hari dapat sangat membantu.

4. Praktik Manajemen Waktu

Mengembangkan keterampilan manajemen waktu yang efektif dapat membantu mengurangi perasaan kewalahan dan kecemasan. Belajar memprioritaskan tugas dan mengalokasikan waktu untuk setiap langkah tugas adalah kunci.

5. Mencari Dukungan

Jangan ragu untuk mencari bantuan dan nasihat dari rekan kerja atau teman yang dipercaya. Dukungan mereka dapat memberikan rasa tenang dan membantu Anda mengatasi kecemasan.

6. Teknik Relaksasi

Melibatkan diri dalam aktivitas relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau relaksasi otot progresif dapat membantu mengelola kecemasan.

7. Mengakui Kecemasan

Mengakui bahwa kecemasan adalah emosi yang umum dan banyak orang mengalaminya. Menerima kecemasan Anda dapat membantu mengelolanya dengan lebih baik dan melanjutkan penyelesaian tugas.

8. Mencari Bantuan Profesional

Jika Anda masih kesulitan mengelola kecemasan dalam menyelesaikan tugas, pertimbangkan untuk terhubung dengan profesional kesehatan mental untuk mendapatkan bimbingan dan dukungan.

Langkah dalam Mengatasi Kecemasan Tugas

Mengatasi kecemasan tugas memerlukan langkah-langkah strategis dan terfokus. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Mengidentifikasi Sumber Kecemasan

Memahami penyebab utama kecemasan sangat penting. Ini bisa termasuk rendahnya rasa percaya diri, ketakutan akan kegagalan, kurangnya dukungan, atau kondisi kesehatan mental.

2. Memecah Tugas Menjadi Bagian yang Lebih Kecil

Membagi tugas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola dapat membuatnya terasa kurang menakutkan dan mengurangi kecemasan.

3. Menjadwalkan Tugas

Menetapkan tanggal penyelesaian untuk tugas dapat membantu mengurangi kecemasan. Strategi manajemen waktu seperti pemblokiran waktu atau theming hari dapat sangat membantu.

4. Mencari Dukungan

Mencari bantuan dan nasihat dari rekan kerja atau teman yang dipercaya dapat memberikan rasa tenang dan membantu mengatasi kecemasan.

5. Praktik Teknik Relaksasi

Melibatkan diri dalam aktivitas relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau relaksasi otot progresif dapat membantu mengelola kecemasan.

6. Mengakui Kecemasan

Mengakui bahwa kecemasan adalah emosi yang umum dan menerimanya dapat membantu individu mengelolanya dengan lebih baik dan melanjutkan penyelesaian tugas.

7. Mencari Bantuan Profesional

Jika Anda kesulitan mengelola kecemasan dalam menyelesaikan tugas, pertimbangkan untuk terhubung dengan profesional kesehatan mental untuk mendapatkan bimbingan dan dukungan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, individu dapat mengelola dan mengatasi kecemasan tugas dengan efektif, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan mereka.

Kesimpulan

Dalam mengatasi kecemasan tugas, kita telah mempelajari berbagai strategi mulai dari mengidentifikasi sumber kecemasan, memecah tugas, hingga mencari dukungan. Langkah-langkah ini membantu kita dalam mengelola kecemasan yang mungkin timbul dalam konteks kerja.

Setelah memahami berbagai strategi, penting untuk mengintegrasikan pembelajaran ini ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti menerapkan teknik-teknik yang telah dibahas dalam situasi nyata dan mengamati perubahan yang terjadi.

Selain strategi yang telah dibahas, penting juga untuk memahami diri sendiri secara lebih mendalam. In-House Training Mental Health dapat menjadi alat yang berharga dalam proses ini. Melalui assessment, Anda dapat memahami lebih lanjut tentang kecenderungan pribadi, kekuatan, dan area yang memerlukan pengembangan lebih lanjut.

Untuk membantu perusahaan dalam perjalanan ini, Life Skills mengundang Anda untuk mengikuti  In-House Training Mental Health. Anda akan menemukan berbagai alat dan sumber daya yang dirancang untuk membantu Anda dalam mengenali dan mengelola kecemasan, serta meningkatkan kinerja kerja Anda.

Program In-House Training Mental Health dari Life Skills Indonesia mencakup berbagai topik penting, termasuk:

1. Pemahaman Mendalam tentang Kecemasan dan Resiliensi: Peserta akan mempelajari cara mengenali tanda-tanda kecemasan dan membangun resiliensi di tempat kerja.

2. Strategi Proaktif untuk HR: Pelatihan ini akan membekali HR dengan strategi dan alat untuk mendukung karyawan yang mengalami kecemasan, serta cara membangun lingkungan kerja yang mendukung.

3. Pengembangan Keterampilan Komunikasi dan Pendukung: Peserta akan belajar cara berkomunikasi secara efektif dengan karyawan yang mengalami kecemasan dan menyediakan dukungan yang mereka butuhkan.

4. Penerapan Praktis: Program ini tidak hanya teoritis, tetapi juga memberikan kesempatan untuk menerapkan apa yang dipelajari dalam situasi nyata.

Mengapa Harus Mendaftar?

– Peningkatan Kesejahteraan Karyawan: Dengan pelatihan ini, HR dan manajer akan lebih siap untuk mendukung kesehatan mental karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas keseluruhan di tempat kerja.

– Pengurangan Stigma: Pelatihan ini membantu mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental di tempat kerja, menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung.

– Investasi Jangka Panjang: Keterampilan yang diperoleh dari pelatihan ini merupakan investasi jangka panjang untuk organisasi, membantu membangun fondasi yang kuat untuk kesehatan mental karyawan.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi satu.bio/daftariht-igls. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk membuat perubahan positif di tempat kerja Anda dan mendukung kesejahteraan mental karyawan.

Life Skills mengajak Anda untuk mengambil langkah berikutnya dalam perjalanan pengembangan diri Anda. Jadikan ini sebagai langkah untuk tidak hanya mengelola kecemasan tetapi juga untuk berkembang dalam karier dan kehidupan pribadi Anda.

Dengan menggabungkan strategi yang telah kita bahas dan alat-alat yang disediakan oleh  In-House Training Mental Health, Anda akan berada pada posisi yang lebih baik untuk mengatasi kecemasan tugas dan mencapai potensi penuh Anda.

Referensi

Supardi, Jumawan, & Sugeng Suroso. (2023). Analysis Assessment, Psychotest, and Leadership Development for Organization Sustainability in The University. International Journal of Applied Management, 2(2), 426-437.

Society for Human Resource Management. (n.d.). Developing and Sustaining High-Performance Work Teams

PGGT. (2023). Unleashing the Power of Team Performance and Efficiency with PGGT.

TestGorilla. (2023). Your hiring team’s guide to pre-employment psychological testing.

viaPeople. (2021). 5 Common Reasons for Performance Issues (Plus 3 Tips to Create an Effective Performance Improvement Plan!).

FAQ

Bagaimana cara mengidentifikasi kecemasan berlebih di tempat kerja?

Apa penyebab umum kecemasan berlebih di tempat kerja?

Bagaimana cara mengatasi kecemasan berlebih saat menyelesaikan tugas?

Apa peran manajer dalam membantu karyawan mengatasi kecemasan berlebih?

Bagaimana kecemasan berlebih mempengaruhi kinerja kerja?

Apa saja teknik relaksasi yang efektif untuk mengurangi kecemasan di tempat kerja?

Kapan sebaiknya mencari bantuan profesional untuk kecemasan berlebih?

Apa manfaat melakukan  In-House Training Mental Health bagi karyawan dan manajer?

Bagaimana cara menciptakan lingkungan kerja yang mendukung karyawan dengan kecemasan?

Read More
judi

Pelatihan Kesehatan Mental untuk Pemimpin Perusahaan: Atasi Burnout

Menurut World Health Organization, burnout adalah sindrom psikologis yang muncul sebagai respons berkepanjangan terhadap stresor interpersonal kronis di tempat kerja. Burnout ditandai dengan tiga dimensi utama:

1. Kelelahan yang Menghimpit: Karyawan yang mengalami burnout sering merasa lelah dan terkuras, baik secara emosional maupun fisik.

2. Sikap Sinis dan Terlepas: Burnout dapat menyebabkan perasaan sinisme dan terlepas dari pekerjaan, karena karyawan mungkin kehilangan motivasi dan keterlibatan dalam pekerjaannya.

3. Ketidakberdayaan dan Kurangnya Pencapaian: Karyawan yang mengalami burnout mungkin merasa tidak kompeten atau tidak mampu mencapai tujuannya, menyebabkan perasaan ketidakberdayaan dan kurangnya pencapaian.

Burnout dapat memiliki beberapa konsekuensi negatif, termasuk ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi yang rendah, absen, niat untuk meninggalkan pekerjaan, dan pergantian karyawan. Ini juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas kerja yang terganggu, karena karyawan mungkin kesulitan mempertahankan fokus dan motivasi.

Beberapa penyebab umum burnout di tempat kerja termasuk beban kerja yang berlebihan, tingkat dukungan yang rendah, memiliki sedikit kata atau kontrol atas urusan tempat kerja, kurangnya pengakuan atau imbalan atas usaha seseorang, dan lingkungan kerja yang beracun dan tidak adil.

Cara Mencegah dan Mengatasi Burnout

– Mengembangkan budaya tempat kerja yang mendukung yang menghargai kesejahteraan karyawan dan mendorong komunikasi terbuka.

– Menawarkan pengaturan kerja yang fleksibel, seperti telecommuting dan jadwal fleksibel, untuk membantu karyawan menyeimbangkan tanggung jawab kerja dan pribadi mereka.

– Menyediakan sumber daya bagi karyawan untuk mengelola stres dan mengatasi situasi yang sulit, seperti layanan konseling, program bantuan karyawan, dan sumber daya kesehatan mental.

– Melatih manajer untuk mengenali tanda-tanda burnout pada karyawan dan memberi mereka alat untuk mendukung anggota tim mereka.

Mengidentifikasi Burnout pada Karyawan

Mengidentifikasi burnout bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan pengetahuan yang tepat, kita dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk membantu karyawan yang terkena dampaknya.

Ada beberapa tanda utama yang dapat menunjukkan bahwa seorang karyawan mungkin mengalami burnout:

1. Kelelahan Fisik dan Emosional: Ini adalah tanda paling umum dari burnout. Karyawan mungkin tampak lelah secara konstan, mengeluh kelelahan, atau memiliki energi yang rendah.

2. Penurunan Kinerja: Karyawan yang mengalami burnout seringkali menunjukkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas pekerjaan mereka. Mereka mungkin kesulitan berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas.

3. Sikap Sinis atau Negatif: Perubahan sikap, seperti menjadi lebih sinis, negatif, atau terlepas dari pekerjaan, adalah tanda lain dari burnout.

4. Masalah Kesehatan: Burnout dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti sakit kepala, sakit punggung, atau masalah pencernaan, yang sering diabaikan sebagai gejala stres kerja.

5. Penarikan Sosial: Karyawan yang mengalami burnout mungkin menarik diri dari rekan kerja atau kegiatan sosial di tempat kerja.

Mengidentifikasi burnout penting karena dapat membantu mencegah konsekuensi yang lebih serius, seperti penurunan kinerja, absen, dan bahkan pergantian karyawan. Dengan mengenali tanda-tanda awal, HR dan manajer dapat mengambil langkah-langkah untuk mendukung karyawan dan mencegah burnout menjadi lebih parah.

Langkah-Langkah untuk Mengidentifikasi Burnout

1. Pengamatan dan Komunikasi: Perhatikan perubahan perilaku atau kinerja karyawan dan berkomunikasi secara terbuka dengan mereka tentang kekhawatiran Anda.

2. Survei dan Feedback: Gunakan survei karyawan atau sesi umpan balik untuk mengumpulkan informasi tentang tingkat stres dan kepuasan kerja.

3. Pelatihan Manajer: Latih manajer untuk mengenali tanda-tanda burnout dan cara mendukung karyawan mereka.

Intervensi HR untuk Burnout

Intervensi ini tidak hanya membantu karyawan yang terkena dampak burnout, tetapi juga mencegah terjadinya burnout di masa depan.

Pertama-tama, penting bagi profesional HR untuk mengurus kesejahteraan mereka sendiri. HR harus mengenali tanda-tanda kelelahan dan burnout dalam profesi mereka dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Ini termasuk menetapkan batasan yang sehat, membangun ketahanan, dan mengatasi burnout.

HR dapat mengatasi burnout yang terkait stres dengan menciptakan lingkungan kerja yang benar-benar mendukung karyawan. Ini melibatkan advokasi kebijakan yang mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan, mengembangkan keterampilan komunikasi yang baik, terus memantau dan menyesuaikan beban kerja, serta mendidik diri sendiri tentang tanda-tanda dan gejala burnout terkait stres untuk membantu karyawan dengan lebih baik.

Ada berbagai strategi yang dapat diimplementasikan oleh profesional HR untuk melawan burnout, seperti:

  1. Mengumpulkan Umpan Balik Secara Rutin: Melalui pertemuan 1:1, HR dapat memahami kekhawatiran dan kebutuhan karyawan.

2. Mengembangkan Program Kesejahteraan: Program ini dapat mencakup aktivitas relaksasi, pelatihan kesehatan mental, dan kegiatan yang meningkatkan keseimbangan kerja-hidup.

3. Inisiatif Perusahaan yang Berdampak Jangka Panjang: Ini bisa berupa program pengakuan dan pelatihan kesehatan mental untuk manajer.

Dengan menerapkan intervensi ini, HR dapat memainkan peran penting dalam mengatasi burnout dan mempromosikan lingkungan kerja yang lebih sehat dan mendukung untuk karyawan.

Langkah Pencegahan Burnout

Pencegahan burnout tidak hanya menguntungkan karyawan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan kesehatan organisasi secara keseluruhan. Langkah pertama dalam pencegahan burnout adalah menciptakan budaya kerja yang mendukung. Ini termasuk:

  • Komunikasi Terbuka: Mendorong karyawan untuk berbicara tentang tantangan mereka dan memberikan umpan balik.
  • Pengakuan dan Penghargaan: Mengakui dan menghargai kerja keras karyawan dapat meningkatkan moral dan mengurangi risiko burnout.

Mempromosikan work life balance yang sehat adalah kunci. Ini bisa dilakukan melalui:

  • Fleksibilitas Waktu Kerja: Memberikan opsi kerja fleksibel seperti kerja dari rumah atau jam kerja yang fleksibel.
  • Liburan dan Istirahat yang Cukup: Mendorong karyawan untuk mengambil waktu libur dan istirahat yang cukup.

Penting untuk menyediakan sumber daya kesehatan mental dan kesejahteraan, seperti:

  • Konseling dan Dukungan Psikologis: Menyediakan akses ke layanan konseling dan dukungan psikologis Program Kesejahteraan: Mengadakan program kesejahteraan yang mencakup kegiatan fisik, meditasi, dan pelatihan mindfulness.

Investasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan juga penting, termasuk:

  • Pelatihan Manajemen Stres: Memberikan pelatihan tentang cara mengelola stres secara efektif.
  • Pengembangan Karir: Memberikan peluang untuk pengembangan karir dan pertumbuhan profesional.

Kesimpulan

Peran HR sangat krusial dalam mengelola dan mencegah burnout. Dengan strategi yang tepat, HR dapat tidak hanya membantu karyawan yang mengalami burnout, tetapi juga mencegah terjadinya burnout di tempat kerja.

Salah satu langkah efektif yang dapat diambil adalah dengan mengintegrasikan aspek kesehatan mental ke dalam program In-House Training. Pelatihan ini tidak hanya fokus pada pengembangan keterampilan, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan mental karyawan.

Life Skills Indonesia menawarkan program In-House Training Mental Health yang dirancang khusus untuk membantu perusahaan dalam mengatasi masalah burnout. Program ini mencakup:

1. Sesi Edukasi: Memberikan pengetahuan tentang kesehatan mental dan cara mengelolanya di tempat kerja.

2. Workshop Keterampilan: Mengajarkan keterampilan praktis untuk mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan mental.

3. Sesi Konseling: Memberikan akses ke sesi konseling bagi karyawan yang membutuhkan dukungan lebih lanjut.

Pelatihan ini memberikan manfaat seperti:

1. Meningkatkan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental di tempat kerja.

2. Mengurangi Stigma: Membantu mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental.

3. Meningkatkan Produktivitas: Karyawan yang sehat mentalnya cenderung lebih produktif dan terlibat dalam pekerjaan mereka.

Life Skills mengajak Anda untuk mengambil langkah proaktif dalam mengatasi burnout di tempat kerja. Jelajahi lebih lanjut tentang program In-House Training Mental Health dari Life Skills Indonesia. Klik satu.bio/daftariht-igls untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran.

Dengan pendekatan yang tepat, burnout dapat dikelola dan dicegah. Mari kita bekerja bersama untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

Mari kita ambil langkah ini bersama, menuju penciptaan lingkungan kerja yang lebih produktif, mendukung, dan memotivasi. Bersama Life Skills Indonesia dan program In-House Training, kita dapat mewujudkan visi untuk menciptakan budaya perusahaan yang tidak hanya efisien tetapi juga menginspirasi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang.

Referensi

Pathways. (2021, August 11). How Innovative Leaders are Combating Burnout in the Workplace. Pathways.

Andrews, R., Jr., James, T., MD, MHCMM, & Surdea-Blaga, B. (2023, June 7). How do you manage stress and burnout as a resilient leader? LinkedIn.

Positive Psychology. (2021, April 19). How to Prevent Burnout in the Workplace: 20 Strategies. Positive Psychology.

H., K. (2023, July 30). Combatting Burnout: Proactive Strategies for Employee Well-being. LinkedIn.

Top Workplaces. (2022, July 28). 11 Strategies for Preventing Workplace Burnout.

Request Pelatihan SDM Satu Persen x Life Skills ID

Untuk Perusahaan, NGO dan Pemerintahan:

+62 882-9762-5596 (Margareth, Whatsapp)

Untuk Organisasi dan Kemahasiswaan:

+62 851-7317-1568 (Sheila, Whatsapp)

FAQ

Apa itu burnout karyawan dan bagaimana dampaknya terhadap perusahaan?

Bagaimana cara mengidentifikasi tanda-tanda burnout pada karyawan?

Apa peran HR dalam mengatasi burnout karyawan?

Apa saja intervensi yang efektif untuk mencegah burnout di tempat kerja?

Bagaimana cara HR mengimplementasikan program kesehatan mental di perusahaan?

Apa manfaat In-House Training kesehatan mental untuk manajer dan karyawan?

Bagaimana cara mengukur efektivitas program kesehatan mental di tempat kerja?

Apa saja tantangan yang dihadapi HR dalam mengelola kesehatan mental karyawan?

Bagaimana pelatihan kesehatan mental dapat meningkatkan produktivitas karyawan?

Apa langkah-langkah yang harus diambil perusahaan ketika menghadapi kasus burnout karyawan yang serius?

Read More
judi

Mengatasi Kecemasan Karyawan: In-House Training Mental Health

Kecemasan di tempat kerja adalah masalah yang sering tidak terlihat namun memiliki dampak yang signifikan. Sebagai HR atau manajer, mengenali tanda-tanda kecemasan pada karyawan adalah langkah pertama yang penting untuk memberikan dukungan yang tepat. Berikut adalah beberapa tanda umum kecemasan yang mungkin muncul di lingkungan kerja:

1. Menghindari Interaksi Sosial: Karyawan yang mengalami kecemasan seringkali menghindari interaksi dengan rekan kerja atau keluarga.

2. Kekhawatiran Konstan: Mereka mungkin tampak selalu khawatir atau gelisah tanpa alasan yang jelas.

3. Mudah Menangis: Reaksi emosional yang berlebihan, seperti mudah menangis, bisa menjadi tanda kecemasan.

4. Iritabilitas dan Kelelahan: Perubahan mood seperti mudah tersinggung atau merasa lelah secara terus-menerus juga bisa menjadi indikator.

5. Perasaan Harus Sempurna: Karyawan yang merasa mereka harus sempurna dalam segala hal mungkin mengalami tekanan mental yang tinggi.

6. Kesulitan Tidur: Gangguan tidur sering kali dikaitkan dengan kecemasan.

7. Kesulitan Konsentrasi atau Mengingat: Kecemasan bisa mengganggu kemampuan kognitif, termasuk konsentrasi dan memori.

8. Kehilangan Minat dalam Pekerjaan: Jika seorang karyawan kehilangan minat atau motivasi dalam pekerjaannya, ini bisa jadi karena kecemasan.

9. Perubahan Pola Makan: Overeating atau undereating juga bisa menjadi tanda.

10. Keluhan Fisik: Gejala fisik seperti berkeringat, sakit perut, dan kesulitan tidur bisa menjadi manifestasi dari kecemasan.

Penting untuk diingat bahwa tanda-tanda ini bisa bervariasi antar individu dan tidak selalu menunjukkan kecemasan. Namun, jika Anda mengenali beberapa dari tanda-tanda ini pada karyawan Anda, mungkin sudah saatnya untuk mengambil langkah proaktif.

Pendekatan Proaktif HR dalam Mengatasi Kecemasan Karyawan

Dalam menghadapi kecemasan di tempat kerja, peran HR sangat krusial. Berikut adalah beberapa langkah proaktif yang dapat diambil oleh HR untuk membantu mengatasi kecemasan karyawan:

1. Meningkatkan Kesadaran: Tingkatkan kesadaran tentang kesehatan mental dan kesejahteraan di antara karyawan dan manajer. Penting untuk menekankan pentingnya mengatasi kecemasan di tempat kerja.

2. Menyediakan Pelatihan: Tawarkan program pelatihan dan workshop tentang pengelolaan kecemasan dan stres. Ini membantu karyawan mengembangkan strategi dan teknik untuk mengatasi masalah ini.

3. Mengintegrasikan Kesejahteraan dalam Organisasi: Jadikan kesehatan mental dan kesejahteraan sebagai bagian permanen dari budaya organisasi, memastikan bahwa hal ini secara konsisten ditangani dan didukung.

4. Mendukung Kebutuhan: Implementasikan sistem pendukung seperti Program Bantuan Karyawan (EAP) untuk membantu karyawan dengan kecemasan dan masalah kesehatan mental lainnya. Program ini menyediakan konseling profesional dan bantuan bagi karyawan yang membutuhkan.

5. Mencegah Krisis: Adopsi pendekatan proaktif untuk mencegah masalah kesehatan mental meningkat menjadi situasi krisis. Ini dapat dicapai dengan menangani masalah kecil sebelum menjadi lebih serius, dan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.

6. Menyesuaikan Dukungan: Sadari bahwa setiap karyawan unik dan mungkin merespons stres dan kecemasan secara berbeda. Sesuaikan program pendukung dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan spesifik setiap karyawan.

Dengan menerapkan strategi proaktif ini, profesional HR dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan, yang pada akhirnya mengarah pada lingkungan kerja yang lebih produktif dan sehat.

Membangun Lingkungan Kerja yang Mendukung

Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:

1. Pengakuan dan Penghargaan: Mendorong pengakuan antar rekan kerja dan memastikan bahwa karyawan merasa dihargai dan diapresiasi dapat berkontribusi pada lingkungan kerja yang positif.

2. Fleksibilitas dan Otonomi: Menawarkan jadwal kerja yang fleksibel dan otonomi dalam pekerjaan dapat memberdayakan karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja mereka.

3. Inklusivitas dan Rasa Pemilikan: Membudidayakan budaya inklusivitas dan rasa memiliki dapat meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

4. Kesempatan untuk Relaksasi: Memfasilitasi kesempatan bagi karyawan untuk bersantai dan bersenang-senang bersama dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif.

5. Lingkungan Kerja yang Nyaman: Menyediakan lingkungan kerja yang nyaman dan ergonomis, baik di kantor maupun untuk kerja jarak jauh, dapat berkontribusi pada kesejahteraan emosional karyawan dan meningkatkan fokus mereka.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung yang mengutamakan kesejahteraan karyawan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepuasan kerja, produktivitas, dan kebahagiaan secara keseluruhan di kalangan tenaga kerja.

Membangun Resiliensi dan Pemulihan

Membangun resiliensi dan pemulihan adalah aspek penting bagi individu dalam berbagai konteks, termasuk pemulihan kecanduan dan tantangan di tempat kerja. Berikut adalah beberapa wawasan kunci dari sumber yang disediakan:

1. Resiliensi dalam Pemulihan: Resiliensi dalam pemulihan melibatkan adaptasi terhadap perubahan, pemecahan masalah, dan pengolahan emosi secara sehat. Sangat penting bagi individu dalam keadaan sadar untuk secara aktif menghadapi hambatan dan tantangan, seperti masalah kesehatan mental, kesulitan keuangan, dan turbulensi hubungan.

2. Mengembangkan Resiliensi: Resiliensi adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan dan menjadi lebih kuat. Ini melibatkan antisipasi tantangan, praktik perawatan diri, dan belajar dari pengalaman. Resiliensi dapat dikembangkan melalui latihan dan ketekunan, dan merupakan aset kunci untuk sukses dalam pemulihan.

3. Peran Resiliensi dalam Pemulihan: Resiliensi sangat penting untuk mengatasi tantangan, bereksperimen dengan pendekatan baru, dan mendapatkan kembali produktivitas. Ini memungkinkan individu untuk bangkit kembali dari kemunduran dan muncul lebih kuat. Dalam pemulihan kecanduan, resiliensi sangat penting untuk mengatasi tantangan sehari-hari dan mencegah kambuh.

4. Inisiatif Resiliensi dan Pemulihan: Organisasi, seperti Harvard Human Resources, sedang menerapkan inisiatif untuk mendukung karyawan melalui perubahan yang mengganggu, tantangan, dan proses mendapatkan kembali produktivitas. Inisiatif-inisiatif ini bertujuan untuk membantu individu merespons, terlibat kembali, dan muncul lebih kuat sebagai individu dan sebagai organisasi.

Wawasan ini menekankan pentingnya resiliensi dalam pemulihan dan berbagai strategi dan inisiatif yang bertujuan untuk membangun resiliensi dan mendukung pemulihan dalam berbagai konteks.

Kesimpulan

Pentingnya peran HR dalam mengatasi kecemasan karyawan tidak bisa diabaikan. Dengan pendekatan yang tepat, HR dapat membuat perbedaan signifikan dalam kesejahteraan mental karyawan. Ini tidak hanya meningkatkan kesehatan mental karyawan, tetapi juga berkontribusi pada produktivitas dan kepuasan kerja secara keseluruhan.

Untuk membantu organisasi dalam menerapkan strategi-strategi ini, Life Skills Indonesia menawarkan program In-House Training Mental Health yang komprehensif. Program ini dirancang untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi HR dan manajer untuk mendukung kesehatan mental karyawan secara efektif.

Program In-House Training Mental Health dari Life Skills Indonesia mencakup berbagai topik penting, termasuk:

1. Pemahaman Mendalam tentang Kecemasan dan Resiliensi: Peserta akan mempelajari cara mengenali tanda-tanda kecemasan dan membangun resiliensi di tempat kerja.

2. Strategi Proaktif untuk HR: Pelatihan ini akan membekali HR dengan strategi dan alat untuk mendukung karyawan yang mengalami kecemasan, serta cara membangun lingkungan kerja yang mendukung.

3. Pengembangan Keterampilan Komunikasi dan Pendukung: Peserta akan belajar cara berkomunikasi secara efektif dengan karyawan yang mengalami kecemasan dan menyediakan dukungan yang mereka butuhkan.

4. Penerapan Praktis: Program ini tidak hanya teoritis, tetapi juga memberikan kesempatan untuk menerapkan apa yang dipelajari dalam situasi nyata.

Mengapa Harus Mendaftar?

– Peningkatan Kesejahteraan Karyawan: Dengan pelatihan ini, HR dan manajer akan lebih siap untuk mendukung kesehatan mental karyawan, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas keseluruhan di tempat kerja.

– Pengurangan Stigma: Pelatihan ini membantu mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental di tempat kerja, menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung.

– Investasi Jangka Panjang: Keterampilan yang diperoleh dari pelatihan ini merupakan investasi jangka panjang untuk organisasi, membantu membangun fondasi yang kuat untuk kesehatan mental karyawan.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi satu.bio/daftariht-igls. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk membuat perubahan positif di tempat kerja Anda dan mendukung kesejahteraan mental karyawan. Mari kita ambil langkah proaktif menuju lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif!

Request Pelatihan SDM Satu Persen x Life Skills ID

Untuk Perusahaan, NGO dan Pemerintahan:

+62 882-9762-5596 (Margareth, Whatsapp)

Untuk Organisasi dan Kemahasiswaan:

+62 851-7317-1568 (Sheila, Whatsapp)

Referensi

HRAnswers.org. (2022, July 28). How to Create an Encouraging and Supportive Work Environment.

Shepell, W. (2019, June 24). A Proactive Approach Towards Employee Mental Health in the Workplace. LinkedIn.

Harvard Business Review. (2020, August 7). 8 Ways Managers Can Support Employees’ Mental Health.

Substance Abuse and Mental Health Services Administration. (2023, November 6). Expanding Implementation of Mental Health Awareness Training (MHAT) in the Workplace. Link

FAQ

Apa itu kecemasan di tempat kerja dan bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja karyawan?

Bagaimana HR dapat mengidentifikasi tanda-tanda kecemasan pada karyawan?

Apa saja langkah proaktif yang dapat diambil HR untuk mengatasi kecemasan karyawan?

Bagaimana cara membangun lingkungan kerja yang mendukung untuk karyawan yang mengalami kecemasan?

Apa peran resiliensi dalam membantu karyawan mengatasi kecemasan?

Bagaimana program In-House Training Mental Health dapat membantu HR dan manajer dalam mengatasi kecemasan karyawan?

Apa saja manfaat jangka panjang dari mengatasi kecemasan karyawan di tempat kerja?

Bagaimana cara mengukur efektivitas intervensi kecemasan di tempat kerja?

Apa saja tantangan yang dihadapi HR dalam mengatasi kecemasan karyawan?

Bagaimana HR dapat bekerja sama dengan manajemen untuk mendukung karyawan yang mengalami kecemasan?

Read More
judi

Kiat Sukses Mengenali dan Menerima Diri untuk Kesehatan Mental

Di dunia yang serba cepat dan penuh tantangan ini, sering kali kita lupa untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri, “Siapakah saya sebenarnya?” Mengenal diri sendiri bukan hanya sebuah proses introspeksi, tapi sebuah perjalanan yang membawa kita pada pemahaman mendalam tentang siapa kita, apa yang kita inginkan, dan bagaimana kita bisa mencapai itu semua. Mari kita bahas beberapa alasan mengapa mengenal diri sendiri itu penting.

Pertama, mengenal diri sendiri membantu kita dalam menentukan jalan hidup. Setiap orang memiliki minat, bakat, dan nilai yang berbeda-beda. Dengan memahami aspek-aspek ini, kita bisa menentukan arah hidup yang lebih sesuai dengan diri kita. Seperti yang diungkapkan oleh ESQ Training, ini membantu kita mencapai tujuan hidup dengan lebih efektif dan efisien. Kita menjadi lebih fokus dan terarah, bukan hanya mengikuti arus atau apa yang diinginkan orang lain.

Kedua, mengenal diri sendiri memungkinkan kita untuk menemukan solusi yang tepat dalam menghadapi masalah. Setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan memahami hal ini, seperti yang dijelaskan oleh Muhammadiyah, kita bisa menemukan cara terbaik untuk mengatasi tantangan yang kita hadapi. Ini bukan hanya tentang menyelesaikan masalah, tapi juga tentang pertumbuhan pribadi dan profesional.

Ketiga, proses ini membuka mata kita terhadap potensi diri yang mungkin belum kita sadari sebelumnya. Menurut Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan mengenal diri sendiri, kita bisa mengidentifikasi dan memanfaatkan potensi tersebut untuk mencapai tujuan hidup dan karier yang kita impikan.

Keempat, mengenal diri sendiri meningkatkan kesadaran diri. Hal ini, seperti yang dijelaskan oleh Mindtera, membantu kita memahami bagaimana keputusan dan tindakan kita memengaruhi hidup kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Kesadaran diri ini penting untuk menjalani hidup yang harmonis dan bermakna.

Kelima, proses ini juga berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan diri. Seperti yang dibahas di Quora, dengan mengenal diri sendiri, kita menjadi lebih percaya diri dan mampu mengatasi rasa tidak pasti atau ketidakpercayaan diri yang mungkin kita alami.

Terakhir, mengenal diri sendiri juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan pribadi dan sosial. Dengan memahami nilai-nilai, kebutuhan, dan tujuan hidup kita, seperti yang dijelaskan oleh Gramedia, kita bisa hidup dengan lebih bahagia dan membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain.

Mengenal diri sendiri bukanlah sebuah proses yang terjadi dalam semalam. Ini adalah perjalanan yang membutuhkan waktu, refleksi, dan terkadang bantuan dari luar. Namun, manfaat yang diperoleh dari proses ini tidak terukur. Dengan memahami diri kita sendiri, kita tidak hanya memaksimalkan potensi diri, tapi juga membuka jalan menuju kehidupan yang lebih terarah dan bermakna.

Proses Berkenalan dengan Diri Sendiri

Setelah memahami pentingnya mengenal diri sendiri, langkah selanjutnya adalah memulai proses berkenalan dengan diri sendiri. Proses ini bukan hanya tentang mengetahui siapa Anda, tapi juga memahami kelebihan, kekurangan, nilai-nilai, minat, dan tujuan hidup Anda. Proses ini penting untuk meningkatkan kepercayaan diri dan membantu Anda mencapai tujuan hidup yang lebih baik. Berikut adalah beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk berkenalan dengan diri sendiri.

Refleksi Diri: Luangkan waktu untuk merenung dan memikirkan tentang diri Anda. Tanyakan pada diri sendiri, apa kelebihan dan kekurangan Anda? Apa nilai-nilai yang Anda pegang? Apa minat dan tujuan hidup Anda? Refleksi diri ini membantu Anda memahami diri sendiri dengan lebih mendalam.

Mencatat Pengalaman Hidup: Catatlah pengalaman hidup Anda, baik yang positif maupun negatif. Pelajari apa yang dapat Anda pelajari dari pengalaman tersebut. Hal ini akan membantu Anda memahami bagaimana pengalaman-pengalaman tersebut membentuk Anda menjadi pribadi seperti sekarang.

Mencari Umpan Balik: Mintalah umpan balik dari orang-orang terdekat Anda, seperti keluarga, teman, atau rekan kerja. Tanyakan pada mereka apa kelebihan dan kekurangan Anda menurut pandangan mereka. Umpan balik ini bisa memberikan perspektif baru tentang diri Anda yang mungkin belum Anda sadari.

Mencari Sumber Daya: Baca buku, artikel, atau ikuti kursus yang dapat membantu Anda memahami diri sendiri dengan lebih baik. Sumber daya ini bisa memberikan wawasan dan alat yang berguna untuk proses pengenalan diri.

Mencoba Hal Baru: Jangan takut untuk mencoba hal-hal baru. Hal ini dapat membantu Anda menemukan minat dan bakat baru yang mungkin belum Anda ketahui sebelumnya. Dengan mencoba hal baru, Anda juga belajar bagaimana menghadapi situasi yang tidak familiar dan belajar dari pengalaman tersebut.

Dalam proses berkenalan dengan diri sendiri, sangat penting untuk jujur dan terbuka dengan diri sendiri. Terimalah kelebihan dan kekurangan Anda dengan lapang dada. Ingat, tidak ada orang yang sempurna. Setiap orang memiliki keunikan dan potensi masing-masing. Dengan memahami diri sendiri dengan lebih baik, Anda dapat mengambil keputusan yang lebih baik, meningkatkan kualitas hidup, dan mencapai tujuan hidup yang lebih baik.

Cara Merefleksikan Pengalaman Hidup Anda

Merefleksikan pengalaman hidup bukan hanya tentang mengingat kembali apa yang telah terjadi, tetapi juga memahami bagaimana pengalaman tersebut membentuk Anda menjadi pribadi yang sekarang. Berikut adalah beberapa pengalaman hidup yang sering kali memberikan pelajaran berharga:

Traveling ke Tempat Baru: Traveling ke tempat baru membuka mata kita terhadap keanekaragaman dunia. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa pengguna Quora, pengalaman ini memperluas wawasan, memperkenalkan kita pada budaya dan perspektif baru, dan membantu kita menghargai keragaman.

Mengatasi Tantangan: Mengatasi tantangan mengajarkan kita untuk menjadi lebih tangguh. Menurut Hipwee, ini membantu kita mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan meningkatkan kepercayaan diri. Setiap tantangan yang berhasil kita atasi adalah bukti dari kemampuan kita untuk bertahan dan berkembang.

Membantu Orang Lain: Membantu orang lain memberikan kita rasa tujuan dan meningkatkan empati serta kasih sayang kita. Seperti yang dijelaskan oleh Suara.com, melakukan kebaikan bagi orang lain tidak hanya berdampak positif bagi mereka, tetapi juga bagi diri kita sendiri.

Menekuni Passion: Menekuni apa yang kita sukai memberikan kebahagiaan, kepuasan, dan rasa pencapaian. Kapanlagi.com menekankan bahwa mengejar passion membuat hidup kita lebih berwarna dan bermakna.

Membangun Hubungan Bermakna: Membangun hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman, dan orang terkasih memberikan kita dukungan, rasa memiliki, dan sumber kebahagiaan.

Dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan tempat kita di dunia. Pengalaman-pengalaman ini membantu kita belajar, tumbuh, dan berkembang sebagai individu. Mereka mengajarkan kita tentang kekuatan, kelemahan, nilai, dan apa yang benar-benar penting dalam hidup kita.

Pentingnya Menerima Diri Sendiri

Setelah memahami bagaimana pengalaman hidup membentuk kita, langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah menerima diri sendiri. Menerima diri sendiri adalah kunci untuk kesehatan mental dan kebahagiaan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa menerima diri sendiri itu penting:

Mengurangi Perasaan Negatif: Menerima diri sendiri dapat membantu mengurangi perasaan negatif dan meningkatkan kesehatan mental. Ketika kita menerima diri kita apa adanya, kita cenderung memiliki pikiran yang lebih positif dan sehat.

Kemampuan Menerima Orang Lain: Jika kita tidak mampu menerima diri sendiri, maka akan sulit untuk menerima orang lain. Ini berarti bahwa penerimaan diri tidak hanya memengaruhi bagaimana kita melihat diri kita sendiri, tetapi juga bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain.

Mencapai Kedamaian dan Mengurangi Rasa Cemas: Menerima diri sendiri dapat membantu kita mencapai kedamaian batin dan mengurangi rasa cemas. Ketika kita menerima kekurangan dan kelebihan kita, kita menjadi lebih damai dengan diri kita sendiri.

Meningkatkan Rasa Percaya Diri dan Kebahagiaan: Menerima diri sendiri juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kebahagiaan. Dengan menerima diri kita apa adanya, kita dapat merasa lebih puas dan bahagia dengan hidup kita.

Memahami Kelebihan dan Kekurangan Diri: Menerima diri sendiri membantu kita memahami kelebihan dan kekurangan kita, sehingga kita dapat bekerja untuk memperbaiki diri dan mencapai potensi terbaik kita. Self-acceptance adalah langkah awal untuk pertumbuhan dan pengembangan diri.

Dalam proses menerima diri sendiri, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, seperti memaafkan diri sendiri atas kesalahan masa lalu, mengenali kelebihan dan kekurangan diri, dan berlatih menjadi teman bagi diri sendiri. Dengan menerima diri sendiri, kita tidak hanya mencapai kebahagiaan dan kesehatan mental yang lebih baik, tetapi juga membuka jalan untuk memperbaiki diri dan mencapai potensi terbaik kita.

Kesimpulan

Setelah memahami pentingnya mengenal diri sendiri, merefleksikan pengalaman hidup, dan menerima diri apa adanya, kita sampai pada kesimpulan bahwa semua aspek ini adalah bagian penting dari pertumbuhan pribadi. Namun, pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita dapat mengaplikasikan semua pembelajaran ini dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi Anda yang berada di usia 20-an?

Salah satu jawabannya terletak pada pendekatan kurikulum Life Skills yang ditawarkan oleh Life Skills Indonesia. Program ini dirancang khusus untuk membantu Anda, terutama yang berada di usia 20-an, untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang diperlukan dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang di kehidupan dewasa.

Kurikulum yang ditawarkan oleh Life Skills Indonesia dirancang untuk memberikan pembelajaran yang tidak hanya teoritis, tetapi juga aplikatif dan relevan dengan kehidupan nyata. Ini berarti Anda akan belajar keterampilan yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi Anda yang berusia 20-an, ini adalah kesempatan emas untuk berinvestasi dalam pengembangan diri. Melalui kelas online Life Skills Indonesia, Anda akan mendapatkan alat dan sumber daya yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kehidupan dengan lebih percaya diri dan siap.

Untuk informasi lebih lanjut tentang kelas online Life Skills dan bagaimana Anda dapat mendaftar, kunjungi link berikut: https://satupersen.net/kelas-online. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk mengambil langkah maju dalam perjalanan pengembangan diri Anda.

Mari bersama-sama kita jadikan usia 20-an tidak hanya sebagai masa pencarian jati diri, tetapi juga sebagai masa pembentukan karakter dan keterampilan yang akan membawa kita menuju kesuksesan dan kebahagiaan di masa depan.

Referensi

Tampubolon, M. P. (2023, October 27). Change management: Manajemen perubahan: Individu, tim kerja, organisasi. Repositori Universitas Kristen Indonesia.

Tartakovsky, M. (2016). Therapists spill: 12 ways to accept yourself. Psych Central.

Sabrina Ramonoff. (2022, September 14). Self-acceptance: Characteristics, importance, and tips for improvement.

Seltzer, L. F. (2008). The path to unconditional self-acceptance. Psychology Today.

Elizabeth Perry. (2021, August 5). The path to self-acceptance, paved through daily practice.

Read More
judi

Apakah Puasa Berpengaruh ke Kesehatan Mental?

Puasa jadi Sehat Mental?
Satu Persen – Puasa jadi Sehat Mental?

Hai Perseners! Pas baca ini kalian lagi ngapain nih? Lagi santai sambil rebahan kah?

Gue ketika nulis ini sambil makan hehehe. Tapi tenang, udah buka puasa kok!

Makan dan minum adalah kebutuhan primer setiap manusia. Manusia membutuhkannya untuk bisa bertahan hidup. Tapi, gimana kalau kita gak boleh makan dan minum?

Saat ini, beberapa orang tengah menjalankan puasa. Ketika puasa mereka gak diperbolehkan makan maupun minum dalam kurun waktu tertentu. Nah, kira-kira gimana pengaruh puasa ke kesehatan fisik atau mental ya? Apakah puasa bisa berdampak positif?

Kalian berada di artikel yang tepat untuk mengetahui manfaat puasa bagi kesehatan fisik maupun mental, simak sampai habis ya!

Fenomena Puasa yang Biasa Dijumpai

Sebelum bahas manfaat, kita bahas fenomena puasa yang sering kita jumpai terlebih dahulu.

Puasa sangat erat kaitannya dengan budaya keagamaan. Tak hanya Islam, puasa juga dilakukan oleh masyarakat beragama Katolik, Buddha, Hindu, maupun Konghucu. Tradisi setiap agama bisa jadi berbeda dalam melaksanakan puasa tersebut.

Puasa juga dilakukan pada ranah medis. Seseorang yang akan melakukan operasi besar biasanya dianjurkan untuk berpuasa. Salah satu tujuannya adalah mengosongkan saluran cerna. Sisa makanan pada saluran cerna bisa mempersulit tindakan operasi nantinya.

Puasa juga banyak dilakukan untuk diet. Istilah yang biasa kita dengar adalah “intermittent fasting”. Diet ini umumnya dilakukan selama 16 jam dengan waktu yang bisa lo tentukan sendiri. Jika diet umumnya mengatur mengenai pembatasan jenis makan, metode ini digunakan untuk mengatur atau membatasi jam makan.

Fenomena Puasa
Gambar oleh: Super Fast Diet

Aktivitas yang Berubah Ketika Puasa

Ketika menjalankan puasa, hal yang biasa kita tahu adalah menahan lapar dan haus dalam waktu tertentu. Namun, dalam menjalankan puasa gak hanya sebatas itu. Dalam beberapa agama, salah satunya Islam, ketika berpuasa gak diperkenankan berkata yang kurang baik seperti mengumpat atau memaki.

Ketika keadaan normal kita bisa makan 3 kali sehari bahkan lebih. Sedangkan, ketika berpuasa kita memiliki beberapa batasan yang telah diatur. Maka dari itu, perubahan aktivitas seperti itu bisa berpengaruh pada tubuh kita.

Aktivitas yang Berubah Ketika Puasa
Gambar oleh: Makeameme

Manfaat Puasa untuk Kesehatan Fisik

Puasa biasanya dilakukan sekitar 10-20 jam. Selama waktu tersebut, seseorang gak boleh makan, minum, dan beberapa pantangan lainnya. Meskipun dalam aktivitasnya terkesan ekstrim, ternyata puasa dapat memberikan dampak baik ke tubuh kita.

Puasa bisa melancarkan metabolisme tubuh, sebagai detoksifikasi tubuh secara alami, sampai menurunkan berat badan. Puasa juga membantu mencegah dari penyakit kronis seperti kanker maupun jantung, membantu mengontrol gula darah, dan menurunkan kadar kolesterol darah. Selain itu, puasa mampu meningkatkan fungsi dan struktur otak yang mampu mencegah masalah seperti Alzheimer dan Parkinson.

Manfaat Puasa bagi Kesehatan Mental

Jika berbicara mengenai kesehatan fisik gak bisa jauh dari kesehatan mental. Keduanya saling berhubungan dan gak dapat dipisahkan. Kesehatan fisik berpengaruh pada mental dan sebaliknya.

Dalam hal ini, puasa juga punya manfaat untuk kesehatan mental. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan. Kita bahas satu-satu, yuk!

1. Puasa Dapat Mengurangi Stres

Ketika puasa, seseorang tanpa sadar memperbaiki pola makan. Misalnya, agar kuat berpuasa maka ketika pagi harus sahur terlebih dahulu. Pola makan baik akan menjaga hormon kortisol. Hormon kortisol tersebut bisa mengurangi stres.

Selain itu tubuh juga lebih banyak memproduksi hormon endorphin. Hormon endorphin juga berpengaruh dalam mengurangi stress. Tak hanya itu, terdapat hormon lainnya seperti serotonin, NGF, dan BDNF yang membantu membuat mood baik.

Coba Juga: Tes Tingkat Keparahan Stres

2. Memperbaiki Kualitas Tidur

Orang yang berpuasa biasanya menghindari melihat TV -atau media sosial- sampai larut malam. Mereka cenderung tidur lebih awal agar dapat bangun pagi untuk melakukan sahur. Juga, mereka merasa lelah seharian sehingga dengan mudah untuk tidur.

Tidur juga dapat menjaga kesehatan mental lo. Ketika lo memiliki cukup tidur, otak akan membantu lo fokus dalam menjalankan aktivitas. Maka sebaliknya, tidur yang kurang memiliki berbagai dampak negatif. Salah satunya, kurang tidur juga bisa menyebabkan kesulitan mengingat pada hal-hal di sekitar kita.

3. Meningkatkan Kemampuan Sosial (Social Skill)

Banyak tradisi yang dilakukan selama puasa. Biasanya ketika buka, keluarga atau teman berkumpul untuk berbuka puasa bersama. Hal ini bisa meningkatkan kedekatan dan kelekatan antar anggota.

Namun, Tapi tetap hati-hati ya perseners! Jika ingin mengadakan buka bersama di kala pandemi Covid-19 ini, ingat untuk selalu menerapkan 3M, ya! Sebagai alternatif kalian bisa coba memasak hidangan untuk buka bersama keluarga di rumah. Bisa juga melakukan buka puasa secara virtual bersama teman.

Memasak Hidangan untuk Berbuka Dapat Meningkatkan Social Skill
Gambar oleh: Unsplash

4. Self-Control atau Kontrol Diri yang Baik

Berpuasa bukan hanya menahan lapar dan haus saja. Ada beberapa pantangan yang gak boleh dilakukan. Misalnya berkata kasar, marah, berbohong, merokok, bahkan sampai berhubungan seksual.

Semua aktivitas kita sebenarnya berada penuh dalam kontrol kita. Kita sebenarnya bisa memilih untuk melakukannya atau enggak. Konsep reward dan punishment bisa mengambil peran dalam memutuskan sesuatu.

Kalau melakukan hal yang gak diperbolehkan saat puasa tersebut, bisa jadi terdapat punishment atau hal yang harus “dibayar”. Misalnya mengganti ulang puasa atau membayar denda tertentu. Punishment tersebut bisa membuat seseorang berpikir dua kali untuk melakukan pantangan puasa tersebut.

Orang yang berhasil gak melakukan pantangan puasa tersebut mendapatkan reward. Salah satunya adalah rasa puas terhadap kemampuan diri. Orang yang bisa mengendalikan diri untuk mematuhi “aturan” puasa berarti dia mampu memiliki self-control yang baik pula. Hal ini melatih diri untuk fokus terhadap apa yang bisa dikontrol dibandingkan apa yang gak bisa dikontrol.  

Baca Juga: Cara Mengontrol Emosi

Kondisi saat berpuasa membuat seseorang lebih bisa berempati dengan orang lain. Saat merasa lapar dan haus, seseorang menyadari adanya kondisi orang lain yang serba berkecukupan. Tak jarang, seseorang juga merasa “cukup” atas kondisinya.

Rasa empati tersebut terkadang membangkitkan inisiatif kemanusiaan. Banyak orang yang melakukan tradisi bagi takjil gratis sampai bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Hal tersebut bisa mengarah pada sikap altruisme.

Rekomendasi Youtube: “Ini Langkah Pertama Menjadi Sehat Mental (Cara Menjaga Mental)”

Dari Satu Persen

Puasa atau menahan gak makan maupun minum terdengar ekstrim untuk dilakukan. Namun, ternyata banyak penelitian yang justru membuktikan puasa memiliki banyak dampak baik untuk kesehatan fisik maupun mental. Jadi, kegiatan puasa ini aman untuk dilakukan asalkan sesuai kebutuhan dan aturan ya!

Tapi gak menutup kemungkinan ketika berpuasa lo gak lagi baik-baik saja. Terutama mengenai kondisi kesehatan mental. Apalagi kalo lo lagi ngerasain berbagai macam masalah. Saran gue, lo bisa coba konsultasikan ke Psikolog Satu Persen. Lo bisa bebas bercerita tanpa takut di-judge!

Kalo lo tertarik untuk membaca konten edukasi seperti ini, sabi banget cek artikel lainnya di Blog Satu Persen. Ada banyak artikel dengan tema-tema menarik dan bervariasi yang bisa lo baca. Jangan lupa juga follow Instagram @satupersenofficial dan Youtube Satu Persen, ya!

Sekian untuk artikel hari ini! Semoga bisa menambah insight lo dan berkembang se-enggaknya Satu Persen tiap harinya menuju #HidupSeutuhnya!  See you!

References

Adelayanti, N. (2020, April 29). Discovering the Advantages of Fasting for Mental Health. https://ugm.ac.id/en/news/19358-discovering-the-advantages-of-fasting-for-mental-health

Garcia,V. (2020, July 21). Kenapa Harus Puasa Sebelum Operasi? https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2998639/kenapa-harus-puasa-sebelum-operasi

Gilavand, A., & Fatahiasl, J. (2018). Studying effect of fasting during Ramadan on mental health of university students in Iran: A review. J Res Med Dent Sci, 6(2), 205-9.

Imran Khan Cancer Appeal. (n.d.). The Physical Health Benefits of Fasting in Ramadan. https://www.ikca.org.uk/news/physical-health-benefits-fasting/

Ini, B. H. (2020, April 30). Selain Islam, 5 Agama Ini Juga Punya Tradisi Puasa. https://kumparan.com/berita-hari-ini/selain-islam-5-agama-ini-juga-punya-tradisi-puasa-1tK3nEFddFu/full

Khan, M. M. A., Nor, N. M., Mamat, N. M., Mohd-Shukri, N. A., & Bakar, W. A. M. A. (2018). Fasting in Islam: a combination of spiritual elevation and prevention of diseases. IIUM Medical Journal Malaysia, 17(2).

Kinanti, A. A. (2021, April 1). 7 Manfaat Puasa untuk Kesehatan Fisik dan Mental.  https://www.popmama.com/life/health/annas/manfaat-puasa-untuk-kesehatan-fisik-dan-mental/7

Meo, S. A., & Hassan, A. (2015). Physiological changes during fasting in Ramadan. J Pak Med Assoc, 65(5 Suppl 1), S6-14.

Mousavi SA, Rezaei M, Amiri Baghni S, Seifi M. Effect of Fasting on Mental Health in the General Population of Kermanshah, Iran. J Fasting Health. 2014; 2(2): 65‐70.

Muza, V. (2021, March 13). Does Fasting Reduce Stress and Anxiety? (The Truth).  https://www.catesnutrition.com/does-fasting-reduce-stress-and-anxiety/

Nikfarjam, M., Noormohammadi, M. R., & Mardanpour-Shahrekordi, E. (2015). The effect of fasting on emotional intelligence. National Journal of Laboratory Medicine, 4(4), 67-71.

Ramadhan, M. I., (2021, April 12). Manfaat Puasa untuk Kesehatan Fisik dan Mental. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3627292/manfaat-puasa-untuk-kesehatan-fisik-dan-mental

Toda, M., & Morimoto, K. (2004). Ramadan fasting – Effect on healthy Muslims. Social Behavior and Personality: An international journal, 32(1), 13-18.

Read More
judi

Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi
Satu Persen – Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Hai Perseners! Apa kabar? Semoga selalu sehat ya… Kenalin gue Vina, Associate Blog Writer dari Satu Persen.

Coba jawab deh, siapa yang di masa pandemi kayak sekarang ini, jadi lebih aware soal kesehatan? Yap, sebenarnya salah satu hikmah baik dari pandemi adalah kita jadi jauh lebih aware soal pentingnya kesehatan. Hal itu kerasa juga buat gue.

Kalo dari pengalaman pribadi gue, gue jadi lebih rajin buat olahraga, minum vitamin dan juga jaga pola makan gue. Hal itu gue lakuin karena gue baru bener-bener sadar kalo kesehatan itu mahal harganya.

Ditambah lagi, gue juga sadar kalo ngga cuma kesehatan fisik aja yang penting buat gue. Ternyata kesehatan mental juga bisa dibilang sama pentingnya sama kesehatan fisik. Kenapa? Karena keduanya sama-sama mempengaruhi keproduktifan hidup gue.

Nah, buat lo yang mungkin masih bertanya-tanya nih: Kenapa sih kesehatan mental itu penting apalagi di masa pandemi? Dan gimana sih caranya buat menjaga kesehatan mental lo di masa pandemi? Lo bisa banget baca tulisan ini sampai selesai ya!

Yuk, kita bahas!

Oh ya, sebelum mulai bahas, lo bisa cobain dulu nih tes sehat mental yang dibuat oleh Satu Persen. Karena ini adalah salah satu langkah awal lo bisa menyadari kesehatan mental lo atau biasa dibilang sebagai bentuk  self-awareness.

Apa itu Kesehatan Mental?

Kalau mau bahas tentang pentingnya kesehatan mental, ngga afdhol rasanya kalo kita belum ngerti dulu tentang makna kesehatan mental atau mental health. Ya ngga, guys?

Lo mungkin udah ngga asing banget sama istilah kesehatan mental atau mental health. Karena belakangan ini, topik ini memang bener-bener lagi marak banget di sosial media termasuk di sosmed Satu Persen. Nah, kali ini coba kita bahas versi sederhananya.

Menurut World Health Organization (WHO), makna dari kesehatan mental adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya ngga adanya penyakit atau ketidakmampuan.

Selain itu, WHO juga menjabarkan tentang empat kriteria yang menjadi tanda seseorang itu sehat secara mental. Apa aja sih?

Yang pertama, mampu mengelola stres yang wajar.

Yang kedua, mampu bekerja secara produktif.

Yang ketiga, mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri.

Yang keempat, mampu memberikan kontribusi secara aktif di lingkungan sekitar.

Gue tanya deh, dari keempat kriteria diatas, lo sudah memenuhi yang mana aja? Hayo ngaku!

Lihat juga video Youtube Satu Persen: Seperti apa kesehatan mental itu?

Setelah tadi kita ngerti tentang makna kesehatan mental atau mental health, barulah kita coba bahas alasan dibalik pentingnya hal itu. Cusss!

Kenapa Kesehatan Mental Penting?

Pict from memegenarator.net

Sebelum gue jawab, gue mau coba memaparkan salah satu riset dari Salari et al. (2020) yang menjelaskan bahwa dampak yang terjadi dari pandemi COVID-19 adalah meningkatnya angka permasalahan mental seperti kecemasan, stres, dan depresi.

Di Indonesia, lembaga riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) menjabarkan data swaperiksa yang diambil Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dari Bulan April – Agustus 2020. Hasilnya, sebanyak 3.443 orang yang melakukan swaperiksa ternyata mengeluhkan permasalahan mental.

Data tersebut diambil dari 34 provinsi di Indonesia. Sekitar 47,9 persen diantaranya menunjukkan adanya gejala kecemasan, diikuti 36,1 persen menunjukkan gejala depresi dan 16 persen lainnya menyampaikan permasalahan trauma psikologis.

Gue disini sama sekali bukan bermaksud nakutin lo semua. Justru, gue pengen lo semua sadar akan kesehatan mental lo masing-masing. Khususnya di masa pandemi kayak sekarang ini.

Oke, balik lagi ke alasan pentingnya kesehatan mental.

There’s no health without mental health – David Satcher

Dari quote diatas sebenarnya menunjukkan kalo sehat mental itu emang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kenapa  gitu? Oke, disini bakal gue jelasin alasannya ya…

Kesehatan mental berhubungan dengan kesehatan fisik

Menurut profesor sekaligus psikiater klinis dari Langone School of Medicine, Charles Goodstein, menyampaikan bahwa sebenarnya otak manusia itu berhubungan erat dengan sistem yang namanya endokrin. Sistem endokrin sendiri bekerja untuk melepaskan hormon-hormon yang dapat memengaruhi keadaan mental kita.

Begitu juga dengan pikiran serta perasaan yang kita miliki ternyata dapat memengaruhi hormon-hormon yang berperan penting dalam sistem kerja organ tubuh kita.

Selain itu, gue juga inget salah satu dosen mata kuliah Biopsikologi gue pernah cerita kalo banyak juga kasus-kasus yang keluhan awalnya sakit perut, maag, letih yang berkepanjangan atau sakit kepala, ternyata waktu diperiksa lebih dalam penyebabnya adalah gangguan depresi. Nah, keduanya memang saling berkaitan, kan?

Kesehatan mental berhubungan dengan relasi sosial

Ketika lo berada di circle sosial atau lingkungan yang supportif dan ngga toxic, lo akan lebih mudah buat berkembang menjadi lebih baik. Begitu juga ketika lo berada di lingkungan yang mungkin seringnya justru ngerendahin lo, hal itu bakalan ngaruh ke harga diri dan bagaimana lo memandang diri lo.

Di sisi lain, ternyata saat lo mengalami permasalahan mental, lo secara ngga langsung lo memilih untuk menghindar dari relasi sosial lo, menutup diri lo,  atau bahkan emosi lo jadi sensitif ke orang lain. Akhirnya justru bisa menyakiti orang lain.

Well, itu tadi alasan kenapa penting buat lo aware sekaligus jaga kesehatan mental lo masing-masing. Kalo gue bisa simpulkan, bagaimana kita berpikir, bertindak, mengelola emosi, berinteraksi dengan lingkungan, semua itu ngga bisa lepas dari namanya kesehatan mental.

Setelah tau pentingnya kesehatan mental, lo mungkin langsung penasaran gimana caranya biar kita bisa jaga kesehatan mental kita masing-masing. Bener ngga? Tenang, gue bakalan bahas kok:)

Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Terus gimana sih biar gue bisa menjaga kesehatan mental gue sendiri?

Pertama, menerima diri agar lebih sehat mental

Buat menjaga kesehatan mental, lo perlu banget buat terima diri lo apa adanya. Selain lo terima diri lo, lo juga perlu untuk terima bahwa apapun yang udah terjadi di masa lalu adalah hal yang bisa jadi pelajaran buat lo jadi lebih baik lagi.

Terus kenapa lo perlu terima diri lo? Karena dengan lo terima kurang lebihnya diri lo, lo ngga perlu mencari validasi dari orang lain atas diri lo. Tentunya, hal itu bisa memudahkan lo untuk jadi lebih bahagia dan sehat secara mental.

Kedua, belajar buat mengelola stres saat pandemi

Ngga bisa dipungkiri kalo kita pasti mengalami stres di masa pandemi kayak gini. Tapi sebenernya lo perlu cari tahu cara lo masing-masing buat mengatasi stres lo. Bisa dengan kasih jeda dulu buat dengerin musik, baca buku atau bisa juga dengan menulis keluh kesah di buku harian lo alias journaling.

Sebenernya, dengan lo bisa mengelola stres dengan baik, lo juga sedang menjaga kesejahteraan diri lo. Apalagi di masa pandemi yang penuh akan ketidakpastian. Karena jangan sampe stres itu lo pendam terus sehingga sewaktu-waktu itu bisa jadi ledakan emosi yang luar biasa. Bisa bahaya!

Ketiga, menjaga pola tidur dan makan agar lebih sehat

Ketika lo menjaga pola tidur lo, misal dengan ngga banyak-banyak begadang, istirahat lo cukup, lo sebenernya juga sedang jaga kesehatan mental lo. Kok bisa? Karena saat lo punya jam tidur yang ngga teratur atau bahkan kurang, hal itu akan memengaruhi mood, konsentrasi, dan juga energi yang lo punya.

Selain tidur, lo juga perlu untuk menjaga pola makan dan juga makanan yang lo makan. Apa ngaruhnya ke kesehatan mental? Ngaruh dong. Saat lo makan makanan yang ngga sehat atau makannya ngga teratur, lo bakalan rentan buat sakit. Ketika lo sakit, itu bakalan ganggu aktivitas sekaligus suasana hati lo kan?

Sederhananya gini, kalo lo makan makanan yang sehat, tidur yang cukup, lo bakalan dapat energi yang cukup dan sekaligus menjaga imunitas. Ketika lo sehat, suasana hati lo akan lebih baik daripada saat lo sakit. So, stay healthy ya!

Baca juga: Cara Cepat Tidur Nyenyak

Nah, itu tadi tips yang bisa banget lo cobain untuk menjaga kesehatan mental lo. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, sepertinya banyak situasi yang membuat lo rentan mengalami masalah kesehatan mental.

Disini gue mau tekankan, kalo lo sebaiknya ngga cuma bisa sadar akan pentingnya kesehatan mental aja, lo juga perlu action buat menjaga kesehatan mental lo sendiri. Karena kalau bukan dari diri lo, siapa lagi?

Lo juga bisa liat video dari Satu Persen : Langkah awal biar bisa sehat mental

Dari Satu Persen

Kalau lo emang lagi ngerasa mental lo lagi ngga baik-baik aja. Dan hal itu udah bener-bener ganggu keberlangsungan hidup lo bahkan sampe membahayakan diri lo dan orang lo, it’s okay, lo bisa banget buat segera konsultasi ke profesional.

Jangan pernah sesekali lo lakuin self-diagnose! Kenapa? Karena dampak dari self-diagnose itu bahaya banget dan ngaruhnya ngga cuma ke diri lo aja tapi juga ke orang lain! Jangan coba-coba deh!

Nah, kalo lo saat ini sedang ngerasa bingung sama kondisi mental lo dan lo butuh dapetin gambaran jelas tentang kondisi lo. Lo bisa banget buat coba konseling masalah lo ke psikolog yang ada di Satu Persen. Disana lo bakalan dibantu buat nemuin jawaban atas kebingungan lo sekaligus cara mengatasi masalah mental lo tersebut. Buat lo yang berminat, klik gambar di bawah ya!

Satu-Persen-Artikel--Cover-Image--3-

Well, itu tadi tulisan terakhir gue di blog Satu Persen. Gue disini sekaligus mau pamit nih:’) Semoga kita bisa ketemu lagi next time.

Gue juga harap, semoga tulisan kali ini bermanfaat buat lo yang udah ngebaca. Paling ngga bisa kasih gambaran tentang pentingnya kesehatan mental dan bisa bantu lo berkembang seenggaknya Satu Persen tiap harinya. Semangat terus untuk #HidupSeutuhnya ya!

References

Lee, K. (2020, January 1). 20 ways to protect your mental health. Retrieved from  https://www.psychologytoday.com/us/blog/rethink-your-way-the-good-life/202001/20-ways-protect-your-mental-health

Mutiwasekwa, S. (2020, September 15). Simple ways to boost your mental health. Retrieved from : https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-upside-things/202009/simple-ways-boost-your-mental-health

RSUPS. (2020, November 26). Kesehatan jiwa di masa pandemi COVID-19 makin terancam?. Retrieved from https://rsupsoeradji.id/kesehatan-jiwa-di-masa-pandemi-covid-19-makin-terancam/

Salari, N., Hosseinian-Far, A., Jalali, R., Vaisi-Raygani, A., Rasoulpoor, S., Mohammadi, M., Rasoulpoor, S., & Khaledi-Paveh, B. (2020). Prevalence of stress, anxiety, depression among the general population during the COVID-19 pandemic: A systematic review and meta-analysis. Globalization and Health, 16(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12992-020-00589-w

World Health Organization. (2020, June 3). Mental health: a state of well-being. Retrieved From https://www.who.int/

Read More
judi

Mengenal Sandwich Generation dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Definisi, Penyebab dan Dampak Generasi Sandwich pada kesehatan mental
Satu Persen – Apa Itu Generasi Sandwich?

Kamu pernah makan roti sandwich? Makanan dengan isian daging, sayur, telor, dan saus yang kemudian diapit dua buah roti. Rasanya enak banget untuk nemenin sarapan dengan secangkir teh. Tapi, kalau sandwich generation, kamu pernah dengar, nggak?

Sandwich Generation
Cr: Google, spongebob sandwich

Yup, ternyata ada loh, istilah sandwich generation atau generasi sandwich. Istilah ini ditujukan untuk suatu fenomena dimana seseorang diapit oleh kebutuhan dua generasi sekaligus.

Hah gimana tuh maksudnya?”

Nah, di artikel kali ini, bersama gue Zahra, kita akan kupas tuntas apa itu sandwich generation! Mulai dari definisi, ciri-ciri hingga dampaknya. Baca sampai akhir, ya!

Apa yang Dimaksud Generasi Sandwich?

Sandwich generation atau generasi sandwich pertama kali diperkenalkan oleh A. Miller, pada 1981. Seorang profesor sekaligus direktur praktikum di Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS). Istilah ini dipakai dalam jurnalnya yang berjudul “The ‘Sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging”.

Nah, generasi sandwich dapat diartikan sebagai sebuah fenomena dimana seseorang harus menanggung kebutuhan, terutama kebutuhan finansial dari generasi atas dan generasi bawah. Generasi atas yaitu orang tua mereka dan generasi bawah yaitu anak-anak mereka. Seperti isian daging dalam roti sandwich yang dihimpit dua roti, generasi sandwich juga terhimpit oleh kebutuhan dua generasi yang berbeda.

Jadi secara sederhana, kamu yang berada di generasi sandwich dituntut untuk harus menghidupi dan mencukupi kebutuhan orang tua kamu sekaligus anak-anak kamu. Bukan hanya kebutuhan sehari-hari, tetapi juga kebutuhan kesehatan dan kebutuhan penting lainnya.

Perawatan untuk orang tua yang sudah mulai menurun kesehatannya karena faktor usia, juga kebutuhan tumbuh kembang si kecil. Karenanya, generasi sandwich biasanya ada pada middle age, atau orang-orang yang berusia 35-54 tahun.

Kok Bisa sih, Ada Generasi Sandwich?

Umumnya, generasi sandwich terjadi secara turun-temurun. Jadi ketika orang tua sudah terjebak dalam generasi sandwich, bisa jadi anaknya besok juga akan terjebak dalam situasi tersebut. Hal ini sering juga disebut sebagai siklus lingkaran generasi sandwich.

Masa muda dan produktif seseorang yang harus membiayai dua generasi sekaligus membuat mereka sering lupa dan kesusahan menyiapkan dana untuk masa tua. Oleh karena itu, mau tidak mau akan berdampak pada kebutuhan masa tuanya nanti yang harus ditanggung anaknya dan situasi ini terulang terus-menerus.

Di satu sisi, generasi sandwich juga terjadi karena kurang siapnya seseorang dalam mempersiapkan masa depan. Mempersiapkan dalam hal ini termasuk mengatur keuangan, pengeluaran, dan pemasukan untuk masa depan. Minimnya pengetahuan terkait asuransi kesehatan, jaminan hari tua, atau investasi untuk passive income juga menjadi faktor penyebab generasi sandwich ini.

Ciri-ciri Generasi Sandwich

Carol Abaya, seorang Aging dan Elder Care Expert (seniorliving.org) membagi ciri-ciri generasi sandwich yang dilihat dari perannya menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. The Traditional Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 40-50 tahun. Mereka diapit antara kebutuhan orang berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan bantuan finansial.

2. The Club Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 30-60 tahun, Mereka diapit antara orangtua dan anak, serta cucu (jika sudah punya) atau nenek dan kakek (jika masih hidup).

3. The Open Faced Sandwich Generation

Generasi ini berisi siapa pun (yang tidak profesional) yang terlibat dalam perawatan lansia.

Terlihat begitu berat ya, jika melihat definisi dari masing-masing perannya. Seseorang harus menanggung beban dan mengesampingkan keinginan dirinya sendiri. Hal tersebut tak jarang membuat generasi sandwich rentan mengalami stres.

Survey di Amerika Serikat pada tahun 2007 bahkan memberikan hasil bahwasanya generasi sandwich mengalami tingkat stres lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka dituntut untuk menyeimbangkan peran dalam perawatan anak dan juga orangtua mereka

Dampak bagi Generasi Sandwich

Selain mudah stres, beratnya beban yang harus ditanggung generasi sandwich terkadang membuat mereka menjadi kelelahan dan rentan mengalami gangguan mental, loh. Gangguan mentalnya seperti apa saja, sih?

1. Burnout (Kelelahan Fisik dan Mental)

Menghidupi orang tua dan anak-anaknya sekaligus tentu mengharuskan untuk bekerja super ekstra karena kebutuhan bertambah dua kali lipat. Hal tersebut tentu dapat mengakibatkan kelelahan fisik.

Bisa jadi jam tidur harus berkurang karena mengambil kerja tambahan demi pemasukan bertambah. Pulang larut malam untuk ambil lembur, atau bangun lebih pagi untuk pekerjaan tambahan.

Fisik yang diforsir setiap hari tentu akan merasa capek. Ibarat mesin nih, kalau dipakai terus-terusan dan super ekstra, juga bakalan panas sendiri.

burnout
cr: id.pinterenst.com

Di satu sisi, tentu mentalnya juga akan lelah. Orang-orang yang terjebak pada generasi sandwich hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi karena sehari-hari waktunya habis untuk bekerja. Padahal tak jarang hasil jerih payahnya hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.

Hal itu tentu mengurangi rasa puas setelah bekerja dan sulit meluapkan emosi atau refreshing bersama lingkungan sekitar.

2. Perasaan Bersalah

Meski sudah bekerja keras, perasaan bersalah juga sering dirasakan loh, oleh generasi sandwich. Perasaan ini muncul biasanya ketika mereka belum mampu memenuhi kebutuhan orang tua atau anak-anaknya secara maksimal. Mereka merasa harus bertanggung jawab atas semua keinginan orang tua dan anak-anaknya sehingga ketika ada satu dua yang belum bisa dipenuhi, perasaan bersalah akan muncul dan berkecamuk.

sandwich generation
cr: id.pinterest.com

Perasaan bersalah ini sebenarnya jika dibiarkan akan berbahaya dan mengganggu kesehatan mental. Mereka akan mudah menyalahkan diri sendiri dan belum bisa menghargai apa yang sudah ia kerjakan. Perasaan bersalah membuat seseorang mudah insecure dan sulit untuk mencintai diri sendiri.

3. Merasa khawatir terus-menerus

Sama seperti perasaan bersalah yang mudah hadir, generasi sandwich juga mudah merasa khawatir bahkan terus-menerus. Kekhawatiran akan masa depan orangtua dan anak-anaknya, dan yang pasti diri mereka sendiri.

Khawatir hasil kerjanya belum cukup membiayai kesehatan orang tua, atau khawatir pendidikan yang diberikan ke anak-anaknya belum maksimal karena keterbatasan biaya. Generasi sandwich juga sering khawatir sampai kapan mereka harus berada pada situasi seperti ini.

generasi sandwich - overthinking
Cr: knowyourmeme.com

Perasaan khawatir yang terus-menerus akan menyebabkan kecemasan berlebihan. Kecemasan ini pun jika diabaikan lama-kelamaan akan memuncak dan mengakibatkan depresi. Perasaan ini dapat dikurangi dengan membagi beban kepada orang lain. Baik dengan bercerita dengan teman sebaya atau sesama generasi sandwich, atau pun dengan keluarga besar mereka.

Baca Juga : Kecemasan, Wajar Gak Ya? Yuk Kenalan!

So, mulai dari sekarang, kita harus pandai mengatur keuangan agar tidak menjadi penyebab anak kita nanti terjebak dalam generasi sandwich. Pentingnya tabungan untuk hari tua dan passive income bisa loh, mulai kamu dipertimbangkan sejak dini.

Baca Juga: Cara Mengelola Keuangan Pribadi (Financial Plan)

Nah, buat kamu nih yang saat ini ternyata sedang terjebak di sandwich generation, first thing first: Bersyukur! Bersyukur karena dipilih Tuhan dan diberi kekuatan serta rezeki untuk bisa menghidupi dua generasi sekaligus. Keren banget nggak sih, berarti?

Dan, jangan pernah ragu untuk berbagi cerita tentang kehidupan kamu ketika sedang merasa berat. Cara ini bisa mengurangi potensi stres yang timbul akibat kerja keras dan beban yang kamu alami. Dengan berbagi, hati akan menjadi lebih lapang dan kembali terisi energi untuk beraktivitas.

“Tapi, harus cerita ke siapa?”

Cerita ke Satu Persen, dong! Karena Satu Persen menyediakan layanan konseling untuk kamu yang ingin berkonsultasi perihal berbagai permasalahanmu. Terlebih ketika dampak mental dari generasi sandwich sudah mulai kamu rasakan dan sangat mengganggu aktivitas sehari-harimu. Fix deh, kamu harus coba konsultasi ke Satu Persen. Untuk daftarnya?  KLIK LINK DISINI, YA! Kalau masih ragu, coba deh kamu ikut tes konsultasi dulu.

Terakhir, Gue Zahra, Blog Writer Satu Persen, sampai jumpa di artikel selanjutnya ya! Stay happy and healthy, Perseners!

Referensi

  1. Carol Abaya. (Januari, 1999). A Survival Course for the Sandwich Generation. New York. www.sandwichgeneration.com
  2. Dorothy A. 1981. MillerThe ‘sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging. Oxford University Press
Read More
judi

Ini Tanda-tanda Kalau Kamu Mengalami Kelelahan Mental

Halo, Perseners! Kenalin gue Zahra, salah satu Blog Writer Satu Persen.

Dulu waktu berada di semester akhir perkuliahan, gue pernah yang namanya ngerasain stres berkepanjangan. Gue yakin kondisi ini juga dirasakan temen-temen yang berada di semester akhir. Ngerjain skripsian yang nggak kelar-kelar, nungguin balesan e-mail dan revisi dari dosen pembimbing, juga  di sisi lain ngeliat temen-temen yang satu per satu lulus bikin kita ke-trigger, “Aduh, gue kapan ya…?”

Rasanya tuh kayak pusing, tapi juga udah hampir kehilangan motivasi buat ngerjain. Makan rasanya nggak enak, mau beraktivitas juga nggak bersemangat. Hilang arah dan nggak fokus, tapi di otak juga rasanya banyak pikiran. Haduh!

Ternyata nih Perseners, kondisi ini dalam psikologi disebut sebagai burnout atau kelelahan emosional. Yap, yang namanya capek atau lelah ternyata nggak cuma menyerang fisik aja. Mental yang ada di diri kita ternyata juga bisa lelah.

Apa Itu Burnout?

Menurut Psychology Today, Burnout dapat diartikan sebagai rasa lelah yang dirasakan secara emosi, fisik, dan mental akibat kondisi kehidupan sehari-hari. Kelelahan ini dapat disebabkan oleh stres yang berkepanjangan atau stres yang berlarut-larut.

Baca Juga: Cara Menghilangkan Stres Berkepanjangan

Istilah ini pertama kali digunakan oleh psikiater Amerika C. Maslach pada tahun 1975. Maslach menggambarkan burnout sebagai sindrom yang gejalanya menyoroti perubahan perilaku emosional dan fisik pekerja. Umumnya terjadi pada pekerja yang pekerjaannya berhubungan dengan pelayanan kemanusiaan, seperti polisi, guru, dan perawat rumah sakit.

Namun, semakin kesini istilah burnout tidak hanya digunakan dalam dunia kerja profesional. Tetapi juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan kondisi yang sama. Sehingga burnout dapat dialami oleh siapa pun, dimana pun, dan kapan pun.

Herbert, seorang psikolog, juga menggambarkan burnout sebagai usaha berkepanjangan yang sudah dilakukan namun tidak dapat memenuhi ekspektasi, sehingga menyebabkan kelelahan fisik dan mental seseorang.

Untuk lebih memahami nih Perseners, dimensi burnout secara garis besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu kelelahan, sinisme, dan inefisiensi. Yuk, kita bahas satu-satu!

1. Kelelahan

Dimensi ini merujuk pada banyaknya energi yang dikeluarkan untuk memenuhi ekspektasi yang tinggi. Ketika seseorang sudah melampaui batas maksimal yang dimiliki baik secara fisik maupun emosional, maka seseorang tersebut akan kekurangan energi untuk menerima hal-hal baru.

2. Sinisme

Sinisme mengacu pada bagaimana reaksi seseorang untuk menghadapi orang lain. Orang yang mengalami stres atau kelelahan mental, cenderung bersikap dingin atau mengurangi keterlibatan bahkan tidak terlibat terhadap sesuatu yang bersifat sosial. Sikap acuh yang dilakukan ini merupakan upaya untuk melindungi diri dari kelelahan yang dialami dan rasa kecewa yang mungkin terjadi.

3. Inefisiensi

Rasa lelah yang dialami seseorang secara terus menerus akan menciptakan inefisiensi dalam pekerjaannya. Hal ini erat kaitannya dengan timbulnya rasa kehilangan kepercayaan pada kemampuannya dan pada dirinya sendiri. Orang-orang yang mengalami burnout seringnya kehilangan motivasi untuk mengerjakan sesuatu yang bahkan sangat digemari.

meme burnout
Cr: Pinterest.com

Berbeda dengan kondisi stres yang menimbulkan cemas atau murung, kondisi burnout dapat menyebabkan timbulnya penyakit hipertensi dan depresi mental loh, Perseners.

So, nggak ada salahnya untuk tau ciri-ciri burnout untuk deteksi awal dan pencegahan burnout yang berkepanjangan.

Ciri-ciri Burnout

1. Merasa energi sangat terkuras atau sangat lelah

Orang yang mengalami kelelahan emosi seringkali susah untuk fokus melakukan sesuatu. Usaha lebih yang dikeluarkan untuk fokus inilah yang membuat energi cepat terkuras dan merasa sangat lelah.

2. Memiliki perasaan negatif atau sinis dengan pekerjaan seseorang

Seperti dimensi burnout yang kedua, orang-orang yang sedang burnout seringkali lebih sensitif perasaannya terhadap sesuatu. Sensitif dalam hal ini dapat diterjemahkan dengan perasaan mudah tersinggung atau memandang sesuatu dari segi negatif.

burnout - mudah tersinggung
Cr. idntimes.com

3. Berkurangnya produktivitas kerja

Produktivitas kerja saat burnout dapat berkurang beberapa diantaranya karena hilangnya motivasi melakukan sesuatu atau merasa sudah sangat lelah sehingga tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan maksimal seperti biasanya.

Gimana Perseners, apakah kalian merasakan salah satu dari ciri-ciri di atas? Kalian bisa loh, ikut Tes Tingkat Keparahan Stres dari Satu Persen untuk memastikan lebih jelasnya. Tesnya nggak ada batasan waktu dan nggak ada jawaban benar atau salah, jadi kalian bisa enjoy ketika mengerjakan. Langsung cobain aja tesnya dengan klik di bawah ini, ya!

Coba juga: Tes Tingkat Keparahan Stres: Mengenal Diri Lebih Dalam

Kalau hasil yang Perseners dapatkan menunjukkan tingkat stres yang tinggi dan mengarah ke burnout, it’s okay. Burnout memang sebuah penyakit, tapi setiap penyakit tentu ada obatnya dan bisa diatasi kok! Meski begitu, ada baiknya juga kalau kita bisa mencegah burnout ini. Berikut ada beberapa cara untuk mencegah agar burnout tidak terjadi.

Cara Mencegah Burnout

Narkevis, Compton, dan McCarthy (1993) menyarankan beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah burnout di pekerjaan. Tapi, menurut gue ini juga bisa teman-teman terapkan di non-pekerjaan. Langkah-Iangkah yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:

1. Job Redesign atau Mengatur Ulang Jadwal Keseharian

Cara ini digunakan agar kegiatan sehari-hari yang dilakukan tidak membosankan dan menimbulkan kelelahan. Memodifikasi atau me-redesign jadwal kegiatan kamu dapat dengan menyelipkan hobi di tengah-tengah aktivitas atau mengikuti pengembangan kapasitas keahlianmu agar meminimalisir kewalahan dalam bekerja.

2. Restrukturisasi Reward atau Merencanakan Ulang Pemberian Reward untuk Diri Sendiri

Cara ini dilakukan dengan merencanakan ulang reward atau penghargaan yang akan kamu berikan ke diri kamu sendiri ketika sudah berhasil melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabmu. Ketika kamu menghargai diri kamu sesuai dengan pengorbanan yang diberikan maka kamu akan merasakan kepuasan kerja yang lebih tinggi.

3. Performance Management atau Mengelola Performa Keahlian

Hal ini mengacu pada bagaimana diri kamu dapat mempertahankan apa yang sudah kamu capai. Salah satu caranya yaitu dengan mendapat umpan balik atau feedback dari orang-orang di sekitar kamu. Umpan balik ini dilakukan sebagai salah satu cara berbagi rasa dengan orang-orang di lingkungan kamu.

Tapi, ketika kamu sudah terlanjur mengalami burnout, hal utama yang perlu kamu lakukan adalah istirahat. Yap! Take a break first! Ibarat hidup adalah turnamen lari marathon nih, kamu harus ambil jeda atau istirahat sebentar untuk bisa lari lebih jauh. Kalau bahasa sekarangnya mah healing dulu. Healing dengan cara dan versi kalian masing-masing.

So, itu dia beberapa hal yang bisa gue bagikan ke kalian tentang burnout. Kalau kalian mulai merasakan gejalanya dan butuh teman cerita yang bisa kasih solusi, bisa banget ikut layanan konseling dari Satu Persen.

Di akhir, gue cuma mau pesan buat jangan lupa jaga kesehatan fisik dan mental kita di tengah tuntutan tugas yang mungkin nggak ada habisnya. Sayangi diri kalian dan be happy!

Referensi:

Nankervis, A.R., ComptoR R.L., McCarthy, TE. 1993. StrategiC Human Resource Management. Thomas-Nelson. Australia Melbourne.

Andrea Castello. Burnout. Retrieved from www-psicologiadellavoro-org. Diakses 2021

Read More