putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Menghadapi

judi

Tips Menghadapi Keluarga dan Ortu Toxic

Tips Menghadapi Keluarga dan Ortu Toxic
Tips Menghadapi Keluarga dan Ortu Toxic

Halo, Perseners! Pernah denger istilah ‘keluarga toxic’? Di era yang serba terbuka ini, kita sering banget denger istilah ini. Tapi, apa sih sebenarnya keluarga toxic itu?

Keluarga toxic bisa didefinisikan sebagai keluarga yang hubungannya penuh dengan kritik yang menyakitkan, dan kurangnya empati.

Keluarga toxic itu juga ibarat racun yang perlahan merusak. Mereka mungkin terlihat baik-baik saja dari luar, tapi di dalamnya penuh dengan manipulasI. Ini bukan cuma tentang orang tua yang toxic, tapi juga bisa melibatkan saudara atau anggota keluarga lainnya.

Dalam keluarga seperti ini, sering kali kita temukan kritik yang tajam dan menyakitkan, penggunaan diam sebagai bentuk hukuman, kebohongan, dan penyangkalan. Bahkan, dalam beberapa kasus, bisa terjadi manipulasi emosional dan fisik. Ini semua bukan cuma merusak hubungan keluarga, tapi juga berdampak besar pada kesehatan mental kita.

Mungkin di antara lo semua, pasti ada yang pernah merasakan atau bahkan hidup dalam lingkungan keluarga yang toxic. Ini bukan hal yang mudah. Kadang, kita merasa terjebak dan tidak tahu harus berbuat apa. Tapi, penting banget untuk kita sadari bahwa kita tidak sendirian dan ada cara untuk menghadapi situasi ini.

Kita sering melihat potret keluarga yang sempurna, tapi jarang yang membahas sisi gelapnya. Padahal, di balik senyum di foto-foto itu, bisa jadi ada cerita yang nggak pernah terungkap.

Mengapa kita harus peduli? Karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Keluarga yang sehat akan menciptakan masyarakat yang sehat. Sebaliknya, keluarga yang toxic bisa berdampak luas, tidak hanya bagi anggotanya tapi juga lingkungan sekitar.

Bagaimana Keluarga Toxic Berpengaruh pada Kesehatan Mental?

Perseners, apa sih dampak keluarga yang toxic pada kesehatan mental kita?

Ini penting banget, karena sering kali kita nggak sadar bahwa lingkungan keluarga yang toxic bisa berdampak besar pada kehidupan kita, terutama kesehatan mental.

Ada beberapa cara keluarga toxic bisa mempengaruhi kesehatan mental kita:

  1. Keluarga toxic sering kali membuat kita merasa tidak aman dan tidak dihargai. Ini bisa menimbulkan rasa cemas dan depresi. Kritik yang tajam dan konstan, misalnya, bisa membuat kita merasa tidak cukup baik dan selalu berada di bawah tekanan.
  2. Keluarga yang sering menggunakan diam sebagai hukuman atau manipulasi bisa membuat kita merasa terisolasi dan kesepian. Ini bukan cuma tentang tidak bicara, tapi juga tentang kurangnya dukungan emosional. Kita jadi merasa sendirian dalam menghadapi masalah.
  3. Kebohongan dan penyangkalan dalam keluarga toxic bisa membuat kita bingung dan meragukan diri sendiri. Ini sering disebut sebagai gaslighting, di mana kita dibuat meragukan realitas kita sendiri. Hal ini sangat berbahaya karena bisa merusak kepercayaan diri kita dan cara kita melihat dunia.
  4. Keluarga toxic sering kali membuat kita merasa bersalah dan malu atas perasaan kita sendiri. Ini bisa terjadi ketika kita mencoba berbicara tentang perasaan kita, tapi malah dianggap sebagai orang yang berlebihan atau sensitif. Ini membuat kita sulit untuk mengungkapkan perasaan dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
  5. Keluarga toxic sering kali memainkan permainan psikologis yang membuat kita merasa terjebak dan tidak berdaya. Ini bisa berupa manipulasi, ancaman, atau bahkan kekerasan fisik dan emosional. Semua ini bisa meninggalkan luka yang dalam dan sulit untuk disembuhkan.

Dampak keluarga toxic pada kesehatan mental kita ini serius banget. Tapi, penting untuk diingat bahwa kita tidak sendirian dan ada cara untuk menghadapi dan menyembuhkan diri dari pengaruh ini.

Apa Tantangan dalam Menghadapi Keluarga yang Toxic?

Menghadapi keluarga yang toxic bukanlah hal yang mudah. Ada banyak rintangan yang mungkin kita temui, dan mengenalinya adalah langkah pertama untuk bisa mengatasinya.

  1. Salah satu tantangan terbesar adalah mengakui bahwa kita berada dalam lingkungan keluarga yang toxic. Sering kali, kita tumbuh dengan memandang keluarga kita sebagai norma, sehingga sulit untuk menyadari bahwa apa yang kita alami tidak sehat. Mengakui bahwa ada masalah dalam keluarga adalah langkah pertama yang penting, tapi sering kali sulit dilakukan.
  2. Setelah kita menyadari adanya toxicitas, tantangan selanjutnya adalah bagaimana menghadapinya. Ini bisa sangat sulit, terutama jika kita masih bergantung secara finansial atau emosional pada keluarga kita. Rasa takut akan konsekuensi dari menghadapi mereka atau rasa bersalah karena ‘melawan’ keluarga bisa menjadi penghalang besar.
  3. Sering kali ada tekanan sosial dan budaya yang membuat kita merasa harus tetap menjaga hubungan dengan keluarga, meskipun itu beracun. Dalam banyak masyarakat, ada stigma besar terkait dengan ‘memutuskan hubungan’ dengan keluarga, yang membuat situasi ini semakin sulit.
  4. Tantangan lain adalah menghadapi gaslighting dan manipulasi. Keluarga yang toxic sering menggunakan taktik ini untuk membuat kita meragukan diri sendiri dan realitas yang kita alami. Ini bisa membuat kita merasa bingung dan tidak yakin tentang langkah apa yang harus diambil.
  5. Menghadapi dampak emosional jangka panjang dari keluarga toxic juga merupakan tantangan besar. Banyak dari kita yang tumbuh dalam keluarga seperti ini sering mengalami masalah kepercayaan, masalah dalam membangun hubungan yang sehat, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Bagaimana sih Cara Menghadapi Keluarga yang Toxic?

Perseners, mengetahui cara untuk menghadapi keluarga yang toxic penting banget, karena dengan strategi yang tepat, kita bisa melindungi diri dan kesehatan mental kita. Ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk menghadapi keluarga yang toxic.

  1. Membangun kesadaran diri. Ini berarti mengenali dan menerima perasaan kita sendiri. Sadarilah bahwa perasaan kita valid dan penting, dan kita berhak untuk merasa aman dan dihargai.
  2. Menetapkan batasan. Ini bisa berarti secara fisik menjauh dari anggota keluarga yang toxic atau membatasi interaksi dengan mereka. Menetapkan batasan ini penting untuk melindungi diri kita dari dampak negatif hubungan tersebut.
  3. Mencari dukungan. Ini bisa berupa terapi, bergabung dengan grup dukungan, atau berbicara dengan teman yang dipercaya. Berbicara tentang pengalaman kita dengan orang lain yang mengerti bisa sangat membantu dalam proses penyembuhan.
  4. Belajar untuk merespons daripada bereaksi. Ini berarti mengambil waktu untuk berpikir dan merespons dengan cara yang sehat, daripada bereaksi secara emosional yang mungkin memperburuk situasi.
  5. Fokus pada diri sendiri. Ini berarti menghabiskan waktu untuk merawat diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional. Lakukan aktivitas yang membuat kita merasa baik dan yang mendukung kesehatan mental kita.

Menghadapi keluarga yang toxic memang tidak mudah, tapi ingat bahwa kita memiliki kekuatan untuk melindungi diri kita dan memulai proses penyembuhan.

Kesimpulan

Perseners, kita sudah melalui pembahasan yang panjang dan mendalam tentang keluarga yang toxic. Mulai dari memahami apa itu keluarga toxic, dampaknya pada kesehatan mental, tantangan yang dihadapi, hingga strategi menghadapinya.

Dari tanda-tanda keluarga yang toksik, kita dapat memahami bahwa dinamika keluarga yang tidak sehat dapat berdampak besar pada kehidupan kita. Tanda keluarga toksik, seperti kritik yang menyakitkan, perlakuan diam sebagai bentuk manipulasi, kebohongan, penyangkalan, dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. Menghadapi situasi seperti ini bisa sangat menantang dan sering kali memerlukan dukungan eksternal untuk mengatasinya.

Ketika kita menghadapi situasi keluarga yang toksik, penting untuk mengakui bahwa lo mungkin memerlukan bantuan profesional untuk mengelola emosi dan situasi yang sulit ini. Konseling dapat memberikan ruang aman bagi lo untuk mengekspresikan perasaan dan mendapatkan perspektif yang lebih sehat tentang hubungan keluarga.

Dengan konseling, bisa bantu kita memahami dan mengatasi masalah yang kita hadapi, termasuk masalah yang berkaitan dengan keluarga toxic dan kita bisa mendapatkan perspektif baru, strategi yang efektif, dan dukungan emosional yang kita butuhkan.

Yuk, klik di sini untuk mendaftar. Ingat bahwa meminta bantuan bukanlah tanda kelemahan, tapi tanda keberanian dan langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik. Jangan biarkan stigma atau rasa takut menghalangi kamu untuk mendapatkan bantuan yang kamu butuhkan. Ingat juga bahwa lo gak  sendirian, dan selalu ada harapan dan bantuan yang tersedia. #HidupSeutuhnya.

Berikut rekomendasi judul dari blog yang sudah kita bahas:

  1. Mengatasi Keluarga Toksik: Langkah Menuju Kesehatan Mental
  2. Konseling Online: Solusi Hadapi Dinamika Keluarga Beracun
  3. Memutus Rantai Toxicity Keluarga dengan Bantuan Profesional

Referensi:

  1. Psycom.net. (2022). Are You in A Toxic Family? Signs & How to Cope. Retrieved from https://www.psycom.net/relationships/toxic-family
  2. Healthline. (2019). Toxic Family: 25 Signs and Tips. Retrieved from https://www.healthline.com/health/toxic-family
  3. Oprah Daily. (2021). 15 Signs of a Toxic Family Member, and What to Do About Them. Retrieved from https://www.oprahdaily.com/life/relationships-love/a29609819/signs-of-toxic-family/
  4. Imam, Q. (2022). What is Toxic Family Dynamics? Retrieved from https://www.linkedin.com/pulse/what-toxic-family-dynamics-quazi-imam-m-d
  5. MindBodyGreen. (2023). Toxic Family: 9 Signs Of A Toxic Relative + How To Deal. Retrieved from https://www.mindbodygreen.com/articles/toxic-families
  6. Regain. (2023). Toxic Family Dynamics: The Signs And How To Cope With Them. Retrieved from https://www.regain.us/advice/family/toxic-family-dynamics-the-signs-and-how-to-cope-with-them/
Read More
judi

Gimana Cara Menghadapi Orang dengan Penyakit Kejiwaan?

Gambar oleh Satu Persen - Menghadapi Orang Sakit Jiwa
Satu Persen – Menghadapi Orang Sakit Jiwa

Halo! How was your day, Perseners? Salam kenal, aku Ruth, salah satu associate blog writer di Satu Persen.

Kali ini, aku mau bahas penyakit kejiwaan yang orang masih sering gak tau cara menanganinya walaupun masing-masing dari kita punya obatnya. Bukan flu, bukan gondok, tapi penyakit kejiwaan.

“Sakit jiwa lu, ya?” “Maklum, lagi abis obatnya.”

Kamu mungkin gak asing sama kata-kata kayak gitu. Bercandanya sih memang gampang. Nyatanya, nyembuhin penyakit kejiwaan gak semudah memutar otak buat bales ledekan teman.

Tapi, gak perlu khawatir. Karena, sama aja kayak penyakit fisik, penyakit kejiwaan itu bisa disembuhkan. Mungkin sehari-hari kamu sadar ada orang-orang di sekitarmu yang kelihatannya lagi punya masalah. Walaupun gitu, gak ada cara pasti untuk tau apa yang lagi mereka pikirkan dan rasakan.

Dan kamu gak harus selalu tau.

Cukup tau aja kalo apapun yang kamu lakukan untuk membantu mereka melewatinya itu sangat berarti buat mereka. Soalnya, aku yakin kamu sendiri pasti pernah melewati masa-masa sulit. Dan ada saatnya juga kamu khawatir tentang kesehatan jiwa orang lain.

Sebelum tau cara menghadapi orang yang sedang mengalami penyakit kejiwaan, coba kita kenalan dulu sebentar sama definisi aslinya.

Apa itu Penyakit Kejiwaan?

Dikutip dari UU Kesehatan Jiwa No.18 Tahun 2014, Orang Dengan Masalah Kejiwaan alias ODMK adalah orang-orang yang punya masalah mental, fisik, sosial, pertumbuhan dan perkembangan.

Baca juga: Masalah Kesehatan Mental di Indonesia

Nah, kualitas hidup yang terganggu ini punya resiko bagi mereka yang punya penyakit kejiwaan untuk mengalami gangguan jiwa. Dan menurut American Psychiatric Association, konsep penyakit kejiwaan sendiri menunjukkan ciri disfungsi pada individu dan bukan disfungsi masyarakat.

Bisa itu berupa depresi, rasa putus asa, cemas, atau khawatir yang berlebihan. Mungkin juga memiliki halusinasi, rasa sedih tanpa alasan yang jelas, atau bahkan mudah marah karena penyalahgunaan zat narkoba.

Nah, kita kan udah kenalan dikit sama penyakit kejiwaan. Sekarang, gimana sih cara menghadapi orang dengan masalah kejiwaan?

Gimana Cara Menghadapi Orang dengan Masalah Kejiwaan?

Semisal kamu merasa kenal dengan seseorang yang memiliki penyakit kejiwaan, mungkin sulit bagimu buat tahu apa yang harus dilakukan. Kalo kamu sadar ada seseorang yang sedang mengalaminya, penting bagimu untuk gak menunggu. Jangan tunggu mereka datang dulu untuk minta bantuan.

Mencoba membuka pembicaraan dengan seseorang sering kali merupakan langkah pertama yang harus diambil ketika kamu tahu doi sedang mengalami masa yang sulit. Dengan cara ini kamu bisa tahu apa yang lagi membebani pikiran mereka. Cari tahu apa yang bisa kamu lakukan untuk meringankannya.

Dilansir dari Mental Health Foundation, berikut beberapa cara yang bisa kamu praktikan dalam menghadapi seseorang yang mengalami sakit jiwa:

1. Waktu dan Tempat Dipersilakan

Memberikan kebebasan buat doi mencurahkan apa yang lagi dirasa dan dipikirkan. Mulai dari waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan. Entah itu teralihkan dengan kamu yang curi-curi pandang sama notifikasi hp-mu atau kamu yang gak bisa dengar ceritanya karena rumahmu lagi ramai sama kuli proyek.

Jangan lupa untuk biarkan mereka menikmati kesedihannya. Cukup dengan memberi ruang untuk meluapkan apa yang dirasa dengan jujur tanpa menutup-nutupinya. Tapi, tetap sadarkan mereka saat kamu rasa kesedihan itu sudah menenggelamkan mereka sampai hilang kendali.

Begitupun kamu juga harus bisa mengendalikan diri. Jangan sampai melewati personal boundaries mereka. Kamu ada di sampingnya untuk jadi pendengar, jadi kamu gak harus mencecar-nya dengan banyak pertanyaan.

Podcast Satu Persen – Menjadi Pendengan yang Baik

2. Jangan Tekan Mereka

Biarkan mereka memimpin pembicaraan dengan kecepatan mereka sendiri. Jangan menekan mereka untuk memberitahu kamu apa pun yang belum siap mereka bicarakan. Berbicara membutuhkan banyak kepercayaan dan keberanian.

Kamu mungkin orang pertama yang bisa mereka ajak bicara tentang hal ini.

3. Jangan Self-Diagnose

Kecuali kamu ahli medis, meskipun kamu senang memberi dukungan, kamu bukanlah seorang konselor terlatih yang bisa menjustifikasi perasaan dan menentukan penyakit kejiwaan doi. Usahakan untuk gak membuat asumsi tentang apa yang salah. Dan jangan terlalu cepat membuat diagnosis atau mengikuti solusi kamu sendiri.

Gambar oleh pch.vector dari Freepik
Gambar oleh pch.vector dari Freepik

4. Buat Pertanyaan Tetap Terbuka

Coba tanyakan “Gimana kalo kamu ceritakan perasaanmu? Tapi, kalo kamu siap aja,” daripada “Aku bisa lihat kamu sedih banget, sih”.

Ingat untuk menjaga bahasamu tetap netral. Beri doi waktu untuk memproses perasaannya dan ngasih jawaban. Usahakan untuk gak memborbardirnya dengan terlalu banyak pertanyaan.

5. Berikan Solusi Menangani Stres

Perhatikan situasi kondisi dan toleransi dulu, guis. Saat dirasa ada kesempatan pas doi lebih tenang, sisipkan pembicaraan tentang cara menghilangkan stres atau mempraktikkan perawatan diri.

Coba juga: Cara Terbaik Merawat Diri

Bisa juga tanyakan apakah mereka menemukan suatu kegiatan yang berguna buat diri mereka kayak olahraga, jalanin pola makan yang sehat, atau bahkan tidur malam yang nyenyak juga bisa bantu melindungi kesehatan mental mereka.

Kamu bisa tonton video di bawah ini untuk mengetahui lebih jauh cara-cara mengatasi stres.

YouTube Satu Persen – Cara Menghadapi Stress

6. Dengarkan Baik-Baik

Kamu bisa ulang ke mereka apa yang mereka bilang buat memastikan kalo kamu udah mendengar dan memahaminya.

Kamu gak harus setuju dengan apa yang doi katakan, dan mungkin aja doi udah mengucapkannya berulang-ulang. Tapi, dengan menunjukkan kalo kamu memahami perasaannya aja kamu udah buat doi tahu kalo kamu menghargai perasaannya.

7. Ketahui Batasan Kamu

Kamu bisa inisiatif mencari bantuan atau informasi terkait kalo kamu yakin mereka dalam bahaya langsung atau ngalamin cedera yang memerlukan perhatian medis.

Kamu yang tau kalo dirasa harus ambil tindakan untuk memastikan mereka aman.

Gambar oleh pch.vector dari Freepik
Gambar oleh pch.vector dari Freepik

Tetap ingat kalo mereka juga punya personal boundaries tadi yang kusebut di atas. Hindari hal-hal yang kamu rasa sensitif. Berhenti kalo kelihatannya mereka gak nyaman membicarakannya alias hal-hal privasi yang kamu sendiri juga punya.

Mungkin kamu bisa coba posisikan dirimu sebagai mereka. Kamu juga pasti punya batas-batas yang gak mau orang lain lewati tanpa seizin mu, kan?

8. Tawarkan Bantuan Profesional dan Beri Informasi Terkait

Mungkin kamu bisa menawarkan doi buat pergi ke dokter umum bareng, atau bantu doi berbicara sama teman atau anggota keluarga.

Cobalah untuk gak mengambil kendali dan biarkan mereka membuat keputusan.

Tapi, kalo dirasa mereka udah hilang arah dan malah membuat keputusan yang buruk, ada baiknya kamu mengingatkan dan menyadarkan doi untuk tetap di jalan yang baik buat dirinya.

Sekiranya kamu kenal sama seseorang yang sedang memiliki penyakit kejiwaan dan membutuhkan bantuan profesional, atau kamu sekedar mencari informasi terkait menangani penyakit kejiwaan, kamu selalu bisa tanya-tanya atau cari informasinya melalui Satu Persen.

Dengan mengikuti layanan konseling yang disediakan oleh Satu Persen, kamu bakal dikasih tahu penanganan yang baik buat menangani orang-orang yang sedang mengalami masalah kejiwaan.

Selain bisa cerita dengan aman sama Psikolog Satu Persen, kamu juga bisa dapat banyak benefit lainnya, loh! Untuk benefitnya cukup klik aja gambar di bawah ini, ya.

Satu-Persen-Artikel--30--3

Sekian dulu dari aku, semoga artikel ini bisa membantu kamu lebih lagi menuju #HidupSeutuhnya, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Terima kasih dan sampai jumpa!

References

https://www.psychologytoday.com/us/blog/she-comes-long-way-baby/201908/what-is-mental-illness-and-who-has-it#:~:text=Mental%20illness%20is%20designed%20to,been%20more%20political%20than%20scientific.

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-couch/201903/everybody-needs-boundaries-6-ways-make-them-work-you

https://www.mentalhealth.org.uk/publications/supporting-someone-mental-health-problem

Read More
judi

5 Tips Menghadapi Komentar Negatif di Media Sosial

tips menghadapi komentar negatif di media sosial
Satu Persen – Tips Menghadapi Komentar Negatif di Media Sosial

Hi, Perseners! How’s Life?

Kenalin aku Fathur sebagai Blog Writer di Satu Persen.

Pernah gak kamu lagi scrolling di Twitter terus menemukan seseorang yang sedang dihujat sama netizen karena terkena kasus skandal? Nah, tentu gak dipungkiri lagi kamu bakal ngeliat kalimat-kalimat yang bernada provokatif, merendahkan, dan rasis dari netizen.

Tapi, apakah kamu pernah membayangkan jika kamu dalam posisi korban yang diberi komentar negatif oleh netizen di media sosial? Betapa ngerinya jika hujatan tersebut bisa memengaruhi pikiran dan kesehatan mental terlepas perbuatan kamu itu salah atau benar. Oleh karena itu, aku bakal ngasih berbagai tips cara menghadapi komentar negatif biar kamu tenang dan masih memiliki kesehatan mental yang baik.

Tapi, sebelum itu kita perlu tau dulu nih, apa itu komentar negatif. Yuk, langsung aja masuk ke pembahasannya!

Apa Itu Komentar Negatif?

hate speech meme
Sumber: imgflip.com

Komentar negatif atau biasa juga dikenal dengan kata hate speech didasarkan dari kata ‘hate’ yang berarti benci dan kata ‘speech’ yang berarti perkataan yang berasal dari ucapan seseorang. Jadi, apa itu komentar negatif?

Komentar negatif adalah perbuatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mengirimkan pesan provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada. Hal ini bisa kamu rasakan dalam bentuk verbal maupun lisan. Komentar negatif juga merupakan bagian dari marginalisasi di mana seseorang atau sekelompok orang digambarkan buruk (Eriyanto, 2011: 124).

Yang perlu Perseners juga ketahui, sayangnya kita gak bisa mengendalikan bagaimana cara orang lain berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, ada baiknya kita belajar untuk mengelola diri kita sendiri ketika menemukan hate speech di kehidupan sehari-hari kita.

Baca juga: Efek Negatif Cancel Culture bagi Kesehatan Mental dan Cara Mengatasinya

Bagaimana Cara Menghadapi Komentar Negatif?

Buat kamu yang sedang merasa terkena komentar negatif, tentu kamu bakal bingung memikirkan bagaimana cara menghadapinya. Tapi tenang, Perseners! Kamu bisa melakukan lima tips agar kamu bisa menghadapi komentar negatif dengan penuh ketenangan dan persiapan.

1. Refleksi Diri

mengenal diri
Sumber: pinterset.com

Cara pertama dengan refleksi diri yang merupakan bagian dari perenungan diri terhadap perasaan, kebiasaan, daana perlakuan yang telah diperbuat. Hal ini bisa kamu tanyakan kepada diri kamu sendiri seperti dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan atas, khususnya hal yang membuat kamu sampai bisa terkena komentar negatif.

Melakukan refleksi gak semudah dari apa yang kamu bayangkan. Kamu harus memiliki waktu yang benar-benar tenang untuk bisa memahami diri kamu. Tapi, kamu juga bisa mulai dari menyiapkan berbagai pertanyaan yang sedang terjadi belakangan ini dan nanti akan dijawab untuk mendapatkan solusinya ketika kamu sudah tenang.

Baca juga: 5 Cara Mengatasi Kesalahan dalam Hidup Agar Bisa Cepat Move On

2. Konfirmasi dan Hindari Konfrontasi

using phone - menggunakan ponsel
Sumber: pinterest

Meskipun kamu mendapatkan komentar negatif berupa opini tajam atau hujatan, kamu masih bisa melakukan sesuatu untuk hal yang kamu rasa itu salah. Tapi bagaimana cara membalas opini yang menyinggungmu ketika terkena komentar negatif?

Yang harus dilakukan sebelum menjawab adalah meneliti dan menyeleksi opini dengan saksama. Setelahnya, kamu bisa konfirmasi ujaran yang menurutmu kurang tepat. Tapi ingat, kamu harus tetap fokus menyinggung pesan yang diberikan, bukan mengarah pada penulisnya.

Cara lain juga dengan memakai komunikasi asertif dalam menyampaikan pesan yang akan diberikan. Komunikasi asertif membuat kamu untuk bisa menghargai orang lain meskipun pendapatmu berbeda dengan orang lain.

3. Tunjukkan Hal Positif

meme berpikir positif
Sumber: memecreator.com

Menumbuhkan citra yang baik pasca mengalami komentar negatif adalah suatu langkah yang tepat. Hal ini akan mengalihkan keburukan apa saja yang dikatakan orang lain tentang sifatmu. Kamu juga bisa sekaligus membuktikan bahwa sifat kebaikanmu yang sebenarnya di mata netizen. Hal positif yang kamu dapat berikan kepada netizen bisa seperti memberikan berbagai hal yang berguna bagi pengguna media sosial seperti aksi kemanusiaan dan memberikan informasi penting serta berguna.

4. Meminta Maaf dan Memaafkan

minta maaf - sorry
Sumber: pinterest

Tentu semua orang di muka bumi pernah mengalami kesalahan, bukan? Tapi, apakah di antara kalian pernah memaafkan orang yang salah dan meminta maaf jika kalian memiliki kesalahan? Mungkin terdengar suatu hal yang kecil, tapi ternyata sangat sulit dilakukan di kenyataanya. Khususnya dalam menanggapi komentar negatif.

Saat kamu mengalami komentar negatif, yang pertama kamu perlu lakukan adalah meminta maaf dengan menjelaskan kebenaran apa yang kamu telah perbuat agar orang lain bisa memahami. Selain itu, kamu juga perlu tulus ketika meminta maaf agar terhindar dari kebencian berkepanjangan.

Begitu pula dengan memaafkan. Jika terdapat salah satu netizen yang mencaci maki kamu, hal yang bisa kamu lakukan adalah memaafkannya terlebih dahulu agar diri kamu gak terbawa emosi. Setelahnya, kamu bisa menjawab hujatannya tanpa konfrontasi dan sikap yang ramah.

5. Report dan block

using phone
Sumber: pinterest

Jika komentar negatif yang kamu rasakan telah mengganggumu dan terlewat dari batas wajar. Maka yang kamu bisa lakukan adalah mulai melaporkan akun tersebut agar kamu bisa menyaring informasi yang hanya ingin kamu baca.

Tapi jika dirasa sudah sangat mengganggu sekali, kamu bisa mempergunakan fitur blokir di media sosial agar kamu tidak bisa lagi berinteraksi lagi dengannya. Sebelum kamu blokir, kamu juga perlu untuk mendokumentasikan hal-hal yang menyinggungmu sebagai alat bukti untuk kedepannya jika masalah menjadi lebih besar.

Dampak Komentar Negatif bagi Kesehatan Mental

Setiap orang mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Terlebih dalam menanggapi suatu permasalahan seperti komentar negatif. Tapi, tahukah kamu kalau komentar negatif ini memiliki berbagai dampak negatif?

Nah, salah satu dampak negatifnya adalah kamu berpotensi untuk meningkatkan beban akibat perbuatan yang dilakukan pelaku. Bahkan, hal ini juga dapat memicu terjadinya kekerasan hingga sikap prasangka buruk terhadap seseorang.

Misalnya, ada orang yang suka merendahkan orang lain berdasarkan gender yang ia miliki atau pendapatnya yang berbeda dengan yang lain. Hal ini akan menyebabkan seseorang banyak pikiran dan akan meningkatkan tingkat depresi seseorang.

Apakah kamu sedang mengalaminya? Kamu mendapatkan komentar negatif di media sosial dan mempengaruhi kesehatan mentalmu? Coba deh kamu ikut te sehat mental, gratis di sini.

Nah, jika kamu perlu bantuan karena merasa takut dan muncul tanda-tanda seperti kecemasan dan depresi, kamu bisa langsung menghubungi tim psikolog Satu Persen yang akan membantu kamu untuk memecahkan solusi yang sedang dialami.

Untuk lebih jelasnya kamu bisa klik di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1-1

Akhir kata, aku Fathur Rachman dari Satu Persen. Selamat menjalani #Hidupseutuhnya.

Referensi:

Kurniawan, R., Alhakim, A., Nur Arafah, N., Angelino, K., Tan, C., Internasional Batam, U., Gajah Mada, J., & Ladi, S. (2021). Cintai Diri Sendiri dan Bangun Simpati untuk Mencegah Bullying dan Hate Speech di Kalangan Pemuda. Jurnal ABDIMASA Pengabdian Masyarakat, 4(2), 44–51.

Read More
judi

Cara Menghadapi Teman yang Depresi Agar Merasa Lebih Tenang

cara menghadapi teman yang depresi
Satu Persen – Menghadapi Teman Depresi

Depresi adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang paling umum di dunia. Begitu pula di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, lebih dari 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk mengalami depresi. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa orang terdekat kita pun bisa mengalaminya.

Saat mengetahui teman atau orang terdekat mengalami depresi, kita bisa memberikan dukungan sosial untuk membantu mereka melewati masa-masa sulit. Namun, kita cenderung kebingungan bagaimana cara merespon dengan tepat.

Apa yang harus dilakukan ketika menghadapi teman yang depresi? Kali ini, aku, Sista, Blog Writer Satu Persen, akan memberikan tipsnya. Yuk, simak sampai akhir~

5 Hal yang Tak Boleh Diucapkan Kepada Teman yang Depresi

hal yang tak boleh diucapkan pada teman yang depresi
Cr: 9gag

Buat kamu yang belum pernah mengalami depresi sebelumnya, mungkin akan terasa sulit untuk memahami apa yang dirasakan oleh penderita. Berikut adalah beberapa frasa atau kalimat yang sebaiknya dihindari:

1. “Berbahagialah!”

Mengalami depresi itu berbeda dengan mengalami hari yang buruk. Kita mungkin bisa bangkit dari hari yang buruk dengan mudah. Sebaliknya, seseorang yang mengalami depresi memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang cukup lama. Bahkan, hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk benar-benar pulih.

Jika kamu meminta teman yang depresi untuk berbahagia, hal ini mungkin akan membuatnya semakin menderita. Sebaiknya berikan validasi atas perasaan mereka dengan kata-kata seperti, “Aku tahu mungkin perlu waktu untuk merasa lebih baik, masih ada harapan”.

2. “Kok bisa depresi?”

Temanmu mungkin terlihat baik-baik saja dalam hidupnya seperti memiliki pekerjaan yang hebat, rumah yang bagus, atau keluarga yang hangat. Namun, ketahuilah bahwa depresi tidak membeda-bedakan orang, tetapi semua bisa rentan terhadap depresi klinis. Orang yang terlihat hebat di permukaan kehidupan bukan berarti tidak terluka.

3. “Kamu tidak terlihat tertekan.”

tidak terlihat tertekan
Cr: knowyourmeme.com

Depresi dapat memengaruhi orang secara berbeda-beda. Sebagian besar mungkin akan merasakan perubahan pada kondisi kesehatan fisik akibat mereka terlalu lelah. Sebagian juga ada yang mungkin tampak benar-benar sehat seperti biasanya.

Mereka mungkin masih bisa pergi bekerja, bahkan tersenyum dan tertawa. Tidak ada yang tahu apa yang mereka rasakan di dalam pikirannya. Di sisi lain, mereka mungkin mengalami penderitaan internal namun tidak sanggup untuk menunjukkannya di depan umum.

Baca juga: Kenali 7 Macam Gangguan Depresi (Gejala, dan Cara Mengatasinya)

4. “Nanti ini juga akan berlalu.”

Benar jika hal ini akan berlalu, namun orang yang mengalami depresi merasa sulit untuk menerima kalimat tersebut. Ketika seseorang berada dalam kondisi depresi, ibaratnya mereka tidak dapat melihat cahaya di ujung terowongan. Depresi terasa tanpa henti dan rasanya tidak pernah berakhir. Daripada mengatakan kalimat tersebut, mungkin kamu bisa mengatakan, “Saat ini mungkin hari-harimu terasa sulit, yang pasti aku akan ada di sisimu untuk membantu”.

5. “Berhentilah merasa depresi.”

Kalimat ini dapat menyakiti hati seseorang yang sedang mengalami depresi. Jika bisa segera keluar dari fase ini, tentu mereka akan melakukannya. Namun, penyembuhan depresi memerlukan konseling, pengobatan, dan terapi yang tepat agar merasa lebih lega.

Itulah beberapa frasa atau kalimat yang sebaiknya dihindari untuk merespon temanmu yang mengalami depresi. Terkadang tanpa kita sadari kata-kata yang kita ucapkan akan berpengaruh terhadap kondisi mental seseorang. Maka dari itu, penting untuk kita pelajari bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Kamu bisa tonton satu video berikut ini untuk mendapatkan tipsnya:

Cara Membantu Teman yang Depresi

Lakukan hal-hal berikut jika temanmu mengalami depresi:

1. Tunjukkan kepedulian

tunjukkan kepedulian
Cr: memegenerator

Di tengah masa-masa sulit seperti ini, temanmu membutuhkan seseorang yang bakal peduli terhadap kondisinya. Misalnya, kamu bisa memberikan pelukan atau sentuhan tangan lembut untuk menunjukan bahwa kamu benar-benar peduli. Kalau merasa canggung dengan situasi ini, kamu juga bisa cukup mengatakan “Aku peduli sama kamu” atau kalimat lain sejenisnya.

Kata-kata puitis mungkin tidak begitu dibutuhkan dalam kondisi seperti ini. Pada intinya,  kamu perlu menunjukkan sikap kepedulian. Ini juga sekaligus memberi tahu orang tersebut bahwa ia penting bagimu.

2. Ingatkan bahwa kamu selalu ada untuknya

ingatkan kamu selalu ada untuknya
Cr: quickmeme.com

Menurut penelitian, orang yang mengalami depresi akan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar. Ini terjadi karena orang tersebut merasa tidak ada yang mengerti apa yang ia rasakan. Langkah penting yang bisa kamu lakukan adalah meluangkan waktu untuk mereka. Kamu bisa menghabiskan waktu bersama dan jangan lupa untuk menawarkan bantuan.

Jika ia belum siap untuk bercerita, tidak apa-apa. Cobalah untuk sering berinteraksi seperti menanyakan kabar, bagaimana kondisinya, dan hal lainnya tanpa terlalu memaksanya untuk bercerita. Kamu bisa temui secara langsung atau melalui telepon.  

Coba tes online berikut: Tes Sehat Mental

3. Tanyakan apa yang bisa dibantu

Depresi akan memberikan beban yang cukup berat bagi orang yang mengalaminya. Selain berpengaruh terhadap mental, depresi juga memengaruhi kondisi fisik seseorang. Jadi, mungkin ada banyak hal yang bisa kamu lakukan untuknya.

Ketika menawarkan bantuan, temanmu mungkin awalnya akan menolak tawaran tersebut karena takut membebani. Jelaskan padanya bahwa kamu tidak keberatan dan ingin membantu meringankan pekerjaannya.

Misalnya, daripada menanyakan “Apa yang bisa aku lakukan untukmu?”, lebih baik menawarkan bantuan secara spesifik seperti, “Boleh nggak aku datang ke rumahmu hari ini untuk bantu menyiapkan makan malam nanti?”.

4. Menjadi pendengar yang baik

menjadi pendengar yang baik
Cr: viralviralvideos.com

Saat temanmu sudah siap untuk bercerita, coba dengarkan dengan simpatik. Pastikan bahwa kamu mendengarkan tanpa memotong pembicaraan. Dengan memberikan keleluasaan untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi, kamu dapat membantunya untuk mengurangi perasaan tertekan.

Baca juga: Cara Menjadi Pendengar yang Baik (Kemampuan Mendengarkan Aktif)

5. Yakinkan bahwa ia bukan orang yang lemah

Orang yang mengalami depresi cenderung merasa lemah karena seolah ada  suatu hal yang salah dengan dirinya. Faktanya, depresi merupakan penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik, hormon, dan dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan zat kimia di otak. Hal ini bukan berarti mereka lemah, justru mereka membutuhkan banyak kekuatan tenaga untuk melawan.

Jadi, sebenarnya mungkin mereka jauh lebih kuat daripada yang dikira selama ini. Yakinkan bahwa ia kuat, tangguh, dan mampu melewati masa-masa ini.

6. Tekankan bahwa masih ada harapan

tekankan masih ada harapan
Cr: me.me

Seperti penyakit medis lainnya, depresi masih dapat diobati hingga pulih. Yakinkan temanmu bahwa masih ada harapan untuk bangkit dengan melakukan perawatan serta penanganan yang tepat.

Mungkin kamu bisa ajak temanmu untuk mulai mengikuti konseling dengan tenaga profesional di bidangnya. Misalnya, mengikuti program konseling dari Satu Persen. Selain diberikan asesmen mendalam dan terapi (jika diperlukan), sesi konseling ini juga dilakukan one-on-one dengan psikolog lulusan S2 profesi psikolog klinis dewasa. Klik banner berikut untuk informasi selengkapnya.

CTA-Blog-Post-06-1-16

Itulah beberapa hal yang perlu dihindari dan apa yang bisa dilakukan ketika temanmu mengalami depresi. Pastikan bahwa kamu membantunya sebisa mungkin hingga ia benar-benar pulih dari kondisi saat ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat, Perseners. Sampai jumpa!

Referensi:
Intrepid Mental Wellness. 10 Things You Should Never Say to a Depressed Person. Retrieved on February 23, 2022 from 10 Things You Should Never Say to a Depressed Person: Intrepid Mental Wellness, PLLC: Psychiatric Nurse Practitioners (intrepidmentalhealth.com)

Jamie Elmer (2019). 7 Tips to Help You Know What to Say to Someone with Depression. Retrieved on February 23, 2022 from 7 Tips to Help You Know What to Say to Someone with Depression (healthline.com)

Nancy Schimelpfening (2021). What to Say to Someone Who Is Depressed. Retrieved on February 23, 2022 from What to Say to Someone Who Is Depressed (verywellmind.com)

Rokom (2021). Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Retrieved on February 28, 2022 from Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia – Sehat Negeriku (kemkes.go.id)

Read More
judi

Cara Menghadapi Pasangan yang Punya Sehat Mental

Beberapa waktu lalu, gue sempet liat sebuah tweet tentang “takut ga si deket sama cewek/cowok yang tiap bulan nya harus kontrol ke psikiater?”. Tanggapan netizen ada yang pro, ada juga yang kontra.

Dari fenomena ini, gue melihat ada hal menarik untuk dibahas: Wajar gak sih kalau kita ngerasa takut sama orang yang, dalam tanda kutip ya, “bermasalah”? Dan yang menurut gue lebih penting lagi: apa yang sebaiknya dilakukan ketika kita punya teman atau pasangan yang punya masalah kesehatan mental?

Nah makanya lo baca artikel ini sampai habis, biar lo dapet insight-nya secara utuh.  

Apa yang ada dipikiran lo kalo mendengar orang dengan gangguan mental?

Apakah orang yang penampilannya acak-acakan dan suka ngemper di pinggir jalan? Orang yang berbahaya? Suka melakukan tindakan kriminal?

Well, hal-hal yang gue sebut tadi bisa dibilang adalah gambaran banyak orang tentang orang dengan gangguan mental. Nah, kalo menurut beberapa paper dan artikel yang gue baca, gambaran dan stigma negatif tentang orang-orang yang punya masalah kesehatan mental inilah yang jadi penyebab kenapa takut dan menghindar adalah respon yang cukup umum saat berhadapan dengan orang dengan gangguan mental.

Misalnya aja, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sering dianggap berbahaya karena berpotensi melakukan perilaku kekerasan yang tidak terduga. Dari situ orang jadi takut dan menganggap mereka sebagai ancaman keselamatan umum.

Padahal sebenernya justru orang-orang dengan gangguan jiwa ini lebih sering menerima tindak kekerasan dari orang lain. Bahkan di daerah-daerah banyak yang akhirnya dipasung sama keluarganya.

Pertanyaan berikutnya: kenapa sih bisa muncul stigma dan ketakutan-ketakutan kayak tadi? Secara umum ada dua hal yang paling banyak diangkat. Pertama adalah kurangnya pemahaman atas masalah kesehatan mental. Menurut gue ini cukup wajar mengingat hal-hal kayak gini bukan hal yang umum diajarin secara luas. Untungnya beberapa tahun belakangan sudah mulai banyak yang aware atas masalah ini.

Kedua adalah penggambaran yang kurang tepat atas orang-orang dengan gangguan mental di media. Baik itu di media massa, media sosial, atau media hiburan. Image-image tentang orang dengan gangguan mental yang suka melakukan kekerasan dan tindak kriminal tuh cukup umum ditampilkan di media.

Nah jadi kebayang ya, udah mah gak ada yang ngajarin, sekalinya dapet informasi di media mungkin kurang tepat. Atau minimal kurang menyeluruh lah. Makanya menurut gue cukup dapat dipahami kalo pada akhirnya banyak orang yang takut dan menghindari orang-orang dengan gangguan mental.

Wajar gak sih kalo kita pada akhirnya memilih menjauhi orang-orang yang “bermasalah”?

Well, menurut gue ini pertanyaan yang cukup tricky. Di satu sisi dapat dipahami bahwa ketika orang merasa takut dan terancam, menghindar bisa dibilang sebagai respon alami untuk melindungi diri.

Setiap orang mungkin punya batasan sendiri-sendiri dan bebas juga buat bersikap atas sesuatu. Tentu aja selama enggak ngerugiin apalagi nyakitin siapapun. Misalnya aja lo jadi ngelemparin batu atau ngeluarin kata-kata jahat, itu lain cerita.

Hal lain yang mungkin perlu diinget juga adalah ngasih bantuan atau jadi caregiver orang dengan gangguan mental bukan hal yang mudah dan sederhana. Dalam beberapa kasus mungkin juga bisa turut mengurangi kesejahteraan caregiver-nya. Makanya sebenernya pertanyaan tadi bakal lebih challenging kalo kasusnya adalah orang terdekat kita yang punya masalah kesehatan mental. Entah itu temen, keluarga, atau pasangan.

Di sisi lain, ngebiarin dan ngejauhin orang dengan gangguan mental mungkin bisa bikin gak nyaman nurani banyak orang. Terlebih kalo itu terjadi sama orang-orang terdekat kita. Oke mungkin gue perlu untuk narik analogi yang agak jauh dulu.

Gue cukup yakin kalo setiap orang pasti punya masalahnya masing-masing. Mungkin gak harus masalah kesehatan mental. Ada yang punya masalah kesehatan fisik, masalah finansial, masalah sosial, dan lain sebagainya.

Kalo coba kita refleksiin, gimana sih perasaan kita kalo semua orang, terutama circle terdekat kita,  malah menjauh karena masalah kita? Well, mungkin gak enak ya rasanya, terutama saat kita expect buat dapet support. Padahal di satu sisi, social support yang baik sebenernya berhubungan dengan kualitas kesehatan mental yang lebih baik.  

Terlepas dari dua sisi tadi, menurut gue memberikan support kepada orang terdekat yang lagi punya gangguan kesehatan mental adalah sesuatu yang layak untuk dicoba. Terutama buat mereka yang memang menunjukkan usaha untuk menangani masalahnya secara konstruktif, misalnya dengan rutin ke profesional.

Soalnya gini: kayak udah kita bahas sebelumnya, orang-orang dengan gangguan kesehatan mental mungkin menerima berbagai stigma dan perlakuan tidak menyenangkan. Gak cuma dari orang lain, tapi juga bahkan dari diri sendiri. Mungkin butuh keberanian ekstra buat akhirnya memutuskan mencari bantuan.

Support yang kita kasih bisa jadi semacam apresiasi sekaligus penguat juga buat mereka meneruskan usaha mereka mengatasi masalahnya. Again, tentu dengan catatan kita juga dalam kondisi yang siap dan memungkinkan buat ngasih support.

Terus, apa yang nih yang bisa dilakuin buat nge-support temen atau pasangan yang punya masalah kesehatan mental?

Well, sebenernya jawabannya cukup tergantung dari apa jenis masalah atau gangguannya.

Gangguan kecemasan mungkin beda dengan depresi, gangguan mood, atau schizophren. Konsultasi dengan psikolog atau psikiater jadi hal yang cukup krusial, gak cuma buat orang yang punya masalah tapi mungkin juga buat caregiver. Tapi secara umum ada beberapa hal yang direkomendasikan oleh NHS atau layanan kesehatan masyarakat UK. Gue gak berhasil nemu panduan dari organisasi di Indonesia, mungkin buat lo yang punya informasinya bisa juga share di kolom komentar.  

  1. Nyatakan concern lo dan sampaikan kalo lo mau bantu. Menyampaikan kekhawatiran lo atas kondisinya bisa jadi awalan yang baik. Dengan menyatakan bahwa lo pengen ngebantu, lo juga sekaligus ngasih pesan bahwa dia gak harus menghindari lo karena masalahnya.
  2. Tawarkan bantuan yang dibutuhkan. Bentuk social support sebenernya bisa macem-macem. Bisa bentuknya emotional support kayak lo ngasih ruang cerita, ngedengerin masalahnya tanpa nge-judge, atau ngasih assurance dan penguatan. Bisa yang bentuknya instrumental support kayak bantuin dia ngelakuin kegiatan sehari-hari yang gak bisa dia lakuin karena kondisinya. Misalnya kayak nyiapin makanan atau ngebersihin lingkungan tinggalnya. Atau bisa juga informational support kayak ngasih rekomendasi dan info bantuan profesional yang bisa jadi opsi buat dia. Lo juga bisa ajak dia buat pergi ke profesional buat konsultasiin masalahnya. Misalnya konsultasi psikolog di Satu Persen. Silakan sesuaikan jenis support yang mau ditawarin dengan kebutuhan dia dan batas kemampuan lo.    
  3. Jangan paksakan jika dia enggak mau dibantu. Sangat mungkin kalo orang yang mau lo bantu justru gak mau buat dibantu atau sekadar nyeritain masalahnya. Dalam situasi kayak gitu, mungkin menghormati keinginannya itu justru adalah support yang bisa lo berikan. Tentu aja bukan berarti kita tinggalin full, lo juga bisa secara berkala ngecek keadaannya dan bilang kalo lo siap bantu pas dia pengen dibantu.
  4. Sadari bahwa proses healing butuh waktu. Kalo misalnya dia mau untuk dibantu, hal yang perlu diinget adalah mungkin proses healing-nya bisa memakan waktu yang gak sebentar. Lo mungkin perlu kesabaran buat ngedampingin atau ngasih support tertentu. Terlebih kalo mood atau kondisinya naik turun, yang mana bisa aja berpengaruh ke reaksinya sama caregiver yang ngedampingin.
  5. Perhatikan juga diri sendiri. Lo gak harus ngorbanin diri sendiri buat ngasih bantuan ke orang lain. Sadari batasan lo dan tetap sediakan waktu buat diri sendiri.

Nah itu mungkin beberapa hal yang bisa lo pertimbangkan terkait isu ini. Akhir kata, takut dan ingin menghindar mungkin adalah reaksi yang umum saat menghadapi orang dengan masalah kesehatan mental.

Tapi jangan sampe reaksi-reaksi tadi menghalangi niatan lo buat ngedukung orang-orang terdekat mengatasi masalah kesehatan mental yang lagi dihadapinya. Tentu dengan catatan diri lo emang siap dan tetap perhatikan juga kesejahteraan diri lo sendiri.

Sekian dari gue. Gue Jhon dari Satu Persen, thanks.

Read More