putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Mengenal

judi

Mengenal Bagian dari Masa Lalu

inner child

Semua orang memandangku sebagai sosok yang percaya diri. Namun, sebenarnya, aku tidak pernah berani berdiri di hadapan banyak orang tanpa persiapan. Aku ingat, ketika namaku dipanggil tiba-tiba, jantungku berdebar kencang dan pikiranku menjadi kosong—aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mendadak lupa akan hal-hal lainnya, benar-benar merasa tidak berdaya. Rasanya, aku benar-benar harus memperbaiki hal ini.

Saat itu, aku duduk dihadapan seorang psikolog untuk menceritakan persoalanku ini. Ia bertanya, “Sejak kapan kamu merasa demikian?” “Hmm, sejak kapan ya?” pikirku dalam hati. Aku sudah terlalu lama merasakan ini, sampai aku lupa bertanya sebenarnya kapan awal mula situasi ini terjadi. Akhirnya aku sadar, bahwa perasaan ini telah kurasakan sejak masa kecilku— saat aku dipaksa bernyanyi dan dikritik di depan umum. Ternyata, memori puluhan tahun lalu itu sangat kuat hingga berbekas bertahun-tahun lamanya. Pengalaman masa kanak-kanak yang mempengaruhimu hingga saat ini— apakah kamu juga memilikinya? Mungkin, saran yang kuterima kala itu juga bisa membantumu: berdamailah dengan inner child-mu. Tunggu, apa itu inner child? Apakah dia bagian dari diriku?

Apa Itu Inner Child?

Menurut Dr. Diana Raab, seorang peneliti psikologis dan penulis, setiap dari kita memiliki inner child. Apakah itu sebenarnya inner child? Seperti apakah wujud keberadaannya?

Ahli menjelaskan inner child sebagai ekspresi sisi masa lalu kita, mulai dari masa kanak-kanak hingga setelahnya. Segala pengalaman hidup kita, baik pengalaman yang membawa kebahagiaan dan kesedihan, akan mempengaruhi kita dalam mengekspresikan diri ketika sudah dewasa. Pengalaman itu bahkan juga mempengaruhi proses tumbuh kembang kita selanjutnya. Seperti apa sih contoh pengaruh-pengaruh yang dapat diberikan inner child kepada perkembangan kita?

Contohnya, kita dapat melihat pergaulan kita ketika masih kanak-kanak. Menurut Cutting dan Dunn (2006), anak-anak yang sering bermain dengan teman-teman seusianya atau pun saudara yang mencintai dan mendukung dirinya akan tumbuh menjadi sosok yang mencintai petualangan ketika dewasa. Mereka juga cenderung memiliki kemampuan bersosial yang lebih baik karena mereka menyadari pentingnya bekerja sama dan berbagi kasih sayang. Tak hanya hubungan pergaulan, hubungan kita dengan orang tua juga banyak mempengaruhi hal itu, lho. Orang tua yang banyak menanyakan kabar dan perasaan anaknya sehari-hari mendorong anak untuk lebih peduli kepada kondisi temannya dan lebih memahami kondisi emosionalnya sendiri.

Namun, sama seperti pengalaman baik yang berhasil mempengaruhi kita secara positif dalam berbagai hal, pengalaman-pengalaman buruk yang kita rasakan juga dapat mempengaruhi kita. Trauma dan kesedihan masa lalu dapat tinggal dalam diri kita untuk waktu yang lama dan ketika ada trigger tertentu, dapat kembali timbul ke permukaan. Pengalaman menyedihkan seperti kehilangan teman semasa kecil, kekerasan psikis dan fisik, serta perpisahan keluarga dapat mempengaruhi kita sepanjang hidup. Tanpa benar-benar berdamai dengan inner child, kesedihan dan trauma dapat terus timbul sewaktu-waktu, bahkan ketika kita merasa telah melupakannya. Lho, jadi melupakan saja tidak cukup ya?

Alasan Mengapa Melupakan itu Belum Cukup

Terkadang, situasi masa lalu yang melukai inner child kita bahkan sudah tidak lagi kita ingat. Sudah pasti tidak ada orang yang ingin mengingat pengalaman yang melukainya. Mereka tentu ingin melupakan pengalaman ini. Namun, justru, upaya itu membuat kita merasakan sakit yang mendalam.  Riset menunjukkan bahwa tubuh menyimpan luka emosional dan fisik. Meskipun kita berusaha keras untuk melupakan hal itu dan melanjutkan kehidupan kita, luka itu bisa saja tetap tinggal. Ketika trigger-nya datang, kita kembali merasakan luka dan trauma sebelumnya.

Pengalaman menyakitkan di masa lalu ternyata dapat mempengaruhi kita melalui berbagai cara. Contohnya, cerita yang sudah disampaikan di atas. Pengalaman dipermalukan di depan umum membuatku merasa sangat gentar ketika harus berada di dalam situasi yang sama. Pengalaman diabaikan oleh orang yang kita kasihi sangat mungkin juga mempengaruhi kelekatan kita dengan orang lain. Pada beberapa kasus, hal-hal yang membuat trauma dan menyakitkan kita justru mendorong kita untuk melakukan hal yang sama. Misalnya, ketika kita sering dimarahi semasa kecil, kita memiliki tendensi untuk mudah marah. Hal ini merupakan bentuk pertahanan diri kita dari bahaya yang diciptakan oleh lingkungan agar situasi buruk yang dialami semasa kecil tidak lagi terjadi.

Dengan kata lain, hal ini lah yang nantinya akan membentuk alam bawah sadar kita ketika dewasa. Untuk bisa lepas dari kecenderungan kita yang disebabkan oleh pengalaman menyakitkan semasa kecil, kita tidak hanya harus melupakannya, tetapi benar-benar menyembuhkannya. Jika kita berusaha menghindarinya untuk merasa lebih baik, kecenderungan kita tidak akan pernah selesai.

Menyembuhkan Inner Child

Menyembuhkan inner child yang terluka bukanlah hal mudah, tapi harus dilakukan untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk menyembuhkannya, kita harus berusaha menghubungkan diri kita dengan sosok masa lalu kita yang terluka untuk berusaha bersama-sama menyembuhkan diri. Berikut beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk menyembuhkannya:

Menuliskan rasa sakit yang dirasakan adalah salah satu cara untuk menyembuhkan inner child kita. Dengan menulis, kita dapat mencurahkan emosi negatif yang selama ini kita simpan. Pengalaman-pengalaman buruk itu mungkin sudah lama tidak kita ingat, tetapi kemungkinan besar masih menetap dalam diri kita. Menulis membantu kita kembali mengingatnya, merasakannya, dan mendamaikan diri dengannya.

Kamu dapat menulis beberapa dialog dari sudut pandang inner child-mu. Hal ini mungkin membuatmu kembali teringat dengan luka yang kau miliki. Namun, setelahnya, kamu dapat merasa lebih lega dan menerima situasinya dengan lebih baik.

2. Melakukan Sesi Ho’oponopono Pribadi

Apa itu Ho’oponopono? Ini adalah proses memaafkan yang berasal dari Hawai, membantu kita untuk membangun kembali hubungan dengan orang lain—bahkan inner child kita. Kita dapat mengambil waktu untuk menyendiri dan mengatakan hal-hal ini:

I am sorry”, katakan itu kepada dirimu bukan karena kamu telah berbuat salah, melainkan karena kamu telah menyimpan emosi negatif untuk waktu yang lama dan tidak berusaha menyembuhkannya. Luka dan kenangan buruk itu kamu simpan dan tidak kamu ungkapkan sehingga memuncak dalam dirimu.

Please forgive me, ungkapkanlah rasa maaf yang lebih mendalam kepada inner child-mu. Ungkapkanlah maaf karena kamu tidak banyak mempedulikan cara pandangnya atau bahkan mencoba melupakannya. Permintaan maaf ini akan membawamu dapat mencintai dirimu dengan lebih baik, termasuk inner child-mu.

I love you, katakana bahwa apapun yang telah terjadi kepadamu, kamu mencintai dirimu sendiri tanpa syarat. Tunjukkanlah rasa cinta kepada dirimu yang terus bertahan hingga saat ini. Cintailah dirimu, tubuhmu, udara yang kamu hirup, dan perjalanan hidupmu.

Thank you, tunjukanlah rasa syukur atas kehidupan, cinta, dunia, dan pengalaman yang telah membentukmu menjadi sosokmu yang sekarang. Tunjukkanlah rasa syukur atas inner child yang telah bertahan meskipun memiliki perihnya luka yang dirasakan. Rasa syukur ini bisa membantumu lepas dari emosi negatif yang kamu rasakan.

Dalam melakukan proses ini, kamu juga dapat kembali membayangkan dan menvisualisasikan pengalaman-pengalaman masa lalumu dan perasaanmu saat itu. Upaya ini membuatmu lebih lega dan jujur kepada dirimu sendiri.

3. Membuka diri

Proses penyembuhan inner child adalah sebuah proses seumur hidup dan tidak memiliki akhir yang pasti. Oleh karena itu, penting untuk melakukan dua tahap sebelumnya untuk kembali membuka hubungan dengan inner child kita. Selanjutnya, mungkin akan ada banyak hal-hal baru yang kamu sadari dari masa lalumu. Oleh karena itu, tetap buka diri selama prosesnya.

Baca Juga “Self Healing Bisa Membuatmu Merasa Lebih Baik”

Berdamai dengan masa lalu memang tidak mudah dan bukanlah proses yang sebentar. Karena itu, kamu harus bersabar menghadapi setiap prosesnya. Jika kamu merasa kesulitan melakukannya sendiri, kamu dapat meminta bantuan psikolog untuk membantumu menghadapinya.

Satu Persen menyediakan layanan konseling online. Kamu bisa berkonsultasi one-on-one dengan psikolog jika merasa inner child-mu mengganggu kehidupan sehari-hari. Selain itu, Satu Persen juga menyediakan Tes Sehat Mental gratis yang bisa kamu coba untuk mengecek kondisi kesehatan mentalmu belakangan ini.

kelas-berdamai-dengan-diri-sendiri

Jangan lupa tonton video Satu Persen tentang “Trauma Masa Lalu” Follow juga Instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Semoga tulisan ini bisa membantumu hidup lebih baik, setidaknya Satu Persen setiap harinya.

Referensi

Jess, D. (2018, October 04). What Is Hooponopono? Benefits & Techniques In The Art Of Forgiveness. Retrieved August 07, 2020, from https://www.thenaturaldoctors.com/what-is-hooponopono/

Noorvitri, I. (2020, April 03). Memahami Inner Child dalam Diri. Retrieved August 07, 2020, from https://pijarpsikologi.org/memahami-inner-child-dalam-diri/

Raypole, C. (2020, July 08). 8 Tips for Healing Your Inner Child. Retrieved August 07, 2020, from https://www.healthline.com/health/mental-health/inner-child-healing

Raypole, C. (2020, June 26). Inner Child: 6 Ways to Find Yours. Retrieved August 07, 2020, from https://www.healthline.com/health/inner-child

Read More
judi

Emosi Itu Bukan Marah! (Mari Mengenal Emosi dari Aspek Ilmiah))

Pernah gak sih, kamu habis tengkar dengan seseorang atau baru saja melihat sebuah postingan di Instagram yang membuatmu…. emosi?

Duh, emosi banget aku ini!!!!” gumammu pada dirimu sendiri. Pasti pernah dong, entah baru-baru ini atau mungkin beberapa bulan yang lalu.

Orang-orang suka mengasosiasikan kata “emosi” dengan “marah”. Ketika melihat seseorang yang “emosi”, kita sering berpikir orang itu sedang marah, atau paling tidak sedang terlihat marah bagi kita. Namun tahukah kamu sebenarnya bahwa ketika seseorang “emosi”, itu bukan berarti dia marah, melainkan sejatinya bahwa dia merasakan luapan perasaan yang begitu bercampur aduk, tumpang tindih dalam waktu yang bisa dibilang singkat?

Bahkan KBBI mengatakan hal yang sama. Bahwa emosi adalah n 1 luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2 keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif); 3 cak marah;

Pengertian “marah” pun adalah sebuah ragam cakapan, tidak baku. Ya… bukan berarti salah juga, ya.

Nah, dengan mengetahui hal tersebut, aku akan bercerita sedikit tentang emosi. Mungkin kamu, atau bahkan aku, bisa mendapatkan sedikit insight dari apa yang akan aku tuliskan. Apa itu emosi?  Apa saja yang mempengaruhi emosi? Dan yang kurasa paling menarik, bagaimana memanfaatkan emosi kita untuk mencapai kebaikan dalam hidup?

Yuk, kita mulai!

Apa Itu Emosi?

Sebenarnya ada begitu banyak pengertian tentang emosi dikarenakan konsep emosi selalu berubah seiring berjalannya waktu dan untuk membicarakannya butuh waktu yang sangat banyak. Ada banyak teori yang membahas tentang emosi, dan hasilnya menarik-menarik. Namun aku akan mengutip satu pengertian emosi menurut Don Hockenbury dan Sandra E. Hockenbury dalam bukunya “Discovering Psychology”, emosi adalah kondisi psikologi yang kompleks yang mencakup tiga komponen berbeda, yaitu pengalaman subjektif, respon fisiologis, dan respon perilaku/ekspresif (Cherry, 2019).

Wow, terdengar ilmiah sekali. Robert C. Solomon dalam artikelnya juga menulis bahwa emosi adalah pengalaman kompleks akan kesadaran, sensasi jasmani, dan perilaku yang mencerminkan pemaknaan perseorangan terhadap sebuah kejadian, keadaan, atau peristiwa.

Sederhananya, emosi adalah (kumpulan) perasaan terhadap sesuatu yang dipengaruhi subjektivitas kita, respon tubuh kita, dan respon perilaku kita. Tiga hal ini mempengaruhi emosi kita dengan caranya masing-masing.

Subjektivitas mengacu pada bagaimana suatu hal yang membuatmu sedih, belum tentu membuat orang lain sedih. Respon tubuh kita mengacu pada bagaimana kondisi fisiologis bisa menjadi petunjuk akan emosi seseorang, contohnya ketika kamu gemetaran saat malam-malam melewati koridor toilet perempuan yang dirumorkan berhantu di malam hari, kamu akan mengaosiasikan bahwa kamu takut karena kamu gemetaran atau mungkin kamu gemetaran karena kamu takut.

Respon perilaku mengacu pada perilaku atau ekspresi seseorang ketika merasakan suatu emosi. Contohnya mungkin kamu sudah tahu. Bayangkan ketika seseorang tersenyum saat kamu menyenggol dan menjatuhkan makanannya. Apakah dia beneran tidak mempermasalahkannya? Atau dia hanya ingin cepat-cepat mengakhiri interaksi kalian? Apakah dia marah, sedih, atau mungkin kecewa?

Hal-hal yang menjadi petunjuk untuk menginterpretasikan emosi seseorang (baik dirimu sendiri maupun orang lain) ini penting bagimu untuk diketahui. Ketika kamu sering atau bahkan mungkin mahir dalam menginterpretasikan emosi seseorang, ini berarti emotional intelligence-mu tinggi.

Apa Itu Emotional Intelligence?

Emotional Intelligence atau EQ adalah kemampuan untuk mengerti dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain dan menggunakannya untuk berinteraksi dengan efektif (Segal, Smith, Robinson, & Shubin, 2019).

Memiliki EQ yang baik berarti memiliki pengelolaan emosi yang baik dengan lingkunganmu. Kamu bsia menghindari situasi-situasi yang tidak diinginkan seperti dikatain tidak peka karena kamu gagal take a hint dari temanmu yang sudah mengedipkan mata agar kamu bekerja sama untuk berbohong sedikit dalam usaha nge-prank temanmu yang lain. Berbeda dengan IQ, EQ tidak punya parameter atau standar yang bisa dipakai untuk mengaktan bahwa EQ-mu rendah atau tinggi. Menurutku, Emotional Intelligence is a skill you hone as you live.

Ada beberapa aspek penting dalam EQ yang perlu kamu perhatikan. Yang pertama adalah kesadaran emosional. Ini maksudnya adalah kamu harus bisa menyadari dan mengetahui emosimu sendiri dan orang lain, bagaimana mereka mempengaruhimu dan emosi apa yang muncul ketika kamu berada di dalam suatu keadaan tertentu. Dengan menyadari kondisi emosionalmu, kamu dapat menilai dirimu lebih baik dan mengambil keputusan yang tepat dalam kondisi tertentu terlepas dari banyaknya emosi yang menghujanimu.

Dengan menyadari dan mengetahui emosi orang lain, atau berempati, kamu dapat mengira-ngira tindakan apa yang dapat kamu ambil dalam situasi tertentu. Terdengar sulit, tetapi kalau kamu terus berusaha menajamkan hal ini, kamu pasti bisa memiliki kesadaran emosi yang baik. Tonton video ini untuk mendapat insight lebih banyak soal tips mengontrol emosi!

Yang kedua adalah manajemen diri. Ini maksudnya adalah kamu mampu untuk mengatur emosi yang sedang kamu rasakan, menghindari pemikiran impulsif, dan memanfaatkan emosi yang kamu rasakan untuk mengambil keputusan yang positif.

Bayangkan sebuah situasi yang cukup berat secara emosional, katakanlah pacarmu tiba-tiba meng-upload foto bersama orang lain dengan intimasi yang bisa dibilang sama atau bahkan ngalah-ngalahin kamu dan pacarmu. Kamu mungkin akan termakan oleh luapan emosi, entah itu marah, kecewa, jijik, bingung, penasaran, apapun itu.

Ketika kamu berada dalam kondisi seperti ini, kemampuan untuk mengatur emosimu sangatlah penting. Jangan biarkan emosimu menguasai dirimu, namun cobalah untuk tenang, ketahui bahwa emosi yang kamu dapatkan itu respon yang manusiawi dari peristiwa tersebut, dan mulailah memproses peristiwa itu dengan kepala dingin.

Gunakan emosi-emosi yang kamu rasakan menjadi “bensin”mu. Gunakan amarahmu untuk semangat mencari tahu siapa orang di foto tersebut, gunakan rasa kecewamu untuk mengingat hal-hal baik yang sudah terjadi, dan seterusnya. Tidak bisa dipungkiri memang terkadang kita kalah dari emosi, tapi aku harap kamu, aku, dan kita semua terus berusaha untuk memiliki EQ yang baik! Aku punya tips dalam manajemen emosi, yuk tonton video ini!

Yang terakhir adalah manajemen hubungan. Ketika kamu sudah lebih mahir dalam mengatur emosimu sendiri, bukan hal yang mustahil bagimu untuk bisa mengatur hubunganmu dengan orang-orang di sekitarmu dengan lebih baik. Kamu paham dirimu dan kamu berempati pada orang lain. Hal ini akan memberikanmu informasi-informasi untuk membantumu mengambil keputusan dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Nah, kalau kamu ingin mengetahui kualitas hubunganmu dengan pasangan, kamu bisa mencoba Tes Relationship Quality.

Video ini bisa membantumu dalam mengetahui cara memahami emosi diri sendiri dan orang lain.

Jadi, Emosi Itu Penting Apa Tidak?

Hm… kalau kamu jawab tidak… aku bisa-bisa merasa “emosi”, loh. Hehe, bercanda!

Oke jadi begitulah, tentang emosi. Kita memiliki sangat banyak emosi yang kita rasakan tiap harinya. Cukup sulit untuk mendefinisikan emosi yang kita rasakan karena sejatinya kita merasakan emosi itu selalu dalam sebuah spektrum yang tidak terlihat ujungnya. Kalau kamu perlu bantuan dalam manajemen emosi, coba deh ikut layanan mentoring online Satu Persen. Kamu bisa bercerita mengenai masalahmu one-on-one kepada mentor.

Akhir kata, semoga tulisanku ini berguna ya! Kalau kamu mau cek tulisanku yang lain, aku sedang menulis cerita di wattpad, judulnya LIGHT dan aku memiliki LINE Official Account tempatku menulis (ID: @ans3035i) Terima kasih banyak!

Konsultasi Satu Persen Psikolog

References

Cherry, K. (2019, July 17). Emotions and Types of Emotional Responses. Retrieved from verywellmind: https://www.verywellmind.com/what-are-emotions-2795178

Psychology Today. (n.d). Emotional Intelligence. Retrieved from Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/intl/basics/emotional-intelligence

Segal, J., Smith, M., Robinson, L., & Shubin, J. (2019, October). Improving Emotional Intelligence (EQ). Retrieved from HelpGuide: https://www.helpguide.org/articles/mental-health/emotional-intelligence-eq.htm

Solomon, R. C. (n.d). Emotion. Retrieved from Britannica: https://www.britannica.com/science/emotion

Read More
judi

Mengenal Self-Healing dan Cara Menerapkan di Kehidupan Sehari-hari

Mengenal Self-Healing-dan-Cara-Menerapkannya-di-Kehidupan-Sehari-hari-untuk-Menyembuhkan-Luka-Batin

Hai, Perseners! Bagaimana kabarmu hari ini? Aku harap, kamu dalam keadaan yang baik secara fisik maupun psikis. Tapi gak masalah kalau saat ini kamu lagi ngerasa gak baik-baik aja. Bisa ku bilang, kamu berada di artikel yang tepat, dan aku harap tulisanku kali ini bisa menjadi teman yang sedikit membantumu untuk merasa jauh lebih baik melalui self-healing.

Merasa “gak baik-baik aja” bukan hal yang jarang kita temui dalam kehidupan. Banyak peristiwa dan pengalaman yang akhirnya membuat kita berada di fase tersebut. Nah, kita bisa mulai dengan mengenali pengalaman apa aja sih yang biasanya membuatmu merasa “tidak baik-baik saja”?

Gagal di tes interview kerja? Diputusin pacar? Ngerasa gak punya teman? Kekerasan yang dialami sejak masih kecil? Atau berbagai masalah lainnya?

Lalu apa yang kamu rasain ketika mengalami pengalaman tersebut?

Sakit hati? Kecewa? Marah? Sedih? Apakah pengalaman tersebut meninggalkan luka bagi dirimu? Membuatmu merasa trauma dengan pengalaman tersebut? Yap! Apa yang kamu alami di masa lalu, dapat meninggalkan luka batin dan tentu luka tersebut yang perlu kamu obati. Sebelum lanjut lebih jauh, aku ingin bertanya dulu, sudah berapa banyak luka batin yang kamu abaikan hingga hari ini?

5 Tanda Masih Adanya Trauma dalam Dirimu (Pentingnya Menyembuhkan Diri dari Trauma)

Sama seperti luka di kaki atau tangan ketika kamu jatuh dari sepeda, luka yang membekas di perasaan dan ingatanmu pun perlu untuk diobati. Alias, luka tersebut gak bisa sembuh dengan sendirinya.

Terus apa yang terjadi kalau luka itu kamu abaikan dan tidak kamu obati? Yap, luka itu akan menjadi infeksi, sama seperti kalau luka di tubuhmu kamu abaikan. Infeksi yang terjadi juga akan menimbulkan berbagai permasalahan lainnya.

Mungkin kamu sering mendengar ungkapan, “biarkan waktu yang menyembuhkan”. Gimana menurut kamu tentang ungkapan ini? Kamu percaya kalau waktu dapat menyembuhkan luka? Berapa lama, sih waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka? Satu tahun? Lima tahun? Tidak ada waktu yang pasti, bukan?

Tapi, faktanya adalah waktu gak bisa yang menyembuhkan lukamu, Perseners. Jangan sedih dulu, memang bukan waktu yang menyembuhkanmu, tapi dirimu sendiri lah yang menyembuhkan luka yang kamu miliki. Itulah kenapa setiap orang memiliki waktu yang berbeda-beda dalam menyembuhkan lukanya, karena bukan waktu yang menjadi “obat” bagi luka kita, tapi kemampuan diri kita untuk menyembuhkanlah yang menjadi “obat” paling penting dalam menyembuhkan luka.

Apakah kamu merasa nyaman ketika harus merasakan luka dalam jangka waktu yang lama? Tentu rasanya kita ingin dengan segera, dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menyembuhkan luka batin. Untuk itu, kita perlu tau gimana sih caranya untuk menyembuhkan diri (self-healing) dari berbagai luka yang terjadi di hidup kita ini.

Baca juga: Self Healing, Bisakah Membuatmu Merasa Lebih Baik?

Apa itu Self-healing?

Self-healing atau menyembuhkan diri sendiri adalah hal yang sangat mungkin dilakukan oleh setiap orang. Self-healing ini merupakan sebuah proses untuk menyembuhkan diri dari luka batin yang kita miliki dengan bantuan kekuatan dalam diri kita. Menyembuhkan diri ini memiliki tujuan untuk mencapai #HidupSeutuhnya.

Bukan hal yang gak mungkin, kamu pun bisa menyembuhkan dirimu dengan kekuatan yang kamu punya. Yang perlu kamu ingat adalah self-healing merupakan sebuah proses yang tentunya tidak bisa kita capai dengan cara yang instan. Bahkan untuk memulainya, kamu perlu untuk membuka kembali luka yang kamu miliki tersebut.

Membuka luka yang kita miliki gak hanya membuat kita merasakan sakitnya kembali, tapi membuka luka itu membantu kita untuk lebih mengenali hingga menerima luka yang kita alami. Bukanlah hal yang mudah, tapi kalau kamu gak berani untuk membuka kembali luka tersebut, kamu akan kesulitan untuk memahami dan menerima lukanya.

Semakin kamu menolak dan berusaha untuk mengabaikan luka yang kamu rasakan, akan membuatmu kesulitan untuk menyembuhkan luka tersebut. Jadi, perjalanan menyembuhkan luka ini bisa kita mulai dengan mengenali luka yang kita rasakan.

Cara Menyembuhkan Luka Batin (Mindset Mengubah Diri dengan Self-Healing)

Perjalanan menyembuhkan diri ini gak hanya membantu kita mencapai apa yang menjadi tujuan kita, tapi juga kita dapat menikmati hasil dari perjalanan tersebut. Self-healing membantu kita untuk menjadi lebih utuh dan lebih mampu mencapai apa yang ingin kita capai, serta membuat kita bisa lebih menikmati hidup.

Mungkin ketika memiliki luka kita terasa sulit menikmati kegiatan kita sehari-hari, gak bisa produktif karena keinget masa lalu yang bikin kita ngerasa gak mood. Melalui self-healing, kita akan lebih mampu untuk menerima luka batin tersebut, dan melepasnya.

Jadi, meskipun ingatan tentang masa lalu tersebut tidak bisa kita hilangkan, rasa sakit yang membersamai ingatan tersebut, tidak akan kita rasakan lagi.

Cobain Yuk Tes Self-Love: Cintai Diri Lebih Baik

Cara Sederhana Melakukan Self-Healing dalam Keseharian

Untuk menyembuhkan diri sendiri, kamu bisa memulainya dengan mengenali dulu luka apa yang ada di dalam dirimu, menerima luka tersebut dan tidak menolaknya, hingga akhirnya kamu dapat mencapai #HidupSeutuhnya dengan luka batin yang sudah sembuh. Kamu juga bisa tonton video dari Satu Persen di bawah ini untuk belajar gimana caranya menyembuhkan luka batin dengan mindset mengubah diri dengan self-healing.

Nah, di sini aku juga ingin membagikan cara untuk kamu mempraktikkan self-healing dalam kegiatan sehari-hari untuk menemani proses kamu menyembuhkan luka batin yang kamu miliki.

Meditasi dengan Teknik Grounding

Meditasi ini dapat kamu lakukan setiap pagi, sebelum memulai berbagai aktivitas harian.  Mulailah dengan meletakkan kaki dengan nyaman di lantai, ambil tiga tarikan nafas yang panjang, dan dengan setiap tarikan nafas tersebut.

Lepaskan energi negatif yang ada pada dirimu. Fokuskan pikiran dan perhatianmu hanya ke telapak kaki, dan bayangkan dirimu menyatu dengan bumi. Tarik nafas dalam tiga hitungan dan ulangi pola ini selama tiga kali. Buka mata ketika kamu sudah merasa lebih nyaman.

Melatih pernapasan

Biasanya kita merasakan rasa sakit dari luka batin secara tiba-tiba, terkadang bisa membuat kita merasa tidak nyaman untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Nah, untuk mengatasi rasa gak nyaman ini, kamu bisa berlatih pernapasan.

Sebelum memaksakan dirimu untuk tetap produktif, luangkan waktu 5-10 menit untuk menenangkan dirimu dulu. Carilah posisi yang nyaman, kamu bisa melakukannya sambil duduk atau berbaring. Tarik napas dalam enam hitungan dan buang kembali dalam enam hitungan.

Kalau kamu sudah merasa sedikit lebih tenang, kamu bisa mengubah pola pernapasan dengan menarik napas melalui hidung, dan bayangkan udara bersih memenuhi dirimu kemudian hembuskan udara tersebut melalui mulut. Ulangi pola ini sampai kamu bisa merasa jauh lebih tenang dan mampu untuk melanjutkan kegiatanmu

Setelah memahami cara-cara self healing di atas. Kamu juga bisa tonton video dari Satu Persen di bawah ini untuk belajar meditasi sederhana untuk pemula!

Meditasi Sederhana untuk Pemula (Cara Melakukan Self-Healing)

Tuliskan apa yang kamu rasakan dan pikirkan

Bagi sebagian orang menuliskan apa yang dirasakan mampu membuatnya merasa lebih tenang. Kalau pikiran kita biarkan penuh dengan berbagai hal, tentu akan membuat kita kesulitan dalam memahami apa yang sebenarnya kita rasakan. Dengan menulis, kita dapat meningkatkan kesadaran dan membantu kita lebih memahami permasalahan yang kita alami.

Kamu dapat membiasakan dirimu untuk menulis diary atau jurnal dan luangkan waktu mulai 15 – 20 menit sehari untuk membantumu lebih mengenali perasaan dan pikiranmu sendiri.

Ingat lagi, kalau self-healing ini merupakan perjalanan dalam hidupmu, mungkin kamu sudah berhasil menyembuhkan luka yang lama, tapi kalau tiba-tiba kamu bertemu lagi dengan luka yang baru. Situasi ini yang akan membuatmu terus berproses untuk menyembuhkan diri sendiri.

Self-Healing Kelas Online Berdamai dengan Diri Sendiri

Ada kalanya luka yang kamu rasakan terlalu dalam dan terlalu sulit untuk kamu sembuhkan sendiri, ini wajar kamu alami dan gak masalah kalau merasa butuh bantuan dari orang lain atau tenaga profesional. Kamu bisa melakukan konseling bersama psikolog Satu Persen.

Jangan lupa untuk terus mengikuti informasi menarik lainnya dari Satu Persen melalui Instagram, Youtube, Blog, dan Podcast yang merupakan gudang ilmu tentang kesehatan mental dan self development. Akhir kata, semoga artikel ini bisa membantu kamu menuju #HidupSeutuhnya, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Terima kasih!

Reference

Brandt, A. (Oct 02, 2019). To Heal From Trauma, You Have to Feel Your Feelings. Retrieved on Nov 18 2020 from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/mindful-anger/201910/heal-trauma-you-have-feel-your-feelings

Raab, D. (Jul 11, 2019). How to Heal Yourself and Others. Retrieved on Nov 18, 2020 from https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-empowerment-diary/201907/how-heal-yourself-and-others#:~:text=Self%2DHealing,-If%20you%20intuitively&text=This%20means%20accepting%20who%20you,bodies%20help%20us%20self%2Dheal.

Read More
judi

Mengenal Diri dan Menentukan Karier

tes-riasec-adalah
Tes RIASEC

Hai, Perseners! Kenalin aku Nida, Associate Writer Satu Persen.

Tulisan kali ini aku pengen ngebahas salah satu alat tes psikologi yang mungkin akan kamu dapatkan ketika mengikuti mentoring di Satu Persen.

Yap! Jadi, layanan mentoring di Satu Persen ini, kamu bukan cuma mendapatkan waktu untuk konseling sama mentor aja, tapi kamu juga akan mendapatkan worksheet, tes psikologi, hingga interpretasinya, biar kamu gak salah memahami hasil dari alat tes tersebut.

Nah, kali ini aku mau ngajak kalian buat mengenal salah satu alat tes, yaitu Tes RIASEC.  Mulai dari sejarahnya, tokoh pengembangnya, tujuan tes, serta bagaimana alat tes ini bisa membantu kamu mengenal diri dan menentukan karier atau pendidikan perguruan tinggi yang cocok buat diri kamu.

Apa itu Tes RIASEC?

Tes RIASEC merupakan salah satu jenis tes psikologi yang bertujuan untuk membantu kamu memperkirakan karier yang sesuai dengan diri. Nama lain dari tes ini adalah Holland Test, nama ini sesuai dengan tokoh yang mengembangkan teori dan tes ini yaitu John Holland.

Sedangkan RIASEC itu sendiri adalah kepanjangan dari Realistic, Investigative, Artistic, Social, Enterprising, dan Conventional. Enam hal ini merupakan tipe kepribadian yang dicetuskan oleh John Holland.

Pada tahun 1965, Holland menerbitkan artikel yang berjudul  “A Theory of Vocational Choice”. Artikel ini menjadi artikel pertama yang membahas teori kepribadian kejuruan dan lingkungan kerja yang ditemukan oleh Holland.

Menurut Holland, setiap manusia itu memiliki paling gak satu dari enam tipe kepribadian yang dicetuskannya dan tipe kepribadian ini akan memengaruhi pemilihan karier dan lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan dirinya.

Kecenderungan seseorang terhadap salah satu tipe kepribadian ini, menurut Holland, berasal dari kehidupan masa lalu, sejarah, dan pengalaman yang dilalui hingga akhirnya membentuk sebuah kepribadian dalam diri seseorang. Di mana kepribadian ini kemudian dimunculkan melalui ekspresi diri dalam pekerjaan.

Jadi, semakin kamu mengenali dirimu melalui Tes Holland ini, akan membantumu untuk menemukan pekerjaan apa yang paling sesuai dengan kepribadianmu. Oh iya kamu juga bisa mengenal kekuatan diri lebih dalam dengan mencoba tes super power check.

Punya pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian, tentu akan meningkatkan kesejahteraan atau well-being. Pekerjaan bukan jadi beban lagi buat kamu, karena kamu akan menikmati dan merasa nyaman dengan berbagai proses yang ada di pekerjaan ini.

Baca juga: Alasan Kamu Harus Memilih Pekerjaan Sesuai Passion

Bagaimana cara mengenal diri melalui Tes RIASEC?

Biasanya Tes RIASEC akan diberikan oleh psikolog pas kamu lagi kebingungan, passion-ku sebenarnya apa, pekerjaan yang cocok itu apa, atau kamu lagi ngerasa gak nyaman sama pekerjaan yang sekarang.

Tes RIASEC

Dengan bantuan dari alat tes ini, kamu bukan cuma mendapat jawaban dari pertanyaan atau kebingungan-kebingunganmu aja, tapi kamu juga akan mengenal diri dengan lebih dalam. Kamu jadi tau, kepribadianmu ini seperti apa sih.

Tes RIASEC terdiri dari beberapa pernyataan, dengan pilihan jawaban suka atau gak suka. Tugas kamu adalah memilih mana yang kamu suka dan gak suka dari suatu pernyataan. Pernyataan-pernyataan yang ada akan menggambarkan bagaimana kepribadianmu.

Untuk itu saat mengerjakannya, kamu harus memilih jawaban yang paling sesuai sama diri kamu.

Hasil dari tes ini menunjukan kecenderungan kepribadianmu dari enam tipe kepribadian Holland. Kamu akan mendapatkan dua atau tiga tipe kepribadian, namun akan ada satu kepribadian yang paling dominan, dan kepribadian lainnya akan memberikan gambaran tentang lingkungan kerja yang sesuai dengan dirimu.

Tes RIASEC

Kalau sampai saat ini kamu termasuk orang yang bingung banget sama passion dan pekerjaan apa yang cocok, kamu bisa menggunakan layanan dari Satu Persen, yaitu konseling atau tes gratis.

Dengan mengikuti konseling, kamu bisa lebih mendapat gambaran terkait bakat terpendam dengan bantuan psikolog profesional tentunya.

Selain itu, untuk hasil yang lebih akurat, kamu juga bisa mendapatkan tes gratis, salah satunya Tes RIASEC ini. Mengenal diri dan tipe pekerjaan yang cocok sama diri kamu, jadi salah satu cara menjaga kesehatan mental dirimu!

Terima kasih sudah membaca artikel ini, aku Nida, sampai ketemu di artikel berikutnya!

CTA-Konsultasi--1--4

Reference

Holland, J. L. (1959). A theory of vocational choice. Journal of counseling psychology, 6(1), 35.

Read More
judi

Mengenal Tes OCEAN Lebih Dekat

big 5 personality
big 5 personality

Hello there, Perseners! Balik lagi dengan aku, Nouvend, writer di Satu Persen.

Gimana kabar kalian semua? Kuharap kalian baik-baik saja ya! Mungkin ada dari kalian yang sedang tidak baik-baik saja, I just want to tell you it’s okay to be not okay!

Mungkin ada yang sedang berpikir tentang apa yang akan mereka lakukan dalam hidup (I’m looking at you, Quarter Life Crisis club member!). Coba deh ikut tes quarter life crisis ini.

Mungkin ada dari kalian yang masih bertanya-tanya, “Aku tuh, sebenarnya cocok ngapain, sih?” atau mungkin malah merasa kalau apa yang kamu lakukan itu kayak, gak cocok aja gitu sama diri kamu sendiri.

Well, aku rasa aku punya sesuatu yang mungkin bisa menjadi pencerah kalian dalam mencari jawaban tersebut! Izinkan aku memperkenalkan Big Five Personality Test (OCEAN) pada kalian. Eh, ocean? Laut? Oke, oke, daripada bingung mari kita langsung saja membahas Big Five Personality Test!

Apa Itu Big Five Personality Test?

Jadi, dahulu kala, banyak psikolog yang mencoba nge-list kepribadian seseorang tuh mencakup apa aja. Psikolog bernama Gordon Allport dan Henry Odbert berteori bahwa karena orang-orang menyadari adanya perbedaan kepribadian, mereka bakal membuat sebuah kata untuk menjelaskan kepribadian tersebut.

Misalnya, ‘kan lebih enak buat nyebut “Dia orangnya periang” daripada “Dia orangnya suka jalan-jalan, kalau ketemu orang pasti selalu lagi senang, dan senyumnya bertahan sepanjang hari”.

Lalu pada tahun 1936, mereka berhasil menemukan beberapa personality trait yang menggambarkan kepribadian seseorang, yah sekitaran 4000-an gitu.

Terus ya, orang manapun pasti mikir “Buset banyak banget??”. Maka dari itu, seorang Psikolog bernama Raymond Cattell dan koleganya pada tahun 1940-an menindaklanjuti apa yang sudah ditemukan oleh Gordon Allport. Dan mereka berhasil menyederhanakan 4000 tadi menjadi 16 personality traits.

Tidak berhenti sampai di situ, beberapa psikolog menganalisa lagi 16 tadi dan menemukan bahwa sebenarnya masih bisa dibuat lebih sederhana lagi, menjadi lima aspek saja.

Lewis Goldberg, di antara psikolog tadi, benar-benar mendukung lima aspek ini. Kerjaan Lewis lalu diperluas oleh psikolog bernama McCrae dan Costa, yang mana kemudian menjadikan model Big Five yang kita tahu sekarang menjadi–bisa dibilang–resmi.

Big Five yang dimaksud adalah: Openness to experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. Kalau nama lima aspek tersebut disingkat, kita mendapatkan kata OCEAN. Ini untuk mempermudah orang untuk mengingatnya.

Namun kurasa tidak dibuat singkatan pun, OCEAN ini akan gampang diingat karena model tes kepribadian ini sangat populer, terlepas dari budaya dan lokasi tempat orang-orang mengambil tes ini.

Baca juga: Apa Itu Tes Kepribadian OCEAN?

OCEAN

Masing-masing dari aspek pada Big Five ini merupakan sebuah spektrum, yang berarti bahwa hasil dari tes ini menandakan seseorang berada somewhere in between two extreme ends.

Misalnya, pada aspek Openness, hasilmu nanti bukan berarti antara terbuka akan hal baru atau sama sekali tidak menerima ide baru. Hasil dari Openness nanti menandakan seberapa terbukanya kamu terhadap hal baru dan bagaimana responmu terhadapnya.

Hasil dari OCEAN tidak bisa dilihat sendiri-sendiri, kamu harus memahaminya secara menyeluruh. Kamu sebaiknya memahami benar-benar apa yang dimaksud dari tinggi-rendahnya skor pada sebuah aspek. Kamu bisa membaca tentang hal tersebut di sini.

Hal-hal yang Patut Diingat

Walaupun OCEAN ini sangat praktis, perlu diingat bahwa OCEAN ini bersifat deskriptif. Sederhananya gini. Big Five ‘kan punya lima aspek utama. Masing masing aspek merupakan spektrum dengan dua ujung yang bertolak belakang. Terus nanti, setelah tes, kamu bakal dapat skor masing-masing aspek. Skor O berapa, skor C berapa, dst.

Nah, OCEAN bakal menggunakan hasil tesmu tadi untuk memberitahumu, apa sih maksudnya dari skor O yang tinggi, skor C yang rendah, dst. Agak berbeda dengan MBTI. Contohnya ketika kamu mendapatkan ESFJ (seperti aku) untuk tes MBTI-mu, kamu bakal membaca tentang bagaimana sih, seorang ESFJ itu.

Lain halnya dengan OCEAN yang hanya memiliki “meteran” kepribadian terus kamu sederhananya “ngukur” kepribadianmu pake “meteran” yang sudah disediakan.

Kalau mau diumpamakan ya, tes OCEAN itu kayak kamu dikasih Lego tapi eceran. Kamu dapatnya satu-satu terus kamu pasang sendiri menjadi sesuatu yang sesuai dengan apa yang kamu butuhkan. Kalau MBTI, kamu beli Lego-nya udah jadi, udah jelas dia bentuknya apa.

OCEAN juga sempat dikritisi karena terlalu luas. Kibeom Lee dan Michael Ashton mengembangkan sebuah model baru yang bernama HEXACO. Model ini tetap mengandung aspek dari OCEAN hanya saja mereka menambahkan satu yang baru, yaitu Honesty-Humility, yang merupakan tolak ukur sejauh apa seseorang mengedepankan hal-hal tentang orang lain daripada dirinya. Mirip dengan altruisme ya.

Satu Persen juga ada video pembahasan soal altruisme loh, kamu bisa menontonnya di sini.

big 5 personality

Siap Untuk Mencoba Tes OCEAN?

Lalu, hampir sama dengan tes-tes kepribadian pada umumnya, jangan menganggap satu hasil tes OCEAN dapat menggambarkan kepribadianmu selamanya. Hasil tes OCEAN orang-orang sepanjang hidup dapat berubah, walaupun hanya sedikit. Maka dari itu, kita sebaiknya melihat hasil tes ini sebagai tools untuk kita dalam mengembangkan diri.

Jangan melihat hasil tes ini sebagai pembatas potensi diri, namun anggap hasil tes ini sebagai kesempatanmu untuk menjadi orang yang lebih baik.

Baca juga: Memanfaatkan Hasil Tes OCEAN

Oh iya! Satu lagi. Ketika mengambil tes OCEAN, jangan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang menurutmu “lebih baik” di mata masyarakat ya. Jawablah sesuai dengan apa yang menurutmu cocok dengan dirimu! Semoga hasil Tes OCEAN bisa membantumu dalam menghadapi Quarter Life Crisis ya!

Jika kamu masih merasa kebingungan mengenai Quarter Life Crisis, tonton video ini sebentar! Atau, kamu bisa juga nih konsultasi ke ahlinya, misalnya dengan mengikuti mentoring di Satu Persen.

Akhir kata, semoga tulisanku ini berguna ya!

big 5 personality

References

T., E. (2020, January 10). History of the Big 5: Why This Online Psychometric Test Packs a Punch. Retrieved from retorio: https://www.retorio.com/blog/big-5-history-psychometric-test

Lim, A (2020, June 15). The big five personality traits. Simply Psychology. https://www.simplypsychology.org/big-five-personality.html

Read More
judi

Mengenal Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

mengenal PTSD
Satu Persen – Mengenal Post-Traumatic Stress Disorder

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Gue yakin nih, kalian para Perseners pasti punya pengalaman yang beragam dan udah gak kehitung lagi banyaknya. Di antara pengalaman-pengalaman itu, mungkin ada yang pengen diulang lagi saking indahnya. Ada juga yang pengen dilupain, soalnya bikin nangis terus tiap nginget. Bener gak? 🙁

Wajar aja kalo ada kalanya lo ngalamin kejadian yang gak diinginkan. Pada akhirnya, hidup gak bisa selalu enak.

Tapi, gimana kalo gara-gara kejadian yang gak enak itu, lo malah ngalamin ketakutan yang gak wajar? Lo keingetan terus, sering flashback bahkan mimpi buruk. Padahal, lo lagi dalam situasi yang aman-aman aja, alias gak ada bahaya apa-apa.

Kalo pengalaman traumatis itu mengganggu lo dalam waktu yang lama, mungkin lo punya gejala PTSD, nih.

PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder adalah gangguan mental yang terjadi setelah seseorang mengalami kejadian traumatis. Iya, PTSD termasuk gangguan mental, guys. Jadi, ini bukan sesuatu yang bisa lo selesaikan sendiri selayaknya pengalaman buruk biasa.

Menurut National Center for PTSD, cukup banyak orang yang pernah mengalami trauma dalam hidupnya. Tapi, gak semuanya mengalami sampe ke tahap PTSD. Untuk PTSD sendiri, setidaknya diderita oleh 10% dari populasi perempuan dan 5% dari populasi laki-laki pada tahun 2017.

Kalo yang gue lihat di film, biasanya yang ngalamin PTSD ini adalah veteran perang. Meskipun tempat tinggal mereka udah aman-aman aja, beberapa kali gue melihat mereka digambarkan punya respon yang berlebihan terhadap suatu pemicu, misalnya suara yang keras.

Tapi, apakah cuma veteran perang aja yang bisa menderita PTSD? Kita bisa gak sih berisiko kena PTSD juga?

Nah, sesuai judul artikelnya, gue bakal kupas tuntas informasi umum mengenai PTSD. Buat lo yang pengen tahu lebih jauh soal ini, yuk simak artikel selengkapnya!

PTSD: bukan cuma gara-gara perang

Jadi, PTSD itu gak cuma bisa dialami sama veteran perang aja ya, guys.

Seenggaknya, ada beberapa kejadian yang bisa menyebabkan PTSD. Baik mengalami atau cuma jadi saksi mata, dua-duanya bisa memicu gangguan PTSD.

Pengalaman traumatis tersebut dapat berupa perang militer, kekerasan fisik atau seksual, penyiksaan atau pengabaian, bencana alam, kecelakaan, luka parah atau diagnosis penyakit mematikan, kematian seseorang, dan lain-lain.

mengenal PTSD
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Akan tetapi, sama seperti gangguan mental lainnya, gak berarti semua orang yang pernah mengalami kejadian tadi pasti terkena PTSD.

Trauma yang dialami orang dengan PTSD berlanjut hingga mengakibatkan perubahan nyata pada otak mereka. Misalnya, sebuah studi tahun 2018 menunjukkan bahwa orang dengan PTSD memiliki area hippocampus yang lebih kecil. Mereka juga punya tingkat stres yang gak wajar dan memicu reaksi seperti mengamuk atau melarikan diri.

Coba juga: Tes Tingkat Keparahan Stres

Selain gejala yang udah gue sebutin sebelumnya, gejala lain yang mungkin terjadi dapat berupa penghindaran dari situasi yang mengingatkan akan trauma, suasana hati negatif yang berkelanjutan (cemas, malu, gak punya harapan, gak nafsu makan, dan lain sebagainya), dan hilang konsentrasi sehingga sulit menjalani keseharian.

Kalau gak ditangani dengan benar, penderita PTSD juga mungkin melakukan hal yang menyakiti diri mereka sendiri, lho. Seperti penggunaan obat-obatan, self-harm, hingga pikiran untuk bunuh diri.

Bahaya banget, kan? 🙁

Supaya kita bisa menghindari hal-hal yang gak diinginkan, ada baiknya kita aware sama diri sendiri dan orang sekitar, nih. Kalo ada gejala yang gak wajar dan gak bisa diatasi sendiri, mungkin udah saatnya minta tolong orang lain.

PTSD vs PTS

Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, gak semua orang yang mengalami pengalaman traumatis itu pasti mengidap PTSD.

Ada sebagian orang yang beberapa kali menunjukkan reaksi berlebihan, tapi lambat laun bisa membaik sendiri. Yang seperti ini gak bisa disebut PTSD ya, guys. Dalam artikelnya, Dr. James Brender menyebutnya sebagai PTS.

Nah, gimana sih cara membedakannya?

PTSD

Seperti yang kita tahu, PTSD adalah gangguan mental pasca trauma yang perlu diagnosa dan penanganan dari tenaga profesional supaya bisa sembuh. Soalnya, gejala yang mereka rasakan menetap lebih lama, bahkan bikin penderitanya gak bisa beraktivitas dengan normal

Coba Juga: Tes Layanan Konsultasi yang Paling Sesuai dengan Kebutuhanmu

PTS (bukan PTSD)

Yang bukan PTSD, atau PTS (Post-Traumatic Stress) adalah respon was-was yang umum terjadi setelah mengalami kejadian traumatis. Kondisi yang seperti ini gak bisa disebut sebagai gangguan mental, karena gejala yang muncul bisa membaik sendiri seiring berjalannya waktu.

Misalnya, lo baru aja mengalami perampokan dan sempet ditodong pake benda tajam. Mungkin beberapa hari setelah kejadian, lo masih suka parno kalo ngeliat orang bawa benda tajam di jalan.

Itu kan wajar aja, soalnya kejadian itu masih fresh banget di otak lo. Nah, tubuh lo secara otomatis tahu kalo lo harus berhati-hati. Selama lo masih bisa survive dari ketakutan itu, bisa jadi yang lo alami itu adalah PTS.

Mengatasi Gejala PTSD

Gejala PTSD tentunya bakal ganggu banget kalo kambuh di tengah-tengah aktivitas kita. Terus, gimana ya cara ngurangin gejalanya—selain minum obat yang diresepkan oleh dokter?

1. Cari tahu apa itu PTSD dan kenali gejala yang dirasakan

Mempelajari apa itu PTSD bisa bikin lo lebih memahami gejala yang lo alami. Mungkin lo bisa mengidentifikasi waktu dan pemicu ketika gejalanya kambuh dan mencatat semuanya di buku jurnal. Dengan begitu, lo jadi bisa memikirkan lebih lanjut cara yang efektif buat mengatasinya.

2. Pola hidup sehat untuk mengurangi gejala PTSD

Pola hidup yang baik tentunya bikin tubuh lo sehat. Jadi, lo bisa ngerasa lebih rileks dan gejala yang dirasakan gak terlalu parah. Misalnya, gejala PTSD mungkin bikin lo jadi sesak napas, tapi berkat tubuh yang sehat, lo jadi bisa ngatur pernapasan lo pelan-pelan.

Coba deh lo konsumsi makanan yang sehat, istirahat yang cukup, olahraga, meditasi, dan juga self-care. Hindari melakukan sesuatu yang berdampak buruk pada tubuh pas lo lagi ngalamin gejala PTSD, misalnya merokok atau mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Baca juga: Kenapa Kesehatan Mental Penting?

3. Support system yang mendukung kesembuhan PTSD

Hadirnya support system berpengaruh besar buat kesembuhan PTSD, lho. Kita mungkin gak bisa menjadikan semua orang di sekitar kita sebagai support system. Cukup fokus sama orang yang peduli aja. Siapa pun mereka, pasti bersedia buat membantu dan mendukung lo, kok 🙂

4. Konsultasi gejala PTSD ke tenaga profesional

Kalo gejala yang lo rasakan udah gak terkontrol lagi, mungkin udah saatnya lo mengunjungi tenaga profesional, Perseners. Atau kalo lo bingung, “Gejala yang gue alami itu PTSD atau PTS, sih?”. Nah, lo bisa banget buat konsultasi supaya dapet diagnosa.

Kabar baiknya, PTSD itu termasuk gangguan mental yang bisa disembuhkan, lho! Nah, yang bisa menyembuhkannya adalah tenaga profesional. Jadi, lo gak perlu menderita sendirian atau khawatir kalo hidup lo bakal dihantui PTSD terus-terusan.

Baca Juga: Tips Pertama Kali Konseling Online dengan Psikolog: Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan?

mengenal PTSD Satu Persen
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Mungkin setelah lo tahu PTSD itu bisa disembuhkan, lo jadi punya harapan, nih. Lo pengen coba konsultasi ke tenaga profesional, tapi di mana sih nyarinya? Bisa gak ya cari tenaga profesional yang recommended tanpa ribet?

Bisa banget dong, Perseners! Lo bisa kok coba layanan konsultasi dari Satu Persen!

Layanan konsultasi dari Satu Persen bisa membantu lo mengatasi gangguan klinis yang dialami, termasuk PTSD. Lo bakal diberikan diagnosa, supaya lo gak bingung lagi sama masalah yang lo alami. Selain itu, lo juga diberikan asesmen mendalam serta terapi sesuai kebutuhan.

Semuanya bakal ditangani oleh psikolog yang udah tersertifikasi di bidangnya. Jadi, lo gak perlu ragu lagi, ya! Buat selengkapnya klik gambar dibawah!

Satu-Persen-Artikel--30--5

Buat lo yang pengen cari tahu lebih dalam lagi mengenai PTSD, Satu Persen juga punya video YouTube yang sesuai banget nih buat lo. Yuk, klik aja link-nya di bawah!

Oke, gue bakal cukupkan tulisan gue di sini. Gue harap bisa bermanfaat buat lo yang lagi butuh. Big support dari gue buat lo yang lagi berjuang menghadapi trauma, semoga cepat pulih, ya 🙂

Dengan mengusahakan kesembuhan buat diri lo sendiri, tandanya lo lagi melangkah buat lebih berkembang. Mungkin progress yang lo jalani rasanya lama banget, tapi gak apa-apa, seenggaknya Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Referensi

Bender, J. (July 25, 2018). What Are the Differences Between PTS and PTSD?. Retrieved on March 1, 2021 from https://www.brainline.org/article/what-are-differences-between-pts-and-ptsd.

Donohue, M. (November 11, 2019). Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Retrieved on February 28, 2021 from https://www.healthline.com/health/post-traumatic-stress-disorder.

Ferguson, S. (February 20, 2019). PTSD Causes: Why People Experience PTSD. Retrieved on February 28, 2021 from https://www.healthline.com/health/mental-health/ptsd-causes.

Read More
judi

Mengenal Tipe Kepribadian RIASEC

mengenal Tes RIASEC
mengenal Tes RIASEC

Hai, Perseners! Kenalin aku Nida, Associate Writer Satu Persen.

Nah, di artikel sebelumnya aku ada ngebahas tentang tes psikologi yang bernama RIASEC. Perseners udah baca belum? Kalau belum, bisa baca dulu nih artikel aku di sini.

Di artikel itu, aku ngebahas apa sih RIASEC Test itu? Gimana perkembangan tesnya? dan tujuan dari tesnya itu apa?

Kalau kamu belum baca, aku akan bahas sedikit disini, buat ngebantu kamu mengingat atau mengetahui secara singkat tentang tes ini.

Jadi, RIASEC Test merupakan tes psikologi yang dapat kamu gunakan untuk mengenal diri, serta membantu memperkirakan karier apa yang cocok untuk diri kamu. Tes ini dikembangkan berdasarkan teori kepribadian dari John Holland, seorang Psikolog di Amerika.

Menurut Holland, setiap orang memiliki satu tipe kepribadian yang dominan, tipe kepribadiannya ini dapat memperkirakan pekerjaan apa yang cocok untuknya, serta lingkungan kerja seperti apa yang membuatnya nyaman.

Nah, tes ini bisa sangat membantu ketika kamu masih merasa bingung dengan passion atau karier seperti apa yang cocok buat kamu.

Baca juga: Apakah Passion Penting?

Oke, di artikel ini kita kenalan sama enam tipe kepribadian yang ada di Tes RIASEC ini yuk! Akan ada satu, dua, atau tiga kepribadian yang cenderung menggambarkan dirimu, tapi di antara ketiga tipe itu, cuma ada satu nih, yang dominan.

Mengenal Tes RIASEC
Photo by Corinne Kutz on Unsplash

Enam Tipe Kepribadian versi Holland (RIASEC)

Realistic

Tipe yang pertama ini memiliki kecenderungan berorientasi pada penerapan yang teratur dan sistematis. Kamu menyukai tugas-tugas yang konkrit, praktis, mengutamakan keterampilan fisik, dan kekuatan otot.

Tapi, kamu memiliki keterampilan sosial yang kurang baik, dan kurang peka dengan lingkungan sekitar atau orang lain, sehingga pekerjaan yang berkaitan dengan orang lain akan kamu hindari.

Contoh pekerjaan yang cocok pada tipe ini adalah operator mesin, ahli kelistrikan, dan pekerjaan lain yang sejenis.

mengenal Tes RIASEC

Investigative

Pada tipe ini kamu memiliki kecenderungan untuk memilih pekerjaan yang bersifat akademik dan intelektual. Kamu akan menyukai tugas-tugas yang abstrak, membutuhkan inteligensi dan kreativitas yang tinggi.

Kriteria keberhasilan pekerjaan buat kamu adalah bersifat objektif dan dapat diukur. Sehingga tipe ini juga dikenal sebagai “Pemikir”.

Contoh pekerjaannya adalah ahli fisika, ahli biologi, antropologi, pekerjaan penelitian, dan pekerjaan lain yang sejenis.

Artistic

Tipe kepribadian ini memiliki kecenderungan untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara gak langsung, dan juga mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Kamu akan menyukai tugas-tugas yang berkaitan dengan hal-hal yang membutuhkan interpretasi atau kreasi melalui perasaan dan imajinasi.

Kamu bisa sangat menghindari pekerjaan yang menuntut keteraturan, dan menjalin hubungan atau bersosial.

Jadi, contoh pekerjaan yang sesuai dengan tipe ini adalah pemusik, pencipta lagu, pelukis, dan pekerjaan lain yang sejenis.

Social

Sesuai dengan namanya, tipe kepribadian yang satu ini dikenal sebagai “Helpers”. Tipe ini memiliki kecenderungan untuk membantu dan mementingkan orang lain. Kamu juga menyukai membangun hubungan dengan banyak orang, dan berkomunikasi merupakan kelebihan yang kamu miliki.

Tipe pekerjaan yang kamu sukai tentunya pekerjaan yang berhubungan langsung dengan orang lain, dan kegiatan kemanusiaan.

Contoh pekerjaan yang sesuai dengan tipe ini adalah konselor, guru, pekerja sosial, dan pekerjaan lain yang sejenis.

Enterprising

Tipe kepribadian ini adalah tipe yang paling menyukai kegiatan membujuk orang lain. Kamu paling jago untuk mengajak, menawarkan, dan merayu lawan bicaramu. Kelebihanmu adalah kamu mampu menyampaikan sesuatu secara efektif dan menarik, hingga dapat memengaruhi orang lain.

Tipe pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian ini adalah pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan yang menggunakan kemampuan verbal untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain. Contoh pekerjaan yang sesuai dengan tipe ini adalah penjual, politikus, manajer perusahaan,, dan pekerjaan lain yang sejenis.

mengenal Tes RIASEC

Conventional

Tipe kepribadian yang terakhir cenderung menyukai kegiatan yang teratur dan terorganisir. Kamu menyukai menjalani sehari-hari dengan rutinitas yang jelas, dengan jadwal-jadwal yang tersusun rapi.

Kamu akan menghindari situasi-situasi yang abstrak, karena biasanya dalam situasi tersebut kamu akan merasa gak nyaman.

Tipe pekerjaan yang cocok untuk kamu adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, terorganisir dengan baik, dan bersifat terorganisir. Contoh pekerjaan yang sesuai untuk tipe ini adalah pegawai kantor, penjaga kasir, statistika, pegawai bank, dan pekerjaan lain yang sejenis.

mengenal Tes RIASEC

Nah, dari keenam tipe kepribadian ini, mana tipe yang paling sesuai dengan diri kamu? Setiap orang mungkin memiliki tiga tipe kepribadian yang akan memperkirakan pekerjaan dan lingkungan kerja kayak gimana yang pas untuk kamu.

Eits.. tapi dari pada kamu menebak-nebak apa tipe kepribadianmu dan kamu mau hasil yang lebih akurat untuk menggambarkan diri kamu, kamu bisa mengkonsultasikannya ke Psikolog Satu Persen.

Psikolog akan membantu menyesuaikan potensi yang kamu miliki dengan tipe kepribadian, serta karier seperti apa yang cocok untuk kamu. Kalau kamu bingung mau berkarir apa di era digital ini, kamu juga bisa mencoba tes prospek karir dari Satu Persen.

Terima kasih sudah membaca artikel ini, jangan lupa untuk membaca artikel mengenai RIASEC Test lainnya. Aku Nida, thank you!

CTA-Konsultasi--1--4

Reference

Holland, J. L. (1959). A theory of vocational choice. Journal of counseling psychology, 6(1), 35.

Read More
judi

Mengenal Gejala Gangguan Depresi

mengenal gejala gangguan depresi
mengenal gejala gangguan depresi

Halo, Perseners! Sebelum kita bahas artikelnya, kita kenalan dulu ya.

Kenalin, gue Vidha sebagai associate writer di Satu Persen yang sekarang sedang kuliah semester 6 dan berdomisili di Jakarta.

Kalo udah kenal gue, sekarang kita lanjut ke perkenalan selanjutnya, yaitu kenalan sama gejala gangguan depresi.

Lo udah sering gak sih denger kata depresi?

Mau itu di media sosial kayak Instagram, Twitter, Tiktok, atau di sekitar lo mungkin di tongkrongan temen-temen lo atau di lingkungan keluarga lo.

Semakin kita banyak mendengar tentang kata depresi, biasanya kita semakin bingung nih. Apa sih sebenernya depresi itu? Kenapa orang banyak ngomongin tentang depresi? Apa sebab terjadinya si depresi ini?

Nah, biar pertanyaan lo bisa terjawab satu-satu, cus kita lanjut dulu kenalan sama si depresi ini sendiri.

Sedikit tentang gangguan depresi

mengenal gejala gangguan depresi

Dikutip dari web Psychiatry, gangguan depresi atau Major Depressive Disorder (MDD) adalah gangguan mental yang membuat penderitanya merasa sedih dan putus asa atau kehilangan minat hidup berkepanjangan sekurang-kurangnya selama 2 minggu.

Menurut WHO, ada lebih dari 100 juta orang menderita depresi di seluruh dunia, namun hanya 25% yang mendapatkan penanganan dan pengobatan.

Depresi ini berpengaruh kepada perasaan, cara berpikir, dan tindakan lo yang menderitanya. Mood yang dominan dirasakan oleh pengidap depresi biasanya perasaan hopelessness, kayak gak ada daya dan upaya serta kehilangan harapan yang bisa menimbulkan pikiran-pikiran negatif kayak membahayakan diri sendiri sampe bunuh diri.

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @receh.id on Instagram

Gejala gangguan depresi

Dilansir dari Psychiatry dari DSM-V menyatakan ada 9 gejala yang mengindikasikan gangguan depresi dari mild/minor depression sampai severe/major depression.

Baca juga: Gangguan Depresi Mayor dan Cara Menanganinya

Seenggaknya lo bisa diindikasikan mengidap gangguan depresi kalo lo merasakan minimal 5 dari 9 gejala selama dua minggu di bawah ini:

Suasana hati yang buruk dan sedih berkepanjangan

Lo merasa gak ada masalah atau sesuatu yang bikin lo sedih atau murung, tapi gak tau kenapa mood lo tuh rasanya pengen nangisss mulu.

Dengerin juga podcast tentang perbedaan sedih biasa dan depresi biar gak salah tangkep.

mengenal gejala gangguan depresi

Kehilangan minat dari kegiatan yang disukai

Kehilangan minat kayak misal biasanya lo suka nonton drakor, tapi di sini tuh lo rasanya gak mau nonton drakor. Gak ada minat buat nonton drakor atau kegiatan lain yang lo suka.

Penurunan atau peningkatan nafsu makan dan berat badan yang signifikan tanpa menjalani diet

Lo bisa males banget makan, tapi juga bisa pengen makan mulu sampe mungkin gak kekontrol dan bisa membuat berat badan lo naik atau turun secara signifikan padahal gak ada niatan diet atau niat menambah berat badan.

Kekurangan atau kelebihan waktu tidur

Hampir sama kayak poin ketiga. Lo bisa mengalami insomnia dan hipersomnia. Bisa susah tidur, bisa juga rasanya selalu mengantuk setiap saat. Cobe deh lo ikut tes kualitas tidur supaya tau kualitas tidur lo akhir-akhir ini.

Baca juga: Macam-macam Gangguan Tidur

Mengalami kelelahan dan kehabisan energi hampir setiap hari meskipun gak banyak kegiatan

Poin kelima bisa bersangkutan dengan poin-poin di atas.

Kekurangan tidur capek, kelebihan tidur juga capek. Kekurangan makan kurang energi, kelebihan makan juga bisa menguras energi. Jadi rasanya capek terus hampir tiap saat dan buat kita jadi biasanya gak ngapa-ngapain

Baca juga: Penyebab Capek Secara Emosi

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: Demotivation on Pinterest

Penurunan kemampuan berpikir dan gerakan yang lambat (dari point of view orang lain)

Kalo temen atau orang-orang di sekeliling lo ngomong “Eh kok lo jadi lemot gini sih?” atau semacamnya. Bisa jadi termasuk gejala depresi. Otak lo jadi berproses lebih lamban dari biasanya

Merasa tidak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan

Pernah gak sih merasa lo tuh gak berguna, cuma jadi beban hidup orang lain. Atau merasa bersalah sama seseorang yang mungkin sebenernya biasa aja, bukan sebuah kesalahan besar.

Nah ini juga bisa termasuk ke dalam gejala-gejala depresi.

Kesulitan mengatur konsentrasi dan mengambil keputusan

Ini bisa menyambung pada poin keenam dan poin ketujuh. Karena otak lo berproses lambat, jadi susah fokus dan susah mengambil keputusan.

Terpikir untuk mengakhiri hidup

Poin ini biasanya dirasakan oleh orang-orang yang menderita major depression, tapi gak terbatas juga cuma orang yang menderita major depression yang bisa merasakan gejala ini.

Kalo udah muncul gejala ini, kalo bisa sesegera mungkin hubungi profesional ya gais.

Baca juga: Penyebab Manusia Ingin Bunuh Diri

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @SarahBlhd on Twitter

Nah, 9 gejala ini kan gejala umum gangguan depresi, tapi sebenernya depresi sendiri punya banyak jenis loh.

Biar lebih kenal lagi, gue bakal jelasin jenis-jenis depresi lain selain depresi mayor ini biar lo makin paham deh sama depresi dan apa aja gejala-gejala dari jenis depresi lain.

Jenis-jenis gangguan depresi dan gejalanya

Setelah kenalan sama gejala gangguan depresi yang paling umum terjadi, yaitu depresi mayor, DSM-V (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition) punya kenalan lain lagi nih tentang depresi buat lo.

Ada 9 jenis depresi yang dijelaskan oleh DSM-V, di antaranya adalah:

MDD (Major Depressive Disorder)/Gangguan depresi mayor

MDD atau biasa disebut depresi mayor adalah jenis depresi yang paling umum dan terjadi sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Gejala-gejala lengkapnya udah gue sebutin di subbab di atas.

Depresi persisten

Depresi persisten sebelumnya dikenal dengan kata dysthymia. Gejalanya meliputi rasa putus asa, penurunan produktivitas, merasa harga diri rendah, dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari.

Depresi persisten bisa masuk ke dalam jenis depresi kronis yang berlangsung selama lebih dari dua tahun dengan tingkat depresi bisa mild, moderate, dan severe.

Bipolar

Bipolar sendiri adalah gangguan mood di mana penderitanya dapat merasakan fase mania dan fase depresi. Gejala dari fase depresi bipolar meliputi mudah marah dan gelisah, putus asa, ragu dalam mengambil keputusan, dan beberapa lainnya.

Baca juga: Perbedaan Mood Swing dan Bipolar

Depresi post-partum/pasca persalinan

Para wanita yang baru melahirkan juga bisa ketemu depresi. Namanya depresi pasca persalinan. Depresi ini terjadi setelah melahirkan dengan gejala yang meliputi kesedihan berkepanjangan, kebingungan, psikosis, dan kelesuan.

Premenstual Dysphoric Disorder (PMDD)

Bagi lo para ciwi-ciwi yang suka galau sendiri pas lagi PMS, depresi ini bisa jadi salah satu penyebabnya.

PMDD hampir sama dengan PMS (Premenstrual syndrome), tapi gejala dari PMDD lebih jelas kayak kelelahan yang ekstrem, cepat marah, sulit berkonsentrasi, mengidam sesuatu, kecemasan berlebih, dan merasa putus asa.

Baca juga: Kenali Gangguan Depresi pada Perempuan

Seasonal Affective Disorder (SAD)

SAD ini bisa terjadi kalo ada periode tertentu yang terjadi dalam kehidupan, bisa kayak musiman gitu. Gejalanya meliputi depresi, cepat mengantuk, dan kenaikan berat badan.

Biasanya sih SAD ini bisa terjadi di bumi bagian utara dan selatan yang perubahan setiap periodenya cukup signifikan.

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @ChrstnaBergling on Twitter

Depresi atipikal

Depresi atipikal ini ketika lo ada di perubahan suasana ekstrem yang tadinya ada di situasi negatif, tapi tiba-tiba jadi semangat banget gara-gara ada situasi yang positif.

Gejalanya itu bisa kayak tidur berlebihan, makan berlebihan, merasa terbebani, sensitif banget sama penolakan, dan kelelahan.

Depresi psikotik

Depresi psikotik ini bisa terjadi kalo depresi lo udah berat dan parah banget. Depresi psikotik itu meliputi halusinasi, delusi, dan paranoid. Gejala psikotik ini biasanya ada pada gangguan skizofrenia.

Depresi situasional

Pernah gak sih lo rasain perubahan hidup yang signifikan banget? Kayak misal perceraian orang tua, ditinggal orang yang disayang, di-PHK, dan lain-lain. Ini bisa jadi sindrom respon terhadap stres yang bisa menyebabkan munculnya depresi.

Udinnn nih 9 jenis depresi dari DSM-V. Kalo lo merasa dari sekian banyak tulisan ini ada yang relate, sebisa mungkin langsung menghubungi profesional ya. Sebaiknya enggak self-diagnose biar gak salah penanganan.

Setiap orang bisa merasakan gejala yang beda-beda, gak selalu sama antara penderita satu dengan penderita lainnya.

Jadi untuk make sure yang lo rasain itu termasuk gejala depresi atau bukan, lo bisa konsultasi bareng psikolog Satu Persen untuk mendapat diagnosis dan penanganan lebih lanjut terkait gejala-gejala yang lo rasain tentang depresi.

Akhir kata, semoga semua baik-baik aja. Apapun jenis depresi yang mungkin ada di diri lo akan segera pergi dan lo bisa hidup seperti pada normalnya. Jangan lupa untuk tetap #HidupSeutuhnya!

CTA-Konsultasi--1--7

Referensi:

Santoso, M. B., Asiah, D. H. S., & Kirana, C. I. (2017). BUNUH DIRI DAN DEPRESI DALAM PERSPEKTIF PEKERJAANSOSIAL. Jurnal Unpad, 4(3), 390–447. Retrieved from http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:SVrLuP8lqgUJ:jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/download/18617/8838+&cd=18&hl=en&ct=clnk&gl=id

Torres, F. (2020). What Is Depression? Retrieved March 14, 2021, from https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression

Authority, H. (2018). Depression/Bahasa Indonesia. Retrieved March 14, 2021, from https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Depression_Bahasa-Indonesia.pdf?ext=.pdf

Casarella, J. (2020). Types of Depression. Retrieved March 15, 2021, from https://www.webmd.com/depression/guide/depression-types

Read More
judi

Mengenal Rasa Takut Jatuh Cinta karena Trauma

Tanda-tanda Fobia Jatuh Cinta
Satu Persen – Philophobia: Mengenal Rasa Takut Jatuh Cinta karena Trauma

Halo, Perseners! Gimana kabarnya?

Ada pepatah bilang: “Tak kenal maka tak sayang, semakin kenal tambah sayang.” Jadi, kenalin nama gue Dimsyog (acronym dari Dimas Yoga). Di sini gue sebagai Part-time Blog Writer dari Satu Persen!

Semakin bertambahnya umur, setiap orang pasti akan mengalami namanya jatuh bangun dalam kehidupan. Salah satu contohnya adalah jatuh cinta. Jatuh cinta dapat dikatakan sebagai salah satu momen paling indah dan bahagia bagi setiap manusia, tetapi sebaliknya, bisa juga menjadi momen paling menakutkan.

Dalam hal tertentu, trauma akan jatuh cinta bisa dibilang hal sangat wajar sekali, loh. Akan tetapi Perseners, kalau lo takut jatuh cintanya sudah pada tahap yang sangat berlebihan berarti patut dicurigai, nih. Karena bisa jadi lo mengalami yang namanya Philophobia atau bahasa kerennya sih fobia jatuh cinta.  

Nah, di artikel kali ini gue akan membahas seputaran apa itu philophobia dan apa aja sih tanda-tandanya. Jadi, simak hingga akhir dan jangan lupa buat share ke teman-teman maupun kerabat lo, ya. Selamat membaca!

So, apa sih itu Philophobia?

Philophobia adalah rasa takut akan jatuh cinta atau menjalin hubungan dengan orang lain. Banyak orang yang menganggap jatuh cinta adalah suatu hal yang sangat indah untuk dinikmati dan dirasakan. Namun, pernyataan tersebut dapat berbeda jika penderita fobia jatuh cinta yang mengatakannya. Mereka beranggapan, jatuh cinta adalah sesuatu ketidakmungkinan secara emosional.

Menurut Psikolog Ikhsan Bella Persada, ia menjelaskan bahwa apapun fobianya, semua itu disebabkan oleh pengalaman traumatis dari suatu peristiwa. Dalam kasus philophobia, itu berarti si penderita pernah memiliki kisah cinta yang pahit.

Philophobia - Takut Jatuh Cinta
Gambar oleh Mohamed Hassan dari Pixabay.com

“Dalam kasus philophobia, penderita mungkin pernah mengalami rasa sakit putus cinta ataupun jatuh cinta,” kata Ikhsan. Perceraian orang tua, menyaksikan pertengkaran antara kedua orang tua, dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga sebelumnya juga dapat menyebabkan rasa takut jatuh cinta atau philophobia.

Baca juga: Apakah Semua Orang Pasti Punya Phobia?

Lalu, apa aja sih penyebab Philophobia itu?

Menurut Scott Dehorty, Direktur Eksekutif di Maryland House Detox, Delphi Behavioural Health Group, philophobia pada umumnya lebih sering terjadi kepada orang yang memiliki trauma atau luka masa lalu. Contohnya seperti orang-orang yang menyaksikan perceraian orang tua mereka di masa kanak-kanak, mengalami segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan di rumah.

Trauma inilah yang biasanya membuat mereka enggan mengembangkan hubungan atau berhubungan dekat dengan orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki rasa takut kalau orang tersebut akan melakukan hal yang sama dengan mereka.

Orang-orang ini akhirnya mengembangkan rasa takut yang menyebabkan mereka menghindari hubungan untuk menghindari rasa sakit. Namun, semakin seseorang menghindari sumber ketakutannya, maka semakin kuat pula rasa ketakutannya tersebut.

Kemudian, bagaimana cara kita tahu kalau orang tersebut mengalami gejala Philophobia?

Harus ditekankan terlebih dahulu bahwa philophobia ini bukanlah suatu ketakutan akan jatuh cinta yang biasa atau wajar, melainkan sudah pada tahap dimana pengidapnya merasa bahwa jatuh cinta adalah sebuah hal yang sangat menakutkan di kehidupannya.

Jadi, bukan hanya kekhawatiran biasa untuk jatuh cinta, tapi sudah sampai ke tahap takut. Selain itu, fobia ini sangat memengaruhi perasaan sehingga dapat mengganggu kehidupan pengidapnya.

Gejala philophobia dapat bervariasi dari orang ke orang. Tetapi secara umum, orang yang memiliki fobia jatuh cinta mungkin mengalami gejala fisik dan emosional berikut ketika mereka berpikir tentang cinta:

  1. Perasaan takut atau panik yang intens atau sangat berlebihan
  2. Menghindari untuk memiliki perasaan emosional apapun terhadap lawan jenis
  3. Mudah berkeringat
  4. Detak jantung meningkat dengan cepat
  5. Sulit untuk bernapas
  6. Sulit untuk melakukan aktivitas
  7. Merasa mual

Pengidapnya mungkin menyadari bahwa ketakutan mereka ini tidak wajar, tetapi mereka masih tidak dapat mengendalikannya.

Philophobia bukanlah gangguan kecemasan sosial, meskipun orang dengan philophobia juga dapat memiliki gangguan tersebut. Perbedaannya adalah bahwa orang dengan gangguan kecemasan sosial memiliki kecemasan yang ekstrim dalam situasi sosial tertentu, tetapi philophobia mencakup berbagai konteks sosial.

Baca juga: Social Anxiety Disorder: Gangguan Cemas, Gejala, dan Penangannya

Terus, bagaimana cara mengatasi philophobia?

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi philophobia. Cara mengatasinya pun bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan fobia ini sendiri. Pilihannya antara lain melakukan terapi, obat-obatan dan perubahan pola hidup. Jadi, yuk kita bahas satu-persatu!

1. Psikoterapi

Psikoterapi philophobia
Gambar oleh Mohamed Hassan dari Pixabay.com

Bentuk penanganan pertama yang dapat dilakukan untuk pengidap philophobia adalah dengan melakukan psikoterapi. Psikoterapi yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan terapi khusus kognitif atau cognitive behavioural therapy (CBT) yang sudah terbukti efektif untuk mengatasi ketakutan yang cukup parah.

Dalam penanganan menggunakan CBT ini, terapis akan melakukan semua yang terbaik untuk membantu pengidap mengidentifikasi dari mana sumber ketakutan tersebut, mengubah pikiran, keyakinan, dan reaksi negatif terhadap sumber fobia. Jadi sangat perlu diingat loh, Perseners, pentingnya mengidentifikasi sumber ketakutan dan mencari tahu apakah dari perasaan terluka atau trauma adalah penyebab ketakutan.

2. Pengobatan

Philophobia - Obat
Gambar oleh Stevepb dari Pixabay.com

Dalam beberapa penanganan trauma yang cukup berat, pemberiaan obat-obatan yang tepat dan efektif dapat memberikan peran yang penting dalam perawatan kepada pengidap. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan antidepresan jika masalah kesehatan mental lainnya teridentifikasi. Obat-obatan umumnya digunakan dalam kombinasi dengan terapi.

Penting untuk diketahui bahwa perawatan ini tidak langsung berhasil pada satu sesi terapi dan tetap memerlukan perawatan lebih lanjut dengan terapis. Terapis akan melihat perawatan mana yang sesuai dengan kebutuhan pengidap. Terapis dan pasien juga harus bekerja sama untuk menentukan rencana perawatan mana yang paling efektif.

3. Perubahan gaya dan pola hidup

Philophobia - Perubahan pola hidup
Gambar oleh Borjah dari Pixabay.com

Selain menggunakan dua cara sebelumnya, perubahan pola hidup juga sangat membantu dalam menangani trauma yang cukup parah. Dokter merekomendasikan perubahan gaya hidup, seperti olahraga, teknik relaksasi, dan strategi mindfulness untuk mengatasi philophobia.

Perlu diingat ya guys, philophobia bukanlah sebuah fobia yang sangat mematikan dan harus ditakutkan karena sewajarnya pasti setiap orang pernah mengalaminya semasa hidupnya. Tapi, kalau lo merasa lo atau teman-teman lo mengalami beberapa gejala yang udah gue sebutkan diatas tadi, lo bisa segera konsultasikan ke psikolog supaya dapat cepat ditangani karena gangguan ini tentu sangat mengganggu kehidupan sosial, bukan?

Oh iya, lo juga bisa berkonsultasi dengan psikolog, loh. Salah satunya dengan Psikolog dari Satu Persen yang bisa lo coba dengan cara klik di sini. Di Satu Persen, lo akan mendapatkan 1 jam konseling dari psikolog, tes psikotes, asesmen pra-konseling, lembar kerja, dan tentu saja terapi.

Psikolog Satu Persen juga memiliki lisensi resmi loh guys, jadi jangan khawatir. Di Satu Persen juga memiliki banyak testimoni yang bisa lo baca di website-nya. Jangan biarkan Philophobia mempengaruhi hidup lo selamanya, ya.

Jika lo masih ragu untuk mengikuti layanan konseling, lo bisa mencoba tes gratis dari kita terlebih dahulu. Dengan tes ini, lo akan tahu layanan konsultasi mana yang terbaik untuk masalah lo. Caranya gampang banget, lo cukup klik aja di sini.

Satu Persen mungkin belum punya video YouTube yang membahas fobia secara umum, tapi lo bisa kepoin lebih dalam tentang salah satu fobia yang kayaknya udah cukup sering lo denger. Betul, tentang social phobia atau fobia terhadap situasi sosial. Yuk, cari tahu lewat video berikut!

YouTube Satu Persen – Mengenal Kecemasan Sosial

Sekian dulu tulisan dari gue, semoga informasinya bermanfaat, ya! Buat kalian yang lagi menderita fobia terhadap jatuh cinta, semoga bisa cepat pulih dan gak ngerasa takut lagi buat jatuh cinta karena jatuh cinta itu berjuta rasanya. 🙂

By the way, punya fobia bukan berarti lo gak bakalan bisa berkembang, kok! Bareng kita, yuk berkembang sedikit demi sedikit, seenggaknya Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Gue Dimsyog dari Satu Persen, selamat mencoba untuk menjadi sahabat dan teman terbaik bagi diri lo sendiri. Thanks!

Referensi:

Fadil, dr. R. (2020, July 19). Kenali lebih Dekat Philophobia Atau Fobia Jatuh Cinta. halodoc. Retrieved September 29, 2021, from https://www.halodoc.com/artikel/kenali-lebih-dekat-philophobia-atau-fobia-jatuh-cinta.

Hofmann, S. G., & Otto, M. W. (2008). Practical clinical guidebooks series.Cognitive-behavior therapy for social anxiety disorder: Evidence-based and disorder-specific treatment techniques. Routledge/Taylor & Francis Group.

Read More
judi

Mengenal Sandwich Generation dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Definisi, Penyebab dan Dampak Generasi Sandwich pada kesehatan mental
Satu Persen – Apa Itu Generasi Sandwich?

Kamu pernah makan roti sandwich? Makanan dengan isian daging, sayur, telor, dan saus yang kemudian diapit dua buah roti. Rasanya enak banget untuk nemenin sarapan dengan secangkir teh. Tapi, kalau sandwich generation, kamu pernah dengar, nggak?

Sandwich Generation
Cr: Google, spongebob sandwich

Yup, ternyata ada loh, istilah sandwich generation atau generasi sandwich. Istilah ini ditujukan untuk suatu fenomena dimana seseorang diapit oleh kebutuhan dua generasi sekaligus.

Hah gimana tuh maksudnya?”

Nah, di artikel kali ini, bersama gue Zahra, kita akan kupas tuntas apa itu sandwich generation! Mulai dari definisi, ciri-ciri hingga dampaknya. Baca sampai akhir, ya!

Apa yang Dimaksud Generasi Sandwich?

Sandwich generation atau generasi sandwich pertama kali diperkenalkan oleh A. Miller, pada 1981. Seorang profesor sekaligus direktur praktikum di Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS). Istilah ini dipakai dalam jurnalnya yang berjudul “The ‘Sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging”.

Nah, generasi sandwich dapat diartikan sebagai sebuah fenomena dimana seseorang harus menanggung kebutuhan, terutama kebutuhan finansial dari generasi atas dan generasi bawah. Generasi atas yaitu orang tua mereka dan generasi bawah yaitu anak-anak mereka. Seperti isian daging dalam roti sandwich yang dihimpit dua roti, generasi sandwich juga terhimpit oleh kebutuhan dua generasi yang berbeda.

Jadi secara sederhana, kamu yang berada di generasi sandwich dituntut untuk harus menghidupi dan mencukupi kebutuhan orang tua kamu sekaligus anak-anak kamu. Bukan hanya kebutuhan sehari-hari, tetapi juga kebutuhan kesehatan dan kebutuhan penting lainnya.

Perawatan untuk orang tua yang sudah mulai menurun kesehatannya karena faktor usia, juga kebutuhan tumbuh kembang si kecil. Karenanya, generasi sandwich biasanya ada pada middle age, atau orang-orang yang berusia 35-54 tahun.

Kok Bisa sih, Ada Generasi Sandwich?

Umumnya, generasi sandwich terjadi secara turun-temurun. Jadi ketika orang tua sudah terjebak dalam generasi sandwich, bisa jadi anaknya besok juga akan terjebak dalam situasi tersebut. Hal ini sering juga disebut sebagai siklus lingkaran generasi sandwich.

Masa muda dan produktif seseorang yang harus membiayai dua generasi sekaligus membuat mereka sering lupa dan kesusahan menyiapkan dana untuk masa tua. Oleh karena itu, mau tidak mau akan berdampak pada kebutuhan masa tuanya nanti yang harus ditanggung anaknya dan situasi ini terulang terus-menerus.

Di satu sisi, generasi sandwich juga terjadi karena kurang siapnya seseorang dalam mempersiapkan masa depan. Mempersiapkan dalam hal ini termasuk mengatur keuangan, pengeluaran, dan pemasukan untuk masa depan. Minimnya pengetahuan terkait asuransi kesehatan, jaminan hari tua, atau investasi untuk passive income juga menjadi faktor penyebab generasi sandwich ini.

Ciri-ciri Generasi Sandwich

Carol Abaya, seorang Aging dan Elder Care Expert (seniorliving.org) membagi ciri-ciri generasi sandwich yang dilihat dari perannya menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. The Traditional Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 40-50 tahun. Mereka diapit antara kebutuhan orang berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan bantuan finansial.

2. The Club Sandwich Generation

Generasi ini berisi orang dewasa yang berusia 30-60 tahun, Mereka diapit antara orangtua dan anak, serta cucu (jika sudah punya) atau nenek dan kakek (jika masih hidup).

3. The Open Faced Sandwich Generation

Generasi ini berisi siapa pun (yang tidak profesional) yang terlibat dalam perawatan lansia.

Terlihat begitu berat ya, jika melihat definisi dari masing-masing perannya. Seseorang harus menanggung beban dan mengesampingkan keinginan dirinya sendiri. Hal tersebut tak jarang membuat generasi sandwich rentan mengalami stres.

Survey di Amerika Serikat pada tahun 2007 bahkan memberikan hasil bahwasanya generasi sandwich mengalami tingkat stres lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka dituntut untuk menyeimbangkan peran dalam perawatan anak dan juga orangtua mereka

Dampak bagi Generasi Sandwich

Selain mudah stres, beratnya beban yang harus ditanggung generasi sandwich terkadang membuat mereka menjadi kelelahan dan rentan mengalami gangguan mental, loh. Gangguan mentalnya seperti apa saja, sih?

1. Burnout (Kelelahan Fisik dan Mental)

Menghidupi orang tua dan anak-anaknya sekaligus tentu mengharuskan untuk bekerja super ekstra karena kebutuhan bertambah dua kali lipat. Hal tersebut tentu dapat mengakibatkan kelelahan fisik.

Bisa jadi jam tidur harus berkurang karena mengambil kerja tambahan demi pemasukan bertambah. Pulang larut malam untuk ambil lembur, atau bangun lebih pagi untuk pekerjaan tambahan.

Fisik yang diforsir setiap hari tentu akan merasa capek. Ibarat mesin nih, kalau dipakai terus-terusan dan super ekstra, juga bakalan panas sendiri.

burnout
cr: id.pinterenst.com

Di satu sisi, tentu mentalnya juga akan lelah. Orang-orang yang terjebak pada generasi sandwich hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi karena sehari-hari waktunya habis untuk bekerja. Padahal tak jarang hasil jerih payahnya hanya sedikit yang dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.

Hal itu tentu mengurangi rasa puas setelah bekerja dan sulit meluapkan emosi atau refreshing bersama lingkungan sekitar.

2. Perasaan Bersalah

Meski sudah bekerja keras, perasaan bersalah juga sering dirasakan loh, oleh generasi sandwich. Perasaan ini muncul biasanya ketika mereka belum mampu memenuhi kebutuhan orang tua atau anak-anaknya secara maksimal. Mereka merasa harus bertanggung jawab atas semua keinginan orang tua dan anak-anaknya sehingga ketika ada satu dua yang belum bisa dipenuhi, perasaan bersalah akan muncul dan berkecamuk.

sandwich generation
cr: id.pinterest.com

Perasaan bersalah ini sebenarnya jika dibiarkan akan berbahaya dan mengganggu kesehatan mental. Mereka akan mudah menyalahkan diri sendiri dan belum bisa menghargai apa yang sudah ia kerjakan. Perasaan bersalah membuat seseorang mudah insecure dan sulit untuk mencintai diri sendiri.

3. Merasa khawatir terus-menerus

Sama seperti perasaan bersalah yang mudah hadir, generasi sandwich juga mudah merasa khawatir bahkan terus-menerus. Kekhawatiran akan masa depan orangtua dan anak-anaknya, dan yang pasti diri mereka sendiri.

Khawatir hasil kerjanya belum cukup membiayai kesehatan orang tua, atau khawatir pendidikan yang diberikan ke anak-anaknya belum maksimal karena keterbatasan biaya. Generasi sandwich juga sering khawatir sampai kapan mereka harus berada pada situasi seperti ini.

generasi sandwich - overthinking
Cr: knowyourmeme.com

Perasaan khawatir yang terus-menerus akan menyebabkan kecemasan berlebihan. Kecemasan ini pun jika diabaikan lama-kelamaan akan memuncak dan mengakibatkan depresi. Perasaan ini dapat dikurangi dengan membagi beban kepada orang lain. Baik dengan bercerita dengan teman sebaya atau sesama generasi sandwich, atau pun dengan keluarga besar mereka.

Baca Juga : Kecemasan, Wajar Gak Ya? Yuk Kenalan!

So, mulai dari sekarang, kita harus pandai mengatur keuangan agar tidak menjadi penyebab anak kita nanti terjebak dalam generasi sandwich. Pentingnya tabungan untuk hari tua dan passive income bisa loh, mulai kamu dipertimbangkan sejak dini.

Baca Juga: Cara Mengelola Keuangan Pribadi (Financial Plan)

Nah, buat kamu nih yang saat ini ternyata sedang terjebak di sandwich generation, first thing first: Bersyukur! Bersyukur karena dipilih Tuhan dan diberi kekuatan serta rezeki untuk bisa menghidupi dua generasi sekaligus. Keren banget nggak sih, berarti?

Dan, jangan pernah ragu untuk berbagi cerita tentang kehidupan kamu ketika sedang merasa berat. Cara ini bisa mengurangi potensi stres yang timbul akibat kerja keras dan beban yang kamu alami. Dengan berbagi, hati akan menjadi lebih lapang dan kembali terisi energi untuk beraktivitas.

“Tapi, harus cerita ke siapa?”

Cerita ke Satu Persen, dong! Karena Satu Persen menyediakan layanan konseling untuk kamu yang ingin berkonsultasi perihal berbagai permasalahanmu. Terlebih ketika dampak mental dari generasi sandwich sudah mulai kamu rasakan dan sangat mengganggu aktivitas sehari-harimu. Fix deh, kamu harus coba konsultasi ke Satu Persen. Untuk daftarnya?  KLIK LINK DISINI, YA! Kalau masih ragu, coba deh kamu ikut tes konsultasi dulu.

Terakhir, Gue Zahra, Blog Writer Satu Persen, sampai jumpa di artikel selanjutnya ya! Stay happy and healthy, Perseners!

Referensi

  1. Carol Abaya. (Januari, 1999). A Survival Course for the Sandwich Generation. New York. www.sandwichgeneration.com
  2. Dorothy A. 1981. MillerThe ‘sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging. Oxford University Press
Read More