putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Jenis

judi

Definisi, Jenis, dan Cara Mengatasi

mengenal bipolar
mengenal bipolar

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Apa sih yang lagi kalian rasakan akhir-akhir ini?

Tentunya, gue berharap kalian semua lagi ngerasain hal-hal baik, ya. Tapi, gak dapat dipungkiri, hidup tuh gak bisa dipaksain buat bahagia terus. Jadi, mungkin ada dari kalian yang lagi ngerasa sedih, kacau, dan sebagainya.

Baca juga: Stop Mencari Kebahagiaan Sekarang

Atau mungkin…ada gak dari kalian yang lagi bingung sama perasaannya sendiri?

Baru aja ketawa-tawa seneng banget, tiba-tiba bete dan males ngapa-ngapain. Tadinya asik bercanda bareng, sesaat kemudian jadi murung. Hati tuh rasanya naik-turun banget, kayak lagi naik rollercoaster.

Gara-gara perubahan yang terlalu cepat itu, jadinya malah dipandang aneh sama temen-temen atau keluarga. Mungkin ada dari temen kalian yang pernah nyeletuk, kurang lebih gini:

“Suasana hati lo labil banget, deh. Jangan-jangan lo bipolar, kali!”

Abis itu, lo searching di internet dan ngerasa gejalanya mirip sama perubahan suasana hati yang lagi lo alami. Akhirnya, lo mikir, “Mungkin gue emang bipolar kali, ya?”

Well, kalo lo lagi bertanya-tanya, mood ala rollercoaster yang lo alami itu bipolar atau bukan, jawabannya bukan ya, guys. Kalian pasti tahu istilah moody, kan? Nah, istilah ini mungkin lebih tepat buat lo yang perasaannya gampang berubah-ubah.

Sebenernya, bipolar itu emang merupakan gangguan mental di mana penderitanya mengalami perubahaan mood yang ekstrem. Tapi, ekstrem yang dimaksud di sini bukan berarti gampang berubah-ubah seperti halnya orang yang moody. Kadar atau intensitasnya jauh lebih parah daripada itu.

Orang dengan gangguan bipolar mungkin bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain pas gejalanya lagi kambuh. Mereka bisa jadi sulit beraktivitas dengan normal seperti orang kebanyakan, sulit juga mempertahankan hubungan dengan orang sekitar, gara-gara suasana hati yang cenderung udah di luar kontrol si penderita.

Melalui artikel yang gue tulis ini, yuk mengenal bipolar lebih dalam lagi! Supaya lo bisa lebih paham gimana membedakan gejala bipolar dengan moody biasa. Jangan sampe salah kaprah, apalagi self-diagnose, ya 🙂

Lebih mengenal bipolar

Kenapa sih, seseorang bisa mengalami bipolar?

Sayangnya, meskipun bipolar bukan gangguan mental yang langka, belum diketahui apa penyebab pastinya. Para ahli berpendapat bahwa bipolar mungkin bisa disebabkan oleh faktor genetik, struktur otak, atau lingkungan.

Gangguan bipolar emang bisa diturunkan dari orang tua ke anaknya. Menurut penelitian, seseorang berisiko empat sampai enam kali lebih rentan mengidap bipolar apabila keluarganya memiliki riwayat gangguan tersebut. Tapi, bukan berarti semua orang yang berisiko itu pasti menderita bipolar ya, guys.

Kalo gitu, gejala seperti apa sih kalo penderita bipolar lagi kambuh?

Ada tiga kemungkinan gejala yang dialami oleh orang dengan gangguan bipolar, yaitu mania, hipomania, dan depresi. Gejala yang bakalan dialami itu tergantung dengan tipe bipolar yang diderita. Jadi, gak semua pengidap bipolar mengalami gejala yang sama.

Apa sih, bedanya dari ketiga gejala tersebut?

Episode gejala bipolar: mania/hipomania vs depresi

Orang dengan bipolar mengalami gejala yang disebut episode. Seperti yang udah gue mention sebelumnya, episode dapat berupa mania atau hipomania dan depresi, tergantung tipe bipolar yang diderita. Episode tersebut bisa jadi jarang dialami atau dialami beberapa kali setiap tahunnya.

Episode mania (atau manik) bukan hanya sekadar perasaan yang sangat senang. Luapan kesenangan yang dirasakan tersebut bisa jadi dapat mengganggu aktivitas harian, bahkan sampe membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Apa sih yang biasanya orang lakukan kalo lagi seneng? Mungkin main ke luar rumah sama temen-temen, trus ngobrol dan ketawa bareng. Nah, lain halnya dengan yang mengidap bipolar, mereka bisa aja ngabisin uang jutaan tanpa pikir panjang, kebut-kebutan, atau ngajak orang lain ngobrol nonstop sampe gak tidur semalaman.

mengenal bipolar
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Ada juga gejala yang disebut episode hipomania. Hipomania juga bisa disebut sebagai ‘kondisi senangnya’ penderita bipolar, tapi gak separah mania. Tapi, tetap aja kadar senangnya itu berbeda dengan senang dalam kondisi normal. Pokoknya, ketidakwajaran penderita yang lagi ngalamin hipomania bakal keliatan juga sama orang lain.

Sedangkan, kondisi nge-down yang dialami pengidap bipolar bisa disebut dengan episode depresi. Mereka juga ekstrem banget kalo lagi sedih. Bisa aja mereka jadi gak minat ngobrol atau ketemu orang lain, atau tiba-tiba gak nafsu sama makanan apa pun. Dalam kondisi terparah, mereka mungkin aja sampe punya pemikiran buat bunuh diri.

Setelah mengetahui gejalanya, barulah kita bisa memahami tipe-tipe bipolar yang ada, nih. Secara umum, biasanya bipolar dibagi menjadi dua:

Bipolar 1

Bipolar tipe 1 ditandai dengan minimal satu episode mania yang didiagnosa secara klinis. Gak semua pengidap bipolar 1 mengalami episode depresi. Terkadang gejala episode mania gak bisa diatasi secara mandiri, sehingga membutuhkan penanganan dari rumah sakit.

Bipolar 2

Seseorang bisa didiagnosa mengidap bipolar 2 apabila mengalami episode depresi mayor minimal 2 minggu dan satu episode hipomania. Cenderungnya, mereka gak mengalami sampe ke tahap mania.

Bayangin aja, lo yang semula ngerasain bahagia yang amat sangat, tiba-tiba merosot jatuh mood-nya. Pasti rasanya menderita banget ngalamin perasaan seekstrem itu. Belum lagi dapet stigma yang gak benar dari orang-orang sekitar yang masih kurang paham sama gangguan bipolar ini. Nah, itulah yang dialami oleh penderita gangguan bipolar, guys.

Kalo lo udah baca sampe sini, gue harap lo udah bisa bedain antara moody dengan gangguan bipolar yang merupakan gangguan klinis dan perlu pengobatan khusus. Kalo lo mengalami gejala yang udah gue sebutin di atas, berarti udah saatnya lo melakukan penanganan, nih.

Coba Juga: Tes Layanan Konsultasi yang Paling Sesuai dengan Kebutuhanmu.

Hidup berdampingan dengan bipolar

Emangnya bisa? Gimana caranya?

1. Mengatur gejala bipolar dengan gaya hidup sehat

Pastinya, gaya hidup yang sehat bakal berdampak baik pula buat kesehatan mental lo.

Lo bisa membiasakan diri dengan hal yang simpel, seperti mengatur pola makan dan tidur, aware sama mood swing yang lo rasakan, bergaul dengan teman yang suportif, serta berkonsultasi dengan psikolog atau tenaga profesional lainnya.

Baca Juga: Cara Cepat Tidur Nyenyak (Mengatasi Overthinking Sebelum Tidur)

2. Cobain pengobatan alami untuk meredakan gejala bipolar

Pengobatan alami bisa membantu lo supaya mood lebih stabil. Lo bisa coba mengonsumsi minyak ikan, rhodiola rosea (akar emas), atau suplemen S-adenosylmethionine (SAMe).

Tapi, jangan lupa konsultasiin dulu ke dokter sebelum mengonsumsi, ya! Soalnya, pengobatan alami ini bisa mengganggu pengobatan lo yang sebelumnya, jadi harus disesuaikan terlebih dahulu.

3. Punya support system supaya gejala bipolar lo membaik

Dukungan emosional dari orang terdekat yang sayang sama lo tentu bikin perasaan lo jadi lebih baik, kan? Jangan lupa kalo mereka bakal ada buat lo, jadi gak perlu ngerasa menderita sendirian. Selama memungkinkan, komunikasikan aja sama mereka tentang apa yang lo rasakan.

4. Konsultasikan gejala bipolar lo ke tenaga profesional

Kalo lo emang udah didiagnosa gangguan bipolar, tahap selanjutnya lo perlu konsultasi secara rutin, nih. Soalnya, lo perlu penanganan dengan resep obat, terapi, dan metode pengobatan lainnya. Kalo gejala yang dialami udah sampe tahap bahaya, segera minta bantuan sama orang lain, ya!

Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Gangguan bipolar emang gak bisa dianggap remeh, guys. Karena gak bisa disembuhkan, bipolar cuma bisa dikurangi gejalanya aja. Nah, buat lo yang udah didiagnosa gangguan bipolar, atau ngerasa lo mengalami gejalanya dan mau coba konsultasi, udah kebayang belum mau cari bantuan kemana?

Layanan konseling Satu Persen mungkin bisa menjadi salah satu opsi buat lo yang pengen konsultasi, nih. Layanan konseling ini emang disediakan untuk menangani masalah klinis seperti bipolar. Tenang aja, di sini lo bakal ditangani sama tenaga profesional yang merupakan lulusan S2 psikologi profesi, jadi mereka bisa bantu ngurangin gejala lo dengan terapi. Buat lo yang belum pernah konsultasi, lo juga bisa dapetin diagnosa lewat konseling kita, lho!

Barangkali ada dari lo yang  pengen tahu lebih banyak lagi tentang bipolar, lo juga bisa simak video YouTube dari Satu Persen yang bisa lo tonton langsung dengan nge-klik link di bawah ini.

mengenal bipolar

Kurang lebih segitu dulu yang bisa gue sampaikan di artikel ini. Semoga bisa bermanfaat bagi siapa pun yang membutuhkannya, ya. Buat yang lagi berjuang menghadapi bipolar, gue selalu support dan mengharapkan yang terbaik buat kalian 🙂

Mengidap gangguan mental gak menghalangi lo buat berkembang, kok. Yuk, hidup lebih berdaya bareng kita. Pelan-pelan, tapi minimal Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Akhir kata, thanks a million.

Referensi

Holland, K. (January 18, 2018). Everything You Need to Know About Bipolar Disorder. Retrieved on March 7, 2021 from https://www.healthline.com/health/bipolar-disorder.

Roland, J. (January 10, 2019). Bipolar 1 Disorder and Bipolar 2 Disorder: What Are the Differences?. Retrieved on March 7, 2021 from https://www.healthline.com/health/bipolar-disorder/bipolar-1-vs-bipolar-2.

Read More
judi

Perbedaan Trauma dan PTSD (Jenis, Gejala, dan Solusi)

Gambar oleh Satu Persen - Gue Trauma atau PTSD?
Gambar oleh Satu Persen – Gue Trauma atau PTSD?

Halo, Perseners! Kenalin gue Vidha sebagai Associate Writer di Satu Persen.

Karena masih stay at home, jadi kerjaan gue di rumah sering nonton TV. Setiap gue nonton TV, banyak berita lain yang menginformasikan tentang bencana alam, kasus kekerasan, pembullyan, pemerkosaan, dan lain-lain yang bikin gue cemas sendiri.

Gak jarang juga berita-berita itu tuh men-trigger apa yang pernah menjadi pengalaman gue dan membuat gue trauma. Meskipun kejadian itu udah lamaaaa banget, tapi kadang tetep aja blow up dan buat gue teringat lagi.

Mungkin lo ada yang merasa sama nih kayak gue. Mempunyai sebuah kejadian traumatis yang kadang keinget-inget lagi dan berpengaruh sama kehidupan lo sehari-hari.

Nah, sekarang pertanyaannya yang lo rasain itu adalah sebuah trauma atau PTSD?

Trauma

Dilansir dari Pusat Nasional PTSD AS, sekitar 60% pria dan 40% wanita mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya. Peristiwa traumatis dengan jenis dan tingkatan yang berbeda-beda tiap individu.

Trauma sendiri itu apa sih?

Trauma adalah peristiwa yang dianggap membahayakan diri, mengancam nyawa, dan memiliki efek jangka panjang bagi kehidupan. Trauma itu gak sebatas pelecehan, pemerkosaan, kecelakan, bencana, dan sesuatu yang lo pikir serem banget deh. Trauma bisa juga karena hal-hal kecil, tapi berulang.

Lo dikatain sama temen-temen lo dari SD sampe SMP aja bisa loh jadi trauma. Segala hal yang menakutkan atau berefek pada hidup lo dalam jangka panjang bisa dianggap trauma. Lo diselingkuhin, dibohongin, di-PHP-in terus menerus juga bisa buat lo trauma soal cinta-cintaan bahkan sampe punya trust issue.

sumber: @bpddreams on Instagram
sumber: @bpddreams on Instagram

Meskipun ‘trauma’ a.k.a. PTS (post-traumatic stress) itu kedengerannya serem, tapi PTS itu adalah respon yang normal dan wajar terjadi setelah lo mengalami hal yang traumatis. Waktu itu gue ikut program Basic Mental Health Training Satu Persen dengan topik Emotional First Aid yang menjelaskan tentang trauma.

Jenis-Jenis Trauma

Trauma itu sendiri ada dua jenis, yaitu trauma primer dan trauma sekunder. Trauma primer adalah suatu kejadian traumatis yang lo alami sendiri. Misal kayak kecelakaan, operasi, dan lain-lain yang mungkin menyakitkan bagi diri lo yang merasakannya.

Trauma sekunder adalah suatu kejadian traumatis yang terjadi dengan orang lain, tapi lo liat atau mendengarkan secara langsung pengalaman trauma orang lain. Bisa disebut juga vicarious trauma. Contohnya kayak lo liat orang kecelakaan sampe berdarah-darah atau lo dengerin kisah temen lo yang pasangannya meninggal dunia pas detik-detik pernikahan.

Selain dua itu, trauma juga punya dua jenis berdasarkan waktu, yaitu trauma akut dan trauma kompleks. Trauma kompleks itu adalah peristiwa traumatis yang berulang-ulang selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, seperti pembullyan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain, sedangkan trauma akut itu adalah peristiwa trauma yang terjadi hanya sekali, tetapi secara masif, seperti bencana alam.

Trauma di setiap orang juga berbeda-beda. Kalo temen lo trauma digigit anjing dan lo enggak, bukan berarti temen lo lemah karena takut anjing. Karena respon setiap individu itu berbeda. Respon dari trauma juga beda-beda, kalo lo pernah denger kalimat ‘fight or flight’ itu adalah respon dari trauma lo. Mau lari dan menghindar dari trauma lo atau mau lo lawan traumanya.

sumber: @alaskastardust on Twitter
sumber: @alaskastardust on Twitter

PTSD

PTSD termasuk golongan dari gangguan kecemasan (anxiety disorder) yang merupakan kelanjutan dari acute stress disorder (ASD).

Baca juga: Gangguan Kecemasan di Kala Pandemi

Menurut DSM-V (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder V), PTSD merupakan sekelompok gejala kecemasan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis yang mengakibatkan perasaan ngeri, tidak berdaya, dan ketakutan.

PTSD bukan cuma lo gak bisa move on dari peristiwa traumatis, tapi lebih lebih lebih dari itu.

sumber: @what.is.mental.illness on Instagram
sumber: @what.is.mental.illness on Instagram

Gejala-gejala dari PTSD yang ditulis oleh Psikologi FK UNS, mencakup:

1. Paparan terhadap peristiwa traumatis

Mengalami efek atau dampak dari peristiwa traumatis. Contohnya kalo peristiwa kecelakaan, kakinya patah atau ancaman dan emosi negatif kayak selalu murung setelah dibully.

2. Re-experiencing atau perasaan mengalami kembali peristiwa traumatis

Lo merasa kayak peristiwa itu tuh kejadian lagi. Misal trauma tentang kecelakaan kereta, lo bisa aja mendengar klakson kereta, bisa mencium bau-bau di dalam kereta atau bahkan bau darah ketika keretanya tabrakan dan korban berjatuhan. Bisa juga mengalaminya lewat mimpi buruk dan emosi-emosi negatif dari peristiwa itu.

3. Menghindar dari ingatan tentang peristiwa traumatis

Kalo lo trauma soal pelecehan seksual dalam kampus, lo gak akan mau diajak ke kampus lagi. Lo gak mau membahas apapun yang berkaitan sama kampus. Pokoknya BIG NO deh sama hal-hal yang bikin lo inget sama trauma lo. Mau itu tempat, suasana, individu/pelaku, atau perilaku yang berkaitan dengan peristiwa traumatis.

4. Kewaspadaan berlebih

Apa-apa bikin lo takut, bikin lo gelisah, bikin lo kaget karena lo memasang kewaspadaan yang berlebih bagi diri lo sendiri.

5. Adanya penurunan fungsi psikologis

Lo jadi sulit berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari kehidupan sosial. Lo juga jadi gak bergairah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Lo baru bisa didiagnosis dengan PTSD ketika lima gejala tadi terjadi selama satu bulan atau lebih. Sama dengan gangguan mental lainnya, PTSD juga gak cuma masalah psikis, tapi juga fisik.

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2018 menyatakan bahwa pasien PSTD mengalami kerusakan otak pada area hippocampus menjadi lebih kecil. Jadi kerusakan itu beneran nyata pada organ tubuh, yaitu otak.

Baca juga: Penjelasan Lengkap PTSD

sumber: theraphy101 on Tumblr
sumber: theraphy101 on Tumblr

C-PTSD

Selain PTSD, ada juga loh yang namanya C-PTSD atau Complex Post-Traumatic Stress Disorder. Kalo lo baca soal jenis trauma berdasarkan waktu itu ada dua yaitu trauma akut dan trauma kompleks, C-PTSD ini terfokuskan dengan trauma kompleks.

Di Indonesia sendiri, C-PTSD masih jarang dibahas, but it’s okay to know more about the new thing!

sumber: @what.is.mental.illness on Instagram
sumber: @what.is.mental.illness on Instagram

Persamaan dan Perbedaan PTS dan PTSD

Trauma atau post-traumatic stress (PTS) dengan PTSD mempunyai kesamaan yaitu sama-sama merasakan perasaan takut, gelisah, cemas, berusaha untuk menjauhi atau menghindar dari sesuatu hal bisa tempat atau situasi yang dapat membuat mereka teringat akan traumanya, dan juga mimpi buruk.

Perbedaan yang mendasar dan dapat dilihat adalah PTS tidak berlangsung lama setelah peristiwa traumatis itu terjadi, lain halnya dengan PTSD yang terus akan ada menghantui lo lama setelah peristiwa traumatis itu terjadi.

YouTube Satu Persen – Gangguan Traumatis

So, kalo lo emang merasa terganggu dengan trauma lo dan gak tau nih gimana cara menghilangkan trauma itu, lo bisa ikut konseling bareng psikolog Satu Persen. D

engan lo ikut konseling bareng Satu Persen, selain tau diagnosis lo itu trauma atau PTSD dan bagaimana cara menghilangkan traumanya, lo juga bisa dapet psikotes dan worksheet setelah konsultasi supaya lo bisa lebih berkembang setelah sesi konseling.

Informasi terkait layanan dan benefit apa aja yang bisa didapat dari ikutan konseling online Satu Persen bisa dilihat dengan klik gambar di bawah ini!

Satu-Persen-Artikel--30--4

Kalau lo masih ragu apakah memang harus ke psikolog atau gak, lo bisa coba dulu tes konsultasi supaya tau layanan yang cocok buat lo. Akhir kata, trauma itu sesuatu yang mengerikan ya guys, tapi jangan sampe trauma lo itu membuat orang lain juga trauma karena lo gak bisa mengendalikan trauma lo sendiri.

Jadi jangan lupa untuk selalu berusaha lebih baik lagi setiap harinya dengan #HidupSeutuhnya.

Referensi:

Pratiwi, C. A., Karini, S. M., & Agustin, R. W. (2012). PERBEDAAN TINGKAT PTSD DITINJAU DARI BENTUK DUKUNGAN EMOSI PADA PENYITAS ERUPSI MERAPI USIA REMAJA DAN DEWASA DI SLEMAN, YOGYAKARTA. Universitas Sebelas Maret Surakarta, 4(2). Retrieved from http://jurnalwacana.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/wacana/article/view/22

MentalHealthTX. (n.d.). Trauma and Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Retrieved March 23, 2021, from https://mentalhealthtx.org/id/kondisi-umum/trauma-and-post-traumatic-stress-disorder-ptsd/

Bender, J. (2013). What Are the Differences Between PTS and PTSD? Retrieved March 23, 2021, from https://www.brainline.org/article/what-are-differences-between-pts-and-ptsd#:~:text=PTS symptoms are common after,PTSD without first having PTS

Read More
judi

Mengenal 5 Jenis Gangguan Kecemasan (Mungkin Kamu Mengalami Gejalanya)

Jenis Gangguan Kecemasan - Anxiety
Satu Persen – 5 Jenis Gangguan Kecemasan

Halo, Perseners! Gimana kabarnya?

Selama hidup, gue ataupun lo semua pasti pernah kan yang namanya mengalami kecemasan dari waktu ke waktu? Apalagi di saat pandemi seperti ini, perasaan cemas yang ada semakin menjadi-jadi. Bahkan, hal yang sebelumnya lo anggap biasa aja bisa jadi sumber rasa cemas yang mengerikan. Contohnya gak punya pasangan, gimana rasanya hidup sendirian, atau pun takut gak lulus kuliah.

Bagi beberapa orang, rasa cemas merupakan suatu reaksi yang wajar dan dapat hilang dalam waktu yang singkat. Namun, bagi sebagian orang lainnya, rasa cemas bukanlah hal yang wajar dan rasa cemas ini gak dapat menghilang dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun.

Kalau rasa cemas ini dibiarkan begitu saja, seiring berjalannya waktu bisa-bisa dapat mengganggu kehidupan lo sehari-hari.

Jika hal ini terjadi, dapat dikatakan bahwa lo mengalami yang namanya gangguan kecemasan atau yang lebih dikenal dengan anxiety disorder.

Tapi, lo semua tau gak sih Perseners, kalau gangguan kecemasan atau anxiety disorder itu memiliki berbagai macam jenis, loh. Apa aja sih, itu?

Nah, di artikel kali ini gue akan membahas seputaran tentang 5 jenis gangguan kecemasan yang mungkin pernah atau sedang lo alami sekarang. Jadi, simak hingga akhir dan jangan lupa buat share ke teman-teman maupun kerabat lo. Selamat membaca!

Tapi sebelumnya, ada pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang, semakin kenal tambah sayang. Jadi, kenalin nama gue Dimsyog (acronym dari Dimas Yoga). Di sini gue sebagai Part-time Blog Writer dari Satu Persen. Simak sampai habis, ya!

Baca juga: Panic Disorder: Atasi Gangguan Panik yang Ganggu Aktivitasmu

5 Jenis Gangguan Kecemasan

gangguan kecemasan - anxiety disorder
Sumber dari pixabay.com

Gangguan kecemasan adalah istilah umum untuk kecemasan berlebihan yang berada di luar kendali manusia. Nah, ternyata rasa cemas itu ada banyak jenisnya, loh. Tergantung dari gejala dan pemicu yang lo alami.

Mengalami rasa cemas adalah hal yang sangat wajar sekali. Salah satu contohnya mungkin lo sedang menunggu wawancara, hasil dari proyek di kantor, atau giliran menunggu ujian akhir di sekolah. Namun, rasa takut yang selalu muncul tanpa alasan itu bukanlah rasa takut yang wajar dan harus segera ditangani karena dapat menimbulkan korosi pada tubuh.

Alasan untuk ini adalah kecemasan yang berlebihan dapat berubah menjadi gangguan kecemasan, sejenis gangguan mental.

Generalized Anxiety Disorder (GAD)

generalized anxiety disorder
Sumber dari pexels.com

Dilansir Psychology Today, generalized anxiety disorder (GAD) adalah suatu keadaan yang kronis dimana penderita mengalami kecemasan dan ketegangan yang parah, seringkali tanpa sebab. Mereka yang menderita GAD secara teratur mengantisipasi bencana, sering mengkhawatirkan kesehatan, uang, keluarga, atau pekerjaan secara berlebihan. Hanya melewati hari membawa kecemasan.

Orang dengan GAD gak dapat menghilangkan kekhawatiran mereka, meskipun mereka biasanya menyadari bahwa sebagian besar kecemasan mereka gak beralasan. Orang dengan GAD mungkin gak dapat bersantai dan sering mengalami kesulitan tidur. Kekhawatiran mereka disertai dengan gejala fisik seperti gemetar, kedutan, ketegangan otot, sakit kepala, kulit iritasi, berkeringat, kepanasan, dan merasa pusing atau kehabisan napas.

Banyak orang dengan GAD mudah terkejut. Mereka cenderung merasa lelah, sulit berkonsentrasi, dan mungkin menderita depresi. GAD mungkin melibatkan mual, sering pergi ke kamar mandi, atau merasa seperti ada benjolan di tenggorokan.

Ketika tingkat kecemasan mereka ringan, orang dengan GAD dapat berfungsi secara sosial dan menahan pekerjaan, tetapi mungkin mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari yang paling sederhana jika kecemasan mereka parah.

Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)

Obsessive compulsive disorder - OCD - konsultasi psikolog
Sumber dari pexels.com

Dilansir Psychology Today, obsessive-compulsive disorder (OCD) adalah gangguan mental di mana orang mengalami pikiran, perasaan, gambar, atau sensasi yang gak diinginkan dan berulang-ulang (obsesi) dan terlibat dalam perilaku atau tindakan mental (kompulsi) sebagai tanggapan.

Seringkali seseorang dengan OCD melakukan kompulsi untuk menghilangkan atau mengurangi dampak obsesi sementara, dan gak melakukannya menyebabkan kesusahan. OCD bervariasi dalam tingkat keparahannya, tetapi jika gak diobati, OCD dapat membatasi kemampuan seseorang untuk berfungsi di tempat kerja, sekolah, atau rumah.

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

post-traumatic stress disorder
Sumber dari pexels.com

Dilansir Psychology Today, post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah trauma dan gangguan terkait stres yang dapat berkembang setelah terpapar suatu peristiwa atau cobaan di mana kematian atau kerusakan fisik yang parah terjadi atau terancam.

Orang-orang yang menderita gangguan tersebut termasuk pasukan militer, pekerja penyelamat, dan orang-orang yang selamat dari penembakan, pemboman, kekerasan, dan pemerkosaan. Anggota keluarga korban dapat mengembangkan gangguan juga melalui trauma gak langsung yang terjadi ketika seseorang dihadapkan pada cerita pengalaman trauma orang lain secara langsung (vicarious trauma).

Panic Disorder

panic disorder
Sumber dari pexels.com

Dilansir Psychology Today, panic disorder mengacu pada serangan panik yang tiba-tiba dan berulang disertai ketakutan dan ketidaknyamanan yang terus-menerus. Dan hal ini mencapai puncaknya dalam beberapa menit.

Selama waktu tersebut, individu mengalami gejala fisik seperti nyeri dada, jantung berdebar-debar, sesak napas, vertigo, atau gangguan perut, kadang-kadang disertai dengan rasa takut kehilangan kendali atau sekarat, menurut DSM-5.

Gejalanya mungkin tampak mirip dengan serangan jantung atau kondisi medis yang mengancam jiwa lainnya.

Agoraphobia

agoraphobia
Sumber dari pexels.com

Bagi sebagian orang, meninggalkan rumah bisa menjadi alasan untuk panik. Diterjemahkan dari bahasa Yunani sebagai “takut akan pasar,” agoraphobia mengacu pada ketakutan akan tempat di mana sulit untuk melarikan diri, termasuk ruang terbuka yang besar atau area yang ramai, serta berbagai sarana perjalanan.

Orang dengan agoraphobia mungkin menghindari situasi seperti sendirian di luar rumah, bepergian dengan mobil, bus, atau pesawat terbang, berada di area ramai, berada di ruang tertutup seperti toko dan bioskop, atau berada di jembatan.

Orang dengan agoraphobia takut akan situasi seperti itu karena mereka fokus pada pemikiran bahwa melarikan diri mungkin sulit dalam keadaan darurat atau bantuan yang mungkin gak tersedia jika mereka mengembangkan gejala seperti panik atau gejala memalukan lainnya. Mereka merasakan ketidaknyamanan dan stres yang tinggi dan mungkin memerlukan kehadiran orang lain dalam situasi seperti itu.

Pikiran yang biasanya menyebabkan ketakutan dan kecemasan cenderung berubah seiring bertambahnya usia. Anak-anak seringkali takut tersesat, orang dewasa mungkin takut mengalami gejala seperti panik, dan orang dewasa yang lebih tua mungkin takut jatuh. Agoraphobia sering menyertai gangguan kecemasan lainnya (seperti gangguan panik atau fobia spesifik) dan gangguan depresi.

Biasanya, orang dengan agoraphobia membatasi diri pada zona aman yang mungkin hanya mencakup rumah atau lingkungan terdekat. Setiap gerakan di luar zona seperti itu menciptakan kecemasan yang meningkat.

Kapan Harus Ke Psikolog

Lo harus segera berkonsultasi pada psikolog, jika:

– Lo merasa sangat khawatir sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari lo (termasuk kebersihan, sekolah atau pekerjaan, dan kehidupan sosial lo).

– Kecemasan, ketakutan, atau kekhawatiran lo membuat lo tertekan dan sulit untuk lo kendalikan.

– Lo merasa tertekan, menggunakan alkohol atau obat-obatan untuk mengatasinya, atau memiliki masalah kesehatan mental lain selain gangguan kecemasan.

– Lo merasa kecemasan lo disebabkan oleh masalah kesehatan mental yang mendasarinya.

– Lo mengalami pikiran untuk bunuh diri atau melakukan perilaku bunuh diri.

Jika lo merasa bahwa lo memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasan lo, langkah pertama adalah menemui psikolog. Mereka dapat menentukan, apakah gangguan kecemasan lo terkait dengan kondisi kesehatan fisik yang mendasarinya.

Jika psikolog menemukan kondisi yang mendasarinya, psikolog akan memberi lo rencana perawatan yang tepat untuk membantu mengurangi kecemasan lo. Termasuk merujuk lo pada spesialis kesehatan mental untuk membantu mendiagnosis gangguan kecemasan yang lo alami.

Kalau lo atau teman terdekat lo mengalami gejala-gejalanya, segera konsultasikan ke psikolog supaya mereka akan cepat ditangani. Karena gangguan ini tentu sangat mengganggu kehidupan sosial, bukan?

Oh iya, lo bisa banget konsultasikan salah satunya ke psikolog Satu Persen dengan klik di bawah ini.

CTA-Blog-Post-06-1-17

Di Satu Persen, lo akan mendapatkan fasilitas konseling bersama psikolog selama 1 jam, tes psikologi, asesmen pra konseling, worksheet, dan terapi tentunya. Psikolog Satu Persen juga sudah mendapatkan izin yang sah, jadi jangan khawatir tentang kredibilitasnya.

Dan buat lo yang masih ragu, Satu Persen sudah punya banyak testimoni yang lo bisa baca di website-nya. Lo juga bisa mencoba ikut tes konsultasi terlebih dahulu supaya lo makin yakin apakah lo harus ikut konseling atau gak. Klik di sini ya! Jangan sampai gangguan kecemasan mengganggu kehidupan lo selamanya.

Mau ngingetin juga buat follow terus Instagram @satupersenofficial untuk dapat promo menarik untuk mentoring dan konseling atau kelas online tentang pengembangan diri. Selain itu, jangan lupa cek YouTube Channel Satu Persen, karena ada ada informasi menarik tentang kesehatan mental, pengembangan diri, dan karier yang akan di-update setiap harinya.

Akhir kata, sekian dulu tulisan dari gue. Semoga informasinya bermanfaat, ya! Dan pastinya selamat- menjalani #HidupSeutuhnya!

Referensi:

Agoraphobia | Psychology Today. (n.d.). Retrieved November 2, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/conditions/agoraphobia

Generalized Anxiety Disorder | Psychology Today. (n.d.). Retrieved November 2, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/conditions/generalized-anxiety-disorder

Panic Disorder | Psychology Today. (n.d.). Retrieved November 2, 2021, from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/panic-disorder

Post-Traumatic Stress Disorder | Psychology Today. (n.d.). Retrieved November 2, 2021, from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/post-traumatic-stress-disorder

Obsessive-Compulsive Disorder | Psychology Today. (n.d.). Retrieved November 2, 2021, from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/obsessive-compulsive-disorder

Read More
judi

Apa Itu Kesehatan Mental? (Defisini, Jenis, dan Cara Mengatasi)

Apa Itu Kesehatan Mental
Satu Persen – Apa Itu Kesehatan Mental?

Halo, Perseners!

Nggak kerasa ya, kita udah ada di tahun kedua pandemi Covid-19. Dua tahun terisolasi, nggak kebayang juga stres yang dirasakan orang-orang, ya?

WHO mencatat, 93% layanan kesehatan mental di berbagai negara mengalami kenaikan permintaan. Nah,  salah satu penyebab kenaikan tersebut adalah pandemi. Hal ini karena pandemi membuat orang-orang merasa berduka, terisolasi, kehilangan pekerjaan, dan juga takut. Akhirnya, orang jadi lebih aware sama layanan kesehatan mental.

“COVID-19 telah mengganggu pelayanan kesehatan mental yang penting di seluruh dunia di saat mereka paling dibutuhkan. Para pemimpin dunia harus bergerak cepat dan membuat keputusan dalam program kesehatan mental – selama COVID-19 dan seterusnya,” kata Dr. Tedros, Director-General dari WHO.

Gangguan pada kesehatan mental memang bisa jadi masalah yang besar banget. Kesehatan mental dan kesehatan fisik adalah dua hal yang saling berkaitan. Kalau salah satunya bermasalah pasti akan mempengaruhi yang lainnya.

Tapi, tunggu dulu. Kalian udah paham belum kesehatan mental itu apa?Biar sama-sama enak, mending kita samain dulu deh pemahaman kita tentang kesehatan mental.

Langsung aja!

Apa itu kesehatan mental?

WHO mengidentifikasi kesehatan mental sebagai keadaan di mana seorang individu menyadari kemampuannya dalam mengatasi stres, bekerja secara produktif, serta berkontribusi terhadap komunitasnya.

Kesehatan mental ini nggak kalah penting dengan kesehatan fisik. Dalam penjelasannya lebih lanjut, WHO bilang kesehatan baru tercapai kalau keadaan fisik, mental, serta sosial seseorang dalam kondisi sejahtera. Definisi ini menjadi penting, karena kesehatan itu bukan cuma soal punya atau tidak punya penyakit aja.

Kalian tau nggak, sebelumnya kesehatan mental pernah dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Stigma negatif yang selalu dikaitkan dengan mereka yang punya gangguan kesehatan mental jadi alasannya. Saking parahnya, para penderita yang harusnya ditolong ini malah dianggap kerasukan sampai dijauhi masyarakat!

Di abad ke-18 Amerika misalnya. Pasien-pasien dengan gangguan mental ditempatkan di lingkungan yang tidak terawat dan diberikan perlakukan yang nggak manusiawi. Perlakuan itu dijustifikasi oleh “hukuman religius” sebab mereka masih beranggapan gangguan mental diakibatkan oleh kurangnya nilai spiritual seseorang.

Sampai akhirnya munculah istilah mental hygiene yang pertama kali digunakan oleh filsuf Amerika, William Sweetzer pada 1843. Istilah tersebut kemudian diberikan definisi tetap oleh Isaac Ray, salah satu pendiri American Psychiatric Association, sebagai “the art of preserving the mind against all incidents and influences calculated to deteriorate its qualities, impair its energies, or derange its movements.

Nggak berhenti sampe di situ. Dari sana, kampanye pentingnya kesehatan mental terus berlanjut sampai sekarang. Kesadaran masyarakat yang terus meningkat terhadap kesehatan mental, jadi buah manis dari perjuangan kampanye-kampanye ini.

Kenapa menjaga kesehatan mental itu penting?

Seperti kata WHO tadi, kesehatan itu mencangkup fisik, mental, serta kehidupan sosial. Ketiganya saling berkaitan dan nggak bisa dipisahkan dari satu sama lain. Buktinya nih, para peneliti menemukan kalau kesehatan mental yang bermasalah akan menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem tubuh seseorang.

Perubahan-perubahan tersebut antara lain:

  • Meningkatnya peradangan
  • Perubahan detak jantung serta sirkulasi darah
  • Hormon stres yang tidak normal
  • Dan perubahan metabolisme seperti pada orang yang berisiko diabetes

Perubahan pada sistem di tubuh tersebut dapat menurunkan respon imun seseorang. Akibatnya, orang tersebut lebih berpotensi mengundang penyakit-penyakit kronis. Peneliti juga menghubungkan kesehatan mental dan fisik ke dalam asosiasi berikut:

  1. Kesehatan mental yang buruk merupakan faktor dari penyakit kronis.
  2. Orang dengan gangguan kesehatan mental yang serius berisiko tinggi mengalami penyakit kronis.
  3. Orang dengan penyakit kronis berisiko tinggi mengalami gangguan kesehatan mental.

Ngeri juga ‘kan?

Baca juga: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

kesehatan mental
‌‌via cheezburger.com

Selain dengan kesehatan fisik, kesehatan mental juga tidak nggak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial seseorang. Karena saling berkaitan juga.

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan pertukaran interaksi antar sesama untuk bisa menjaga kualitas hidupnya. Orang-orang yang terisolasi secara sosial, atau tidak memiliki hubungan sosial yang baik dengan sekitarnya cenderung memiliki kesulitan untuk merawat diri mereka.

Sebuah penelitian di Perancis juga menemukan kalau kualitas hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh kehidupan sosial mereka. Semakin jarang pertukaran interaksi yang mereka lakukan, semakin menurun kualitas hidup yang mereka rasakan.

Kalau kalian penasaran dengan kemampuan membuat relasi & interaksi kalian, pas banget Satu Persen punya kuis gratis yang bisa kalian lakuin sekarang: Tes Attachment Style!

Masalah-masalah pada kesehatan mental

Pada kesehatan mental ada tiga jenis gangguan yang paling umum, yaitu:

  1. Gangguan kecemasan
  2. Gangguan mood
  3. Schizophrenia

Gangguan kecemasan

Orang dengan gangguan kecemasan memiliki ketakutan atau kecemasan yang akut terhadap suatu objek maupun situasi. Mereka akan berusaha sebisa mungkin untuk menghindari hal-hal yang dapat memunculkan kecemasan mereka itu.

Gangguan kecemasan sendiri terbagi lagi ke dalam beberapa contoh berikut:

Generalized Anxiety Disorder (GAD)

Perasaan khawatir yang kita rasakan sehari-hari, yang mengganggu produktivitas kita dikategorikan ke dalam Generalized Anxiety Disorder ini. Gejala yang dialami pada GAD antara lain: gangguan tidur, gelisah, kelelahan, dan tegang pada otot.

Gangguan panik

Orang dengan gangguan kepanikan mengalami serangan panik yang tiba-tiba dari waktu ke waktu. Serangan panik merupakan reaksi ketakutan berlebih yang ditandai dengan meningkatnya detak jantung, nafas pendek, pusing, gemetar, atau tegang otot.

Phobia

Phobia merupakan ketakutan ekstrem terhadap suatu objek atau situasi. Phobia sendiri memiliki beberapa kategori di dalamnya yang terbagi atas objek atau situasi penyebab rasa takutnya.

Baca juga: Mengenal Lebih Lanjut Soal Phobia

Obsessive-compulsive disorder (OCD)

Orang dengan OCD memiliki kecenderungan untuk melakukan sebuah aktivitas berulang-ulang. Gangguan ini akan memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut, jika tidak orang itu akan diliputi rasa cemas atau takut.

Post-traumatic stress disorder (PTSD)

PTSD merupakan trauma yang diakibatkan oleh pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu. Ketika merasakan sesuatu yang mengingatkan mereka pada kejadian traumatis tersebut, orang dengan PTSD akan merasa dirinya atau orang lain dalam bahaya serta panik sebab tidak memiliki kontrol terhadap hal yang terjadi padanya.

Gangguan Mood

Perubahan mood yang tidak wajar merupakan gejala utama dari gangguan ini. Gangguan mood atau mood disorder biasanya menyangkut mood yang energetik (mania) dan depresi. Contoh dari gangguan mood yaitu: depresi, gangguan bipolar, atau seasonal affective disorder (SAD).

Schizophrenia

Gangguan schizophrenia adalah gangguan kesehatan mental yang kompleks. Para ahli pun masih belum bisa menentukan apakah schizophrenia ini merupakan gangguan tunggal atau gabungan dari gangguan lainnya.

Gejala-gejala yang umumnya terjadi pada orang dengan schizophrenia yaitu: delusi, halusinasi, kurang motivasi, atau mood yang datar.

Cara Menjaga Kesehatan Mental

Dengan menjaga kesehatan mental, kalian juga secara nggak langsung ikut menjaga kesehatan fisik kalian. Jadi dengan melakukan aktivitas-aktivitas di bawah ini, kalian bisa meningkatkan kedua hal tersebut sekaligus, asik ‘kan!

Apa aja caranya?

Menjalin komunikasi dengan orang sekitar

Nggak ada manusia yang bisa hidup sendiri terisolasi dari orang lain dan merasa bahagia. Studi menunjukan kalau seseorang dengan sahabat yang dekat memiliki risiko mengalami depresi atau kecemasan di masa hidupnya.

Psikolog Susan Pinker juga mengatakan sesuatu yang menarik soal komunikasi.

Katanya saat berkomunikasi tubuh kita menghasilkan neurotransmitter yang bertugas dalam mengatur respons terhadap stres dan kecemasan. Dalam kata lain, berkomunikasi dengan orang lain membantu kita lebih tangguh saat menghadapi stres

Jalani rutinitas yang menyehatkan

Karena saling berkaitan, melakukan aktivitas yang menyehatkan fisik juga akan ikut menyehatkan kesehatan mental kita.

Mulai hindari makanan-makanan yang berakibat buruk bagi kesehatan. Inget, kesehatan fisik juga bakal mempengaruhi kesehatan mental kalian!

Kalian juga bisa membuat rutinitas olahraga yang teratur. Kalian nggak perlu cari olahraga yang berat-berat, kok. Lari di sekitaran rumah kalian atau senam di rumah juga bakal cukup!

Dan yang nggak kalah penting, luangkan waktu untuk tidur yang cukup. Nggak ada salahnya kok buat ngasih waktu istirahat buat diri kalian sendiri, nggak peduli sesibuk apa pun kegiatan yang sedang kalian jalani sekarang!

Buat tujuan hidup

Membuat tujuan hidup bisa membantu kalian untuk mencoba hal-hal baru. Kalian juga bisa lebih mengontrol fokus kalian ke berbagai aktivitas yang positif sehingga kalian nggak terpaku dengan sesuatu yang menyulitkan kalian.

Kalau kalian masih bingung gimana caranya merancang tujuan hidup kalian, silahkan cek video dari Satu Persen ini!

Menjaga Kesehatan Mental Bersama Satu Persen

Kalau kalian masih merasa awam dan ingin mempelajari lebih lanjut tentang kesehatan mental, udah pas banget nih kalian datang ke Satu Persen!

Sebagai startup yang bergerak di bidang life school, Satu Persen ngerti banget betapa pentingnya menjaga kesehatan mental untuk perkembangan seseorang. Malahan, itu salah satu fokus utama kita sebagai langkah untuk membantu teman-teman semua menuju #HidupSeutuhnya.

Untuk mempelajari dasar-dasar mengenai kesehatan mental, Satu Persen punya layanan kelas online Basic Mental Health Training yang berisikan empat topik utama:

  • Empathy & Relationship Building; karena membangun hubungan positif dengan orang lain itu penting.
  • Identifikasi & Batasan Penanganan Gangguan Mental; agar kita tau cara berinteraksi dengan mereka yang memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya.
  • Emotional First Aid; agar kamu bisa menjadi hal positif bagi orang-orang di sekitarmu yang sedang mengalami masalah.
  • dan Problem Solving; agar kamu terlatih dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks.

MXZ36s_tbZuJRSBOdzEmkpAJmUOm1tZFLTOrQYYP3lJpWBLN3A3MgAvavOShW4nzY_aP7wHqkMpbzktmbiEeIGIrMCAwHBadd72H0R9OaXZGtLaJdNqAqQqXd3DF0-OGy_lsxWsOSRTfHZm3Eg1VMxz-CrQ0YxZEQMVqPTw2kl-X2InJLMAxX2A-s2048

Nah, gimana temen-temen? Udah lebih ngerti ‘kan soal kesehatan mental dan kenapa ia penting?

Sampai sekarang, orang-orang di berbagai belahan dunia masih terus aktif untuk menyuarakan betapa pentingnya kesehatan mental kita. Alasannya bukan cuma meningkatkan kesadaran orang-orang akan kesehatan mental, tapi juga untuk menghentikan stigma-stigma negatif yang sering dilemparkan pada orang-orang dengan masalah kesehatan mental.

Kesehatan mental itu bukan aib yang perlu kalian sembunyikan dari orang lain. Kadang kalau kalian lagi ada masalah, cerita ke orang lain itu bisa banget membantu meringankan beban kalian. Jangan lupa juga untuk menjadi agen yang membantu orang-orang di sekitar kalian supaya mereka lebih paham juga soal kesehatan mental mereka. Kalian juga bisa mencoba Tes Sehat Mental supaya kalian ngerti kondisi kesehatan mental kalian.

Kita semua harus bisa bergerak bersama-sama untuk menuju hidup yang lebih baik, setidaknya 1% lebih baik setiap harinya!

Referensi

“COVID-19 Disrupting Mental Health Services in Most Countries, WHO Survey.” World Health Organization, World Health Organization, www.who.int/news/item/05-10-2020-covid-19-disrupting-mental-health-services-in-most-countries-who-survey.

“Chronic Illness and Mental Health: Recognizing and Treating Depression.” National Institute of Mental Health, U.S. Department of Health and Human Services, www.nimh.nih.gov/health/publications/chronic-illness-mental-health/.

“Mental Health and Social Relationships” AHRC, esrc.ukri.org/news-events-and-publications/evidence-briefings/mental-health-and-social-relationships/.

“Mental Health: Definition, Common Disorders, Early Signs, and More.” Medical News Today, MediLexicon International, www.medicalnewstoday.com/articles/154543.

“Mental Health: Strengthening Our Response.” World Health Organization, World Health Organization, www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response.

“Socialization: How Does It Benefit Mental and Physical Health?” Medical News Today, MediLexicon International, www.medicalnewstoday.com/articles/321019.

“Unite For Sight.” A Brief History of Mental Illness and the U.S. Mental Health Care System, www.uniteforsight.org/mental-health/module2.

Read More