putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Gen

judi

Gen Z Lemah, Harus Diapain?

Generasi Z sering kali mendapatkan label sebagai generasi yang ‘lemah’ atau kurang tangguh. Namun, apakah persepsi ini benar-benar mencerminkan realitas yang dihadapi oleh generasi muda saat ini? Ataukah ini hanyalah sebuah stereotip yang tidak berdasar?

Dalam sebuah video yang diunggah di YouTube, pembicara mengungkapkan beberapa alasan mengapa Generasi Z sering kali dianggap lemah. Salah satunya adalah dampak dari teknologi dan media sosial. Generasi Z tumbuh di era digital, di mana hampir semua informasi dapat diakses dengan mudah melalui gawai.

Sementara ini memberikan keuntungan dalam hal akses informasi, namun juga memiliki sisi negatif. Media sosial, misalnya, sering kali menjadi tempat di mana tekanan sosial dan perbandingan diri terjadi. Generasi muda ini sering kali merasa harus ‘sempurna’ di mata publik, dan hal ini dapat menimbulkan stres serta tekanan mental.

Selain itu, Generasi Z juga tumbuh di tengah berbagai krisis global, mulai dari krisis ekonomi, perubahan iklim, hingga pandemi COVID-19. Mereka menyaksikan bagaimana dunia berubah dengan cepat dan harus beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan tantangan tersendiri bagi generasi ini.

Namun, mengatakan bahwa Generasi Z adalah generasi yang lemah mungkin terlalu simplistik. Setiap generasi memiliki tantangan dan tekanan tersendiri yang harus dihadapi. Generasi sebelumnya mungkin menghadapi tantangan dalam bentuk perang atau krisis ekonomi besar, sementara Generasi Z menghadapi tantangan dalam bentuk tekanan sosial dari media sosial dan krisis global yang berkelanjutan.

Penting untuk diingat bahwa label ‘lemah’ yang diberikan kepada Generasi Z sering kali berasal dari generasi sebelumnya yang mungkin tidak sepenuhnya memahami tantangan yang dihadapi oleh generasi muda saat ini.

Sebagai contoh, banyak orang tua dari generasi sebelumnya yang mungkin merasa bahwa anak-anak mereka ‘terlalu lembut’ atau ‘kurang tangguh’ karena mereka tidak menghadapi tantangan yang sama seperti yang mereka alami di masa muda mereka. Namun, ini adalah pandangan yang sempit dan tidak memperhitungkan realitas yang dihadapi oleh Generasi Z.

Sebagai penutup, penting untuk tidak terjebak dalam stereotip dan label. Setiap generasi memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Alih-alih mengkritik, lebih baik kita mencoba memahami dan mendukung generasi muda dalam menghadapi tantangan yang mereka hadapi. Dan ini membawa kita ke topik berikutnya: Apa itu resiliensi? Bagaimana kita dapat membangun ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup? Mari kita jelajahi lebih lanjut di bagian selanjutnya.

Dengan demikian, kita telah membahas mengapa Generasi Z sering kali dianggap lemah dan bagaimana persepsi ini mungkin tidak sepenuhnya akurat. Di bagian berikutnya, kita akan membahas tentang resiliensi dan bagaimana kita dapat membangunnya untuk menghadapi tantangan hidup.

Apa Itu Resiliensi?

Resiliensi, sebuah konsep yang seringkali dianggap sebagai kemampuan untuk “bangkit kembali” setelah menghadapi kesulitan, telah menjadi topik pembicaraan yang populer dalam beberapa tahun terakhir. Namun, apa sebenarnya arti dari resiliensi? Mengapa konsep ini penting untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?

Dalam video yang disajikan, resiliensi didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk pulih atau kembali ke kondisi normal setelah menghadapi tekanan, trauma, atau kesulitan. Ini bukan hanya tentang bagaimana kita menghadapi kesulitan, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar, tumbuh, dan berkembang dari pengalaman tersebut. Resiliensi bukanlah sesuatu yang kita lahirkan dengan itu, tetapi sesuatu yang dapat kita kembangkan sepanjang hidup kita.

Sebagai analogi, bayangkan sebuah bola karet yang dilemparkan ke tanah. Bola tersebut akan memantul kembali, terlepas dari seberapa keras ia dilemparkan. Resiliensi mirip dengan sifat bola karet tersebut. Meskipun kita mungkin merasa tertekan atau patah hati karena suatu peristiwa, dengan resiliensi, kita memiliki kemampuan untuk “memantul kembali” dan melanjutkan hidup dengan cara yang positif dan bermakna.

Namun, penting untuk diingat bahwa resiliensi bukan berarti seseorang harus selalu kuat dan tidak pernah menunjukkan emosi atau kerentanan. Sebaliknya, resiliensi melibatkan pengakuan atas perasaan dan emosi kita, memahami mereka, dan menggunakan pengalaman tersebut sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh. Dengan kata lain, resiliensi bukan tentang menghindari kesulitan, tetapi tentang bagaimana kita merespons dan beradaptasi terhadap mereka.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiliensi seseorang. Beberapa di antaranya termasuk memiliki jaringan dukungan yang kuat, memiliki keyakinan diri, memiliki tujuan dan arah yang jelas dalam hidup, serta memiliki kemampuan untuk mengelola stres dengan efektif. Semua faktor ini dapat ditingkatkan dan dikembangkan sepanjang waktu, menunjukkan bahwa resiliensi bukanlah sifat tetap, tetapi sesuatu yang dinamis dan dapat berubah.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, resiliensi dapat membantu kita menghadapi berbagai tantangan, mulai dari stres kerja, konflik interpersonal, hingga trauma yang lebih serius seperti kehilangan orang yang dicintai atau menghadapi bencana alam. Dengan memiliki resiliensi, kita dapat melihat kesulitan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai hambatan yang tidak dapat diatasi.

Sebagai penutup untuk bagian ini, mari kita ingat kembali bahwa resiliensi bukan hanya tentang bagaimana kita menghadapi kesulitan, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut. Dengan memahami dan mengembangkan resiliensi, kita dapat menjalani hidup dengan cara yang lebih penuh makna, beradaptasi dengan perubahan, dan menghadapi tantangan dengan keberanian dan optimisme.

Menuju Bagian Selanjutnya…

Sekarang setelah kita memahami apa itu resiliensi dan mengapa itu penting, pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa resiliensi begitu penting dalam kehidupan kita? Bagaimana kita dapat mengembangkan dan memperkuat resiliensi kita? Mari kita jelajahi lebih lanjut dalam bagian berikutnya tentang “Kenapa Resiliensi Penting”.

Kenapa Resiliensi Penting?

Dalam perjalanan hidup, setiap individu pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Baik itu masalah pribadi, pekerjaan, kesehatan, atau hubungan interpersonal, tantangan tersebut seringkali datang tanpa diduga dan memerlukan respons yang cepat dan tepat. Di sinilah peran resiliensi menjadi sangat penting.

Berdasarkan video yang disajikan, ada beberapa alasan mengapa resiliensi dianggap sebagai salah satu kualitas terpenting yang harus dimiliki oleh setiap individu:

Mengatasi Tantangan dengan Lebih Baik: Resiliensi membantu seseorang untuk tetap tenang dalam menghadapi kesulitan dan mencari solusi dengan kepala dingin. Dengan memiliki resiliensi, seseorang dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan menemukan jalan keluar yang terbaik.

Pemulihan yang Lebih Cepat: Setelah mengalami kegagalan atau trauma, individu yang memiliki resiliensi cenderung pulih dengan lebih cepat. Mereka tidak terjebak dalam perasaan negatif untuk waktu yang lama dan dapat segera bangkit kembali.

Pertumbuhan Pribadi: Menghadapi kesulitan dan tantangan adalah bagian dari proses belajar. Dengan resiliensi, seseorang dapat mengambil hikmah dari setiap pengalaman buruk dan menggunakannya sebagai bahan bakar untuk pertumbuhan pribadi.

Meningkatkan Kualitas Hidup: Resiliensi tidak hanya membantu seseorang dalam menghadapi masalah, tetapi juga dalam menjalani hidup sehari-hari. Dengan sikap yang positif dan kemampuan untuk mengatasi stres, kualitas hidup seseorang akan meningkat secara signifikan.

Membangun Hubungan yang Lebih Kuat: Resiliensi juga berperan dalam membangun hubungan interpersonal yang lebih kuat. Individu yang resilien cenderung lebih empatik dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga mereka dapat membangun hubungan yang lebih mendalam dengan orang lain.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa resiliensi bukan hanya sekedar kemampuan untuk “bertahan” dalam menghadapi kesulitan, tetapi juga kualitas yang dapat meningkatkan berbagai aspek dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengembangkan dan memelihara resiliensi dalam dirinya.

Sebagai lanjutan dari penjelasan ini, kita akan membahas bagaimana seseorang dapat melatih dan meningkatkan resiliensi dalam dirinya. Karena, seperti halnya keterampilan lain, resiliensi juga dapat dilatih dan ditingkatkan dengan latihan dan dedikasi yang konsisten.

Cara Melatih Resiliensi
Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk pulih dari kesulitan atau tantangan hidup dan kembali ke keadaan normal atau bahkan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, memiliki resiliensi adalah kunci untuk menjalani hidup dengan penuh semangat dan ketahanan. Namun, bagaimana cara melatih resiliensi?

Berdasarkan video yang disajikan, ada beberapa langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan resiliensi:

Mengakui Realitas: Mengakui dan menerima kenyataan adalah langkah pertama dalam melatih resiliensi. Hal ini memungkinkan kita untuk melihat situasi apa adanya dan memulai proses pemulihan. Menghindari atau menolak kenyataan hanya akan memperburuk keadaan.

Membangun Hubungan yang Positif: Hubungan yang sehat dan mendukung dapat menjadi sumber kekuatan saat menghadapi kesulitan. Teman, keluarga, dan komunitas dapat memberikan dukungan emosional, saran, dan bantuan praktis saat dibutuhkan.

Mengembangkan Kemampuan Adaptasi: Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan adalah kunci untuk meningkatkan resiliensi. Ini melibatkan fleksibilitas dalam berpikir dan tindakan, serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman.

Menetapkan Tujuan yang Realistis: Menetapkan tujuan yang dapat dicapai dan realistis membantu memberikan arah dan tujuan dalam hidup. Ini memberikan motivasi untuk terus maju meskipun menghadapi rintangan.

Mencari Pelajaran dari Kesulitan: Setiap tantangan atau kesulitan yang dihadapi adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Dengan mencari pelajaran dari setiap situasi, kita dapat menjadi lebih kuat dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

Menjaga Keseimbangan Emosi: Mengelola emosi dengan baik adalah kunci untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Ini melibatkan kemampuan untuk merasakan emosi tanpa dikuasai olehnya dan mencari cara untuk mengatasi stres dan kecemasan.

Mencari Bantuan Saat Dibutuhkan: Tidak ada salahnya untuk mencari bantuan saat menghadapi kesulitan. Baik itu bantuan profesional, seperti konselor atau terapis, atau hanya berbicara dengan seseorang yang dipercaya.

Dengan mempraktikkan langkah-langkah di atas, seseorang dapat meningkatkan resiliensi mereka dan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup. Resiliensi bukanlah sesuatu yang kita miliki atau tidak miliki, tetapi sesuatu yang dapat dilatih dan dikembangkan sepanjang waktu.

Sebagai penutup dari bagian ini, penting untuk diingat bahwa resiliensi adalah perjalanan, bukan tujuan. Seperti halnya keterampilan lainnya, memerlukan waktu, usaha, dan dedikasi untuk melatih dan memperkuat resiliensi. Namun, dengan komitmen dan tekad, setiap orang dapat mengembangkan kemampuan ini dan menjalani hidup dengan penuh semangat dan ketahanan.

Kesimpulan
Setelah menjelajahi konsep resiliensi, pentingnya, dan cara melatihnya, kita dapat menyimpulkan bahwa resiliensi adalah salah satu kualitas terpenting yang dapat membantu seseorang menghadapi tantangan hidup dengan keberanian dan optimisme. Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan, memiliki kemampuan untuk “memantul kembali” setelah menghadapi kesulitan adalah kunci untuk menjalani hidup yang penuh makna dan memuaskan.

Kita telah memahami bahwa resiliensi bukan hanya tentang bagaimana kita menghadapi kesulitan, tetapi juga tentang bagaimana kita belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut. Dengan memiliki resiliensi, kita dapat melihat kesulitan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai hambatan yang tidak dapat diatasi.

Namun, seperti yang telah dibahas sebelumnya, resiliensi bukanlah sesuatu yang kita lahirkan dengan itu. Ini adalah kualitas yang dapat dan harus dilatih sepanjang waktu. Dengan komitmen, dedikasi, dan dukungan dari orang-orang di sekitar kita, kita dapat mengembangkan resiliensi dan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup.

Sebagai penutup, mari kita ingat kembali pesan penting dari Satu Persen: Untuk tumbuh setidaknya 1% setiap hari menuju #HidupSeutuhnya. Dengan memahami dan mengembangkan resiliensi, kita telah melangkah satu langkah lebih dekat untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, mari kita terus belajar, tumbuh, dan berkembang, dan menjalani hidup dengan penuh semangat dan ketahanan.

Read More
judi

Gen Z: Generasi Gak Sabaran!

Generasi Z bisa dikatakan adalah generasi yang gak sabaran. Gaya hidup kita instan, apapun yang kita butuh bisa kita dapet dengan jempol kita aja. Yang jelas sih gini: Kita pengen semuanya cepet

Hal ini juga termasuk pada pencapaian karir, waktu menikah, nyelesain pendidikan, dsb.

Affiliator. Gaya hidup instan. Konsumerisme. Boros. Latte Factor. Harga rumah. Tuntutan orang tua. Tetangga. Slow living

Makanya, di artikel kali ini, gue bakal bahas fenomena nggak sabaran atau bahkan instan, yang banyak ditemukan di generasi zaman sekarang. Ya, gue termasuk ke dalam generasi zaman sekarang sih, jadi ini artikel introspeksi diri juga kali ya.

Baca artikel ini sampai habis kalau lo mau belajar bareng Satu Persen Lifeschool ya.

INTRO

Banyak yang bilang fenomena instan itu terjadi generasi baru2 ini. Setuju gak? Dari artikel yg gue baca, bener sih ya…

Salah satu ciri khas generasi millennial dan generasi Z adalah: instan, efektif, dan efisien. Generasi sekarang punya tendensi buat nyelesein masalah yang mereka hadapin sekarang dan saat ini juga. Ini ditemukan di beberapa aspek kehidupan belakangan ini.

Misalnya nih, lo baru inget susu di rumah lo habis, lo tinggal buka aplikasi e-commerce dan check out buat beli. Lo bahkan bisa dapet opsi buat barangnya dianterin ke rumah lo di hari itu juga kalau lo butuh banget.

Contoh lain di sosmed, lo mau cari soal gosip terbaru saat ini apa, lo bisa buka twitter dan tweet paling pertama ngerangkum gosipnya soal apa. Atau, lo kalau mau cari tau Evan tuh orangnya kayak apa, lo bisa langsung cari nama gue di Instagram dan baca post gue kayak gimana. Nggak perlu lagi tuh ngobrol sama orang lain buat dapet gosipnya apa atau lo ngobrol sama gue buat dapet Evan tuh gambarannya kayak gimana.

Di satu sisi, ini bagus banget karena ya, berarti perkembangan teknologi udah ngebantu kita buat hidup lebih nyaman dan mandiri dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Siapa sih yang nggak mau hidup nyaman kayak sekarang?

Tapi di satu sisi, ada masalah yang muncul: kita jadi mau segala hal instan dan malah jadi nggak sabaran. Padahal, emang ada beberapa hal di hidup ini yang nggak bisa jalan instan.

Pertanyaannya: Keinginan kita buat dapetin segala sesuatu cepet tuh wajar nggak, Van?

Lagi-lagi wajar. Pada dasarnya, manusia itu emang pengen segala hal sekarang daripada nanti-nanti, jadi kalau kita diminta buat sabar atau dapetin reward-nya nanti, itu agak susah buat ngelawannya.

Nah, walaupun wajar, kita juga perlu paham kalau selama ini kita mau instant gratification terus, yang ada kita bisa malah ambyar sendiri.

Kita perlu paham juga kalau nggak semua hal yang instan itu ada konsekuensinya juga. Kayak tadi, lo bisa aja mesen susu di antar ke rumah lo saat itu juga tapi konsekuensinya adalah lo bayar lebih mahal dibandingkan nunggu beberapa hari buat ongkir yang lebih murah.

Atau hal yang lebih serius, soal bangkit dari kegagalan yang baru aja lo alami. Yes, pastinya lo maunya cepet-cepet aja biar nggak kepikiran lagi. Tapi sayangnya lo nggak bisa ngeburu-buruin hal itu. Kalau lo ngeburu-buruin, yang ada lo nggak benar-benar bangkit dari kegagalan itu, tapi malahan nggak lo proses dengan baik aja. Which ya, bisa ngedatengin banyak masalah baru.

Gue harap pemparan gue soal generasi milenial dan gen Z ini yang mau segala hal ekstra cepat dan instan ini bisa lo evaluasi lebih mendalam. Karena ya, hidup kita bakal efisien juga. Tapi di saat bersamaan, paham kalau nggak semua hal bisa secepat dan seinstan yang lo harapkan tadi.

Oke balik lagi ke pembahasan. Terus cara biar kita nggak serba instan dan cepat gimana dong van?

Pertama, praktekkin delayed gratification alias lawannya instant gratification. Beda sama instant gratification, delayed gratification ini fokusnya adalah nggak dapet kenyamanan instan tapi dengan ngelatih sabar dan menunggu, kita bisa dapet kenyamanan yang berlipat ganda di masa depan.

Nah ini keliatan banget di salah satu penelitian dari Stanford namanya Marshmallow Test. Pesertanya tuh anak-anak kecil dan mereka satu marshmallow di depan mereka. Instruksinya adalah, mereka nggak boleh makan marshmallow itu selama 10 menit. Kalau mereka nggak makan, nanti marshmallow nya ditambah satu lagi. Jadi mereka dapet dua. Dan namanya juga anak-anak, hasilnya jadi berbagai macam ya.

Tapi uniknya itu setelahnya. Ada beberapa penelitian follow up dari nasib anak-anak ini ditemukan kalau mereka yang lebih memilih buat nggak makan marshmallow-nya itu dapet skor yang lebih tinggi di ujian, kecenderungan buat obesitas rendah, nggak gampang stres, dan punya kemampuan sosial yang lebih oke.

Dan emang pasti ada variabel-variabel lain yang ngaruh ke hasil penelitian follow up ini, tapi yang bisa kita simpulkan adalah: delayed gratification itu termasuk dari salah satu elemen penting.

Jadi next time kalau lo tergoda buat nonton TV dibandingin olahraga biar tubuh lo lebih sehat, mungkin lo bisa buat inget lagi kalau nonton TV itu nikmatnya sesaat, dibandingin olahraga biar tubuh lo lebih sehat dan nggak gampang jompo.

Tentu aja, delayed gratification ini juga butuh disertai dengan self management yang sehat juga. Karena ya, buat nolak kenikmatan instan dengan hanya kekuatan dalam diri nggak semudah itu. Makanya, dengan self management yang sehat dan optimal, lo bisa lebih mudah buat praktekkin delayed gratification ini.

Akhir kata dari gue, generasi sekarang emang lebih nyaman dibandingin yang lalu-lalu karena ya, kita bahkan bisa dapet kenyamanan secara instan. Tapi balik lagi, kita perlu paham kalau nggak semua hal bisa kita dapetin instan dan saat itu juga.

Gue Jhon dari Satu Persen, thanks.

Read More