putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Gangguan

judi

Mengatasi Gangguan Bipolar (Kisah Nyata)

menghadapi-gangguan-bipolar
menghadapi gangguan bipolar

Halo, gue Fathan, writer di Satu Persen.

Gimana kabar kalian? Hidup kalian berjalan lancar?

Yah, kalau ngomongin hidup, tentunya kita akan menemukan banyak hal baru dan orang-orang baru. Simply karena kita semua berkembang dan berdinamika.

Dinamika kehidupan merupakan suatu hal yang gak terhindarkan dalam hidup. Ada kalanya kita bahagia, namun ada kalanya pula kita sedih. Dari situ, bisa dibilang setiap orang tentu memiliki masalah hidupnya tersendiri.

Tentu masalah tersebut gak bisa banding-bandingin. Karena setiap orang menghadapi hal yang kita mungkin gak ketahui. Kali ini gue akan membagikan cerita dari salah satu mentee Satu Persen, yaitu Thea tentang bagaimana cara dia menghadapi gangguan bipolar.

Mungkin lo sendiri pernah mengalami masalah yang cukup berat dalam hidup. Rasanya, lo udah ngelakuin berbagai hal buat menghadapinya. Tapi tetep aja tuh masalah lo gak ilang-ilang. Malah mungkin yang ada semakin parah. Alhasil, lo bingung harus gimana dan nyerah gitu aja.

Hal yang kayak begitu tentu gak bisa lo diemin begitu aja, Sob! Kenapa? Karena lama kelamaan bisa mengganggu kesehatan mental serta keseharian lo!  

Ada kalanya mungkin lo bisa menghadapi masalah lo sendirian. Tapi, ada kalanya juga lo membutuhkan bantuan orang lain buat menghadapinya. Salah satunya lewat bantuan profesional kesehatan mental.

Nah, mungkin cerita dari Thea bisa menjadi inspirasi buat lo untuk mempertimbangkan apakah lo butuh bantuan atau gak. So, simak ceritanya baik-baik, ya!

Masa Lalu yang Kurang Menyenangkan

Setiap orang memiliki masa lalu masing-masing. Termasuk aku, perempuan yang mendaftar mentoring Satu Persen pada awal tahun ini. Saat masih menduduki bangku sekolah di 2004, aku didiagnosa oleh psikiater mengalami depresi berat. Karena berbagai persoalan yang dihadapi saat itu.

Tak sampai di situ, di 2009, aku pun kembali didiagnosa memiliki gangguan bipolar. Mungkin ada beberapa dari kalian yang belum paham tentang gangguan bipolar.

Well, secara singkat gangguan bipolar merupakan suasana hati yang cenderung berubah-ubah dengan mudah. Aku sering mengalami perubahan mood secara cepat. Tetapi, lebih cenderung ke fase depresi. Seperti kesulitan mengatur emosi, sampai rasa sedih yang berlarut-larut.

Situasi demikian membuatku merasa tertekan dalam menjalani kehidupan. Belum lagi ditambah stres yang terus menumpuk tiap waktunya. Dunia terasa seperti mau runtuh saat itu. Dikarenakan rasa stres yang terus menumpuk tiap waktunya, aku pun merasa tidak mampu menghadapinya lagi.

Bagaimana Bisa Mengalami Gangguan Bipolar?

Bagi anak remaja, mungkin menjadi dewasa terdengar menyenangkan karena mereka dapat merasakan kebebasan tanpa harus dilarang oleh orang tua.

Namun, mereka mungkin lupa bahwa makin dewasa juga berarti tanggung jawab yang diemban makin banyak. Belum lagi bicara soal masalah yang datang silih berganti.

Hal demikian tak terkecuali bagi aku sendiri. Semakin bertambah usia, beban hidupku ikut bertambah. Mulai dari masalah keluarga akibat perceraian kedua orang tua, sampai masalah keuangan.

Kondisiku semakin diperparah dengan pertemanan yang hancur. Aku merasa teman-teman menghilang di saat aku sedang membutuhkan mereka.

Melalui bantuan Psikiater, aku pun dapat mengetahui apa masalah yang sedang aku hadapi.

Awalnya, aku merasa bingung tentang apa yang harus diceritakan. Namun, secara perlahan, aku sadar bahwa banyak masalah yang tidak terselesaikan di masa lalu. Sehingga masuk ke dalam alam bawah sadar. Hal demikian membuatku putus harapan untuk melanjutkan hidup.

Jatuh Sakit

Waktu demi waktu terlewati, akupun akhirnya jatuh sakit pada akhir tahun 2019. Awalnya aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku. Saat berbicara, anggota badanku entah kenapa tiba-tiba bergerak sendiri. Aku pun panik dan akhirnya dirawat di rumah sakit.

Selama dirawat, pikiranku kosong.

Aku sendiri juga heran apa yang menyebabkan aku bisa seperti itu. Akupun berasumsi bahwa aku jatuh sakit akibat pikiran sendiri. Aku seringkali overthinking, salah satunya karena terlalu berekspektasi tinggi mengenai suatu hal. Sedangkan kenyataannya tidak sesuai dengan harapanku.

Baca juga: Apa Itu Overthinking? Kenali Sebab dan Akibatnya!

Selepas keluar dari rumah sakit, masalahku tidak berhenti sampai di situ saja. Aku harus menghadapi masalah keuangan yang cukup berat dan itu membuat diriku merasa semakin terpuruk.

Menghadapi Gangguan Bipolar dengan Belajar Hal Baru

Aku memutuskan untuk mendaftar mentoring Satu Persen. Di sinilah aku bertemu dengan salah satu mentor bernama Ifandi Khainur Rahim, yang biasa disapa Kak Evan.

Aku pun berkonsultasi tentang berbagai permasalahan yang ku miliki. Salah satunya mengenai makna serta tujuanku menjalani hidup.

Setelah menjalani mentoring kurang lebih satu jam, akhirnya aku mendapatkan pencerahan dalam menghadapi gangguan bipolar.

Sang mentor, Evan, memberikan beberapa saran mengenai permasalahan yang kuhadapi. Di antaranya:

1. Cobalah Kurangi Overthinking

Saat overthinking, pikiranku cenderung berantakan. Seperti tidak tahu apa sebenarnya inti dari pikiranku. Itu tentu tidak baik bagi kesehatan mental karena dapat menggangguku dalam memproses suatu hal.

Dari situ, aku pun belajar bagaimana cara mengatasi overthinking dengan baik. Aku belajar untuk membedakan antara asumsi serta fakta tentang hal yang sedang diriku pikirkan.

Hal tersebut karena bisa jadi pikiran tersebut hanyalah asumsiku semata. Dalam arti lain apa yang sebenarnya aku pikirkan tidaklah sepenuhnya benar.

2. Nikmati Apa yang Telah Ada untuk Kita

Terkadang aku terlalu fokus mengejar apa yang diriku impikan dalam hidup. Sehingga mungkin lupa untuk mengambil rehat sejenak dari kehidupan.

Di samping itu, aku lupa untuk mensyukuri apa yang telah aku miliki saat ini. Mulai dari bisa makan enak, tinggal di tempat yang layak, sampai masih bisa bernapas.

Aku menyadari bahwa selama ini diriku terlalu termakan oleh pikiran sendiri. Aku pun belajar untuk tidak hidup di masa lalu. Serta berhenti mencemaskan apa yang akan terjadi di masa depan, karena sesungguhnya hal itu merupakan misteri dari kehidupan. Dalam arti lain, tidak satupun dari kita yang mengetahui secara pasti tentang itu.

Aku juga belajar untuk mencoba menikmati apa yang telah diriku miliki saat ini. Karena sejatinya masih banyak orang yang tidak seberuntung diriku.

Aku pun juga tak lupa belajar menghargai orang yang berada di sekelilingku. Guna mensyukuri nikmat yang telah diri ini dapatkan.

3. Cobalah Bersikap Ikhlas akan Suatu Hal

Ada kalanya memang sulit bagiku untuk merelakan sesuatu. Rasanya, mungkin tak adil bagi karena aku harus dihadapkan dengan situasi tertentu.

Tapi, begitulah yang namanya hidup. Ada saatnya aku harus belajar melepaskan sesuatu, guna mendapatkan sesuatu yang baru.

Aku pun belajar bahwa bersikap ikhlas itu merupakan sesuatu yang penting. Dengan ikhlas, aku belajar untuk bersikap legowo dalam berbagai situasi. Hal itulah yang membuatku lebih mudah untuk menerima keadaan. Termasuk keadaan yang berat sekalipun.

Aku juga belajar untuk membedakan mana hal yang dapat diriku kendalikan atau tidak. Aku pun mencoba pula untuk tidak terlalu memusingkan sesuatu yang di luar kendali. Serta fokus menjalankan apa yang diri ini bisa lakukan. Dengan begitu, aku merasa lebih santuy dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

filosofi santuy

Pesan dari Thea untuk Kita Semua

Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan bagi kalian semua setelah menjalani mentoring Satu Persen. Di antaranya:

1. Tetap Semangat dalam Menghadapi Situasi Apapun

Aku berpesan kepada kalian semua untuk tidak menyerah begitu saja ketika dihadapkan dengan kesulitan. Aku paham bahwa mungkin berat bagi kita saat menghadapi suatu masalah.

Tapi, aku percaya bahwa seberat apapun situasi sejatinya terdapat jalan keluarnya masing-masing. Badai pasti berlalu, bukan?

Selain itu aku juga mengingatkan bagi kita semua untuk tetap fokus menjalani apa yang bisa kerjakan. Jangan takut untuk gagal akan sesuatu. Dari kegagalan lah kita menjadi pribadi yang lebih kuat. Serta akan lebih menyesal bilamana kita tidak mencobanya.

2. Bagikan Pengalaman yang Kita Miliki Kepada Orang Lain

Aku pun mengingatkan untuk jangan segan membagikan pengalaman pribadi kita kepada orang lain. Baik pengalaman yang positif maupun negatif.

Karena sejatinya pengalaman merupakan guru terbaik dalam kehidupan. Dengan begitu kita dapat menjadi pribadi yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar kita.

Misalnya pengalaman depresi yang aku bagikan kepada kalian semua. Harapannya, aku dapat menginspirasi kalian semua dari pengalaman yang ku bagikan ini.

3. Menjadi Dewasa Merupakan Suatu Keharusan

Aku ingin mengingatkan kepada kalian semua bahwa apapun yang terjadi hidup akan terus berjalan. Tidak ada gunanya bagi kita terlarut dalam penyesalan tentang hal yang sudah terlewati.

Mungkin memang berat bagi kita semua dalam menjalani proses menjadi dewasa. Sebab kita harus melalui berbagai rintangan yang mungkin kita tak ketahui.

Tetapi, ingatlah, bahwa dalam prosesnya kita gak sendirian kok. Ada orang-orang yang masih peduli dan mau membantu kita. Coba perhatikan sekitarmu.

4. Kendalikan Ekspektasi

Aku mengingatkan kepada kalian semua untuk lebih mengendalikan ekspektasi akan suatu hal. Berekspektasi memang tidak ada salahnya untuk dilakukan, sebagai motivasi kita untuk meraih sesuatu. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kita juga harus siap dengan kemungkinan terburuknya agar terhindar dari rasa kecewa yang berlebih.

Kita bisa menerapkan “ekspektasi realistis”, yaitu membuat ekspektasi yang kira-kira bisa dicapai. Hal itu dilakukan guna memotivasi kita untuk mencapainya. Serta menghindari kekecewaan berlebihan jika tidak tercapai.

Tonton juga: Filosofi Stoicism (Ekspektasi dan Kebahagiaan)

5. Jangan Ragu untuk Meminta Bantuan Orang Lain

Terakhir, aku berpesan untuk jangan sungkan meminta bantuan orang lain bila kita mengalami kesulitan. Salah satunya melalui mentoring Satu Persen ini. Ada kalanya kita butuh bantuan untuk menghadapi masalah kita. Tentunya, hal demikian wajar banget kok.

Sadarilah bahwa tidak ada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Semua orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Oleh karena itu, wajar apabila kita membutuhkan orang lain. Sebagai makhluk sosial, sejatinya kita membutuhkan orang lain bukan?

Coba juga: Tes Kelebihan dan Kekurangan Diri

Jangan sampai kehilangan harapan akan suatu hal. Mungkin saja harapan yang kita sematkan itu akan datang kelak nanti. Gali terus potensi diri kita agar bisa lebih semakin dekat dengan harapan itu, paling tidak satu persen setiap harinya!

Selesai.

Mentoring-1

Nah, itu dia cerita dari salah satu temen kita sob! Akhir kata, gue mau sampein kalo lo bisa ikut online mentoring Satu Persen sama seperti temen kita tadi. Di dalamnya lo bisa menceritakan kesulitan lo bersama mentor-mentor yang terlatih.

Lo bisa ikut online mentoring dengan nge-klik gambar di atas. Gue harap lewat membaca artikel ini bisa membuat lo berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Gua Fathan dari Satu Persen, thanks!

Read More
judi

Ciri Gangguan Cemas dan Cara Mengatasinya

Social Anxiety Disorder (SAD) atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Gangguan Kecemasan Sosial, berbeda masalah “orang pemalu” biasa. Orang-orang biasanya mengalami rasa malu dan tidak nyaman, terutama jika berada dalam situasi baru atau dengan orang yang tidak dikenal. Namun, umumnya dapat ditoleransi setelah melakukan pemanasan dan bersantai seiring berjalannya waktu.

Berbeda dengan sifat pemalu orang dengan Social Anxiety Disorder kurang dapat mentoleransi keadaan tersebut, mereka hampir tidak mungkin merasa santai dalam lingkungan sosial sepanjang waktu. Orang dengan Social Anxiety Disorder tentunya memiliki kesulitan dalam menjalani kehidupan mereka karena perasaan cemas dan takut yang berlebihan saat berinteraksi sosial. Masalah ini juga merupakan gangguan kesehatan mental ketiga paling umum yang mempengaruhi sebanyak 10 juta orang di Amerika.

Pengen tau penjelasan lebih lanjut, yuk simak sampai abis, karena kali ini Satu Persen akan mengupas informasi yang penting kamu ketahui tentang masalah Social Anxiety Disorder. Sehingga kamu mendapatkan setidaknya satu persen pengetahuan baru tentang kesehatan mental.

Apa itu Social Anxiety Disorder?

Social Anxiety Disorder atau sebelumnya dalam bahasa psikologi disebut dengan Social Phobia merupakan gangguan kecemasan yang ditandai dengan kecemasan yang luar biasa dan kesadaran diri yang berlebihan dalam situasi sosial sehari-hari. Menurut Marks dan Gelder (1966) SAD menggambarkan suatu kondisi di mana seseorang menjadi sangat cemas ketika menjadi sasaran pengawasan oleh orang lain saat melakukan tugas sosial tertentu.

Misalnya dalam melakukan interaksi sosial justru menimbulkan kecemasan seperti, makan atau menulis di depan umum, memulai atau mempertahankan percakapan, pergi ke pesta, berkencan, bertemu orang asing, atau berinteraksi dengan orang. Penderita SAD paling takut jika disuruh berbicara didepan umum.

Penderita Social Anxiety Disorder percaya bahwa semua perhatian yang fokus pada mereka disertai dengan kritik terhadap kesalahan apa pun yang mereka buat. Sehingga membuat mereka seringkali menghindari situasi sosial. Jika tidak dapat menghindari, mereka akan kewalahan dan mengalami kecemasan hebat yang dapat memunculkan reaksi fisiologis seperti jantung berdebar kencang, hiperventilasi, berkeringat, mual, pusing, sakit kepala, sakit perut, dan mengakibatkan serangan panik.

Perbedaan terpenting antara Social Anxiety Disorder dan rasa malu adalah bahwa gangguan kecemasan sosial melemahkan fungsi seseorang, dan tidak hanya secara sosial. Pada orang dewasa, kecemasan sosial dapat mengganggu fungsi kerja seseorang dan menyebabkan konflik dalam kehidupan keluarga. Pada anak-anak, kecemasan sosial dapat mengganggu prestasi akademik, hobi sosial, dan berteman.

Selain itu, kurangnya rasa percaya diri penderita kecemasan sosial cenderung mengakibatkan kurangnya keterampilan asertif, dan seringkali mengarah pada kondisi kejiwaan lain, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan penyalahgunaan zat. Nah buat penjelasan lebih lanjut perbedaan social anxiety, pemalu, dan introvert baca artikel ini ya.

Gejala Social Anxiety Disorder

Panduan Diagnosis SAD pertama kali diciptakan pada 1980 dengan penerbitan edisi ketiga Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders (DSM–III), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA). Lalu di revisi tahun 1994 dalam edisi keempat, DSM – IV oleh World Health Organization’s International Classification of Mental Disorders. Dan sekarang sudah menggunakan DSM-V dengan kriteria diagnosis SAD seperti berikut :

  • Individu takut pada satu atau lebih situasi sosial atau kinerja di mana dihadapkan pada kemungkinan pengawasan oleh orang lain. Contohnya termasuk bertemu orang yang tidak dikenal, diamati saat makan atau minum, atau memberikan pidato atau pertunjukan.
  • Ketakutan individu berperilaku karena menyebabkan rasa malu atau dievaluasi secara negatif.
  • Paparan situasi sosial menyebabkan kecemasan yang intens.
  • Situasi yang ditakuti dihindari atau ditahan dengan kecemasan dan tekanan.
  • Ketakutan atau kecemasan di luar proporsi ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi sosial.
  • Ketakutan atau kecemasan terus berlanjut dan biasanya berlangsung selama enam bulan atau lebih.
  • Penghindaran, antisipasi cemas, atau tekanan mengganggu fungsi sosial, akademis, atau pekerjaan seseorang secara signifikan.

Gejala fisik dari gangguan kecemasan sosial meliputi:

  • Wajah memerah, berkeringat, gemetar, detak jantung cepat, atau merasa “pikiran kosong”
  • Mual atau sakit perut
  • Menampilkan postur tubuh yang kaku, kontak mata yang buruk, atau berbicara terlalu pelan

Cara Penanganan Social Anxiety Disorder

Jika kamu merasakan gejala-gejala yang telah disebutkan atau kamu tau temanmu memiliki gejala seperti diatas. Sebaiknya kamu segera membawanya ke psikolog untuk mendapatkan perawatan mental, karena gangguan ini bisa disembuhkan dengan perawatan yang tepat. Bisanya Social Anxiety Disorder bisa ditangani dengan melakukan psikoterapi dan pengobatan.

Psikoterapi

Bentuk psikoterapi yang digunakan biasanya cognitive-behavioral therapy (CBT), terapi ini sudah terbukti efektif untuk mengatasi kecemasan sosial yang parah. CBT mengajarkan apa yang menyebabkan mereka merasa cemas dan cara untuk mengendalikan kecemasan. CBT akan menghadapkan orang dengan SAD pada hal-hal yang mereka takuti. Kemudian, meningkatkan risiko ketidaksetujuan dalam situasi tersebut sehingga mereka dapat membangun kepercayaan diri bahwa dia dapat menangani penolakan atau kritik.

Ketiga, terapis akan mengajarkan mereka teknik untuk mengatasi ketidaksetujuan. Pada tahap ini, mereka diminta untuk membayangkan ketakutan terburuk mereka dan didorong untuk mengembangkan tanggapan konstruktif terhadap rasa takut ini dan ketidaksetujuan yang dirasakan. Terapis biasanya akan mengajarkan teknik-teknik seperti pernapasan untuk mengendalikan kecemasan.

Pengobatan

Pengobatan yang tepat dan efektif juga berperan penting dalam perawatan SAD. biasanya mereka diberikan obat antidepresan seperti serotonin reuptake inhibitor (SSRI), monoamine oxidase inhibitor (MAOIs), tricyclic antidepresan, benzodiazepen, dan beta-blocker. Penting untuk diketahui pengobatan ini tidak bekerja secara instan, perlu adanya perawatan lebih dengan terapis. Terapis akan melihat perawatan mana yang cocok dengan kebutuhan mereka. Terapis dan pasien juga harus bekerja sama untuk menentukan rencana perawatan mana yang paling efektif.

Kombinasi CBT dan Pengobatan

Penangan ini melakukan gabungan pengobatan antidepresan dan CBT untuk pasien SAD. Namun, berdasarkan hasil studi Davidson (2004) gabungan  penanganan ini tidak serta merta lebih ampuh dibandingkan kedua pengobatan diatas.

Ingat ya kalau Social Anxiety Disorder berbeda dengan rasa malu. Kalau kamu atau teman terdekatmu mengalami gejala-gejalanya segera konsultasikan ke psikolog supaya mereka akan cepat ditangani, karena gangguan ini tentu sangat mengganggu kehidupan sosial bukan?

Kamu bisa konsultasikan salah satunya ke psikolog Satu Persen, klik di sini. Di Satu Persen, kamu akan mendapatkan fasilitas konseling bersama psikolog selama 1 jam, tes psikologi, asesmen pra konseling, worksheet, dan terapi tentunya. Psikolog Satu Persen juga sudah mendapatkan izin yang sah, jadi jangan khawatir tentang. Kita juga sudah dapat banyak testimoninya yang kamu bisa baca di blognya. Jangan sampai SAD mengganggu kehidupanmu selamanya.

Kamu juga bisa cek kondisi kesehatan mentalmu akhir-akhir ini dengan mencoba Tes Sehat Mental gratis dari Satu Persen, loh. Akhir kata mau ngingetin juga buat follow terus instagram @satupersenofficial untuk dapat promo menarik mentoring dan konseling atau kelas online tentang pengembangan diri.

Selain itu jangan lupa cek YouTube Channel Satu Persen, karena ada ada informasi menarik tentang kesehatan mental, pengembangan diri, dan karir yang akan diupdate setiap harinya. Yuk tonton video dibawah ini buat cari tau tanda-tanda kamu harus pergi ke psikolog. Happy Watching 🙂

Referensi

Hofmann, S. G., & Otto, M. W. (2008). Practical clinical guidebooks series.Cognitive-behavior therapy for social anxiety disorder: Evidence-based and disorder-specific treatment techniques. Routledge/Taylor & Francis Group.

Yip, Jenny C. (2012). Social Phobia ≠ Shyness. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-ocd-monster/201207/social-phobia-shyness

Psychology Today. (n.d). Social Anxiety Disorder (Social Phobia). Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/social-anxiety-disorder-social-phobia

Read More
judi

Macam-Macam Gangguan Tidur: Insomnia dan Cara Mengatasinya

Kamu berbaring di atas kasur. Entah kamu baru saja menyelesaikan tugas atau sekedar bermain ponsel, namun kamu mendapati jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Mungkin pukul tiga, atau bahkan pukul empat, untuk beberapa dari kamu. Teman-temanmu sudah tidak online, kamu sedikit merasa kesepian sambil mengutuk keadaan. Kamu menghela napas, kok aku gak bisa tidur, sih, pikirmu dalam hati. Akhirnya kamu hanya berganti pose di atas kasur hingga kantuk akhirnya membuat kesadaranmu mengalah —tanpa peduli waktu menunjukkan pukul berapa— dan kamu terlelap dengan pulas.

Ugh, pasti mengesalkan ketika kamu ingin tidur, tapi malah tidak bisa tidur. Giliran hari sudah siang, malah ngantuk di sekolah atau di kampus. Boo! It sucks! Seandainya kamu bisa mengontrol jam tidur dengan leluasa, ya. Ngomong-ngomong soal tidur, sepertinya bukan kebetulan jika begitu banyak orang yang mengalami sleepless night seperti kamu, ya? Kira-kira kenapa ya?

Insomnia mungkin adalah jawabannya! Hah, insomnia?

Tenang, akan kujelaskan nanti. Karena kita sedang berbicara tentang tidur, nih, sekalian saja kita cari tahu tentang gangguan tidur yang lain selain insomnia! Yuk, langsung saja!

Gangguan Tidur, Apa Sebenarnya Yang Terjadi?

Sebenarnya wajar saja kalau kamu sesekali mengalami gangguan tidur. Kenapa, sih, kadang kita susah tidur? Sebelum lanjut, mungkin video ini bisa membantumu mendapatkan insight tentang gangguan tidur!

Gangguan tidur bisa disebabkan oleh stres, jet lag, tubuhmu yang sedang sakit, atau apapun itu yang mengganggu jadwal tidurmu. Yang tidak wajar adalah ketika kamu mengalami gangguan tidur terus menerus sehingga kehidupanmu terganggu.

Gangguan tidur adalah kondisi yang menyebabkanmu kesulitan untuk mendapatkan cukup tidur, yang nantinya akan mengganggu keseharianmu. Contohnya kamu kesulitan tidur di malam hari, dan ketika kamu akhirnya bisa tidur, di pagi hari kamu terbangun dengan energi yang tidak cukup (karena kurang tidur) dan harimu menjadi tidak efektif karena kelelahan. Namun di malam hari, kamu tetap kesulitan untuk tidur padahal sudah kelelahan seharian.

It’s a bad thing if it happens regularly! Nah, coba kamu pikir, kira-kira kamu terkena gangguan tidur, gak? Oke, oke, daripada kamu mengira-ngira, ayo kita bahas sedikit gangguan tidur yang sering dialami orang-orang.

Insomnia

Yang ini pasti kamu sudah sering dengar, atau bahkan mengaku kalau kamu salah satu penderitanya. Insomnia adalah sebuah kondisi di mana kamu kesulitan untuk tidur/tetap tertidur. Ya, sering terbangun ketika kamu sedang tidur juga merupakan tanda-tanda kamu menderita insomnia, loh. Insomnia dapat menyebabkan kelelahan di siang hari, perasan lelah secara fisik maupun mental yang konstan, dan juga kamu bakal merasa gampang marah, mengalami mood swings, atau bahkan anxiety.

“Tapi insomnia memberikan ide-ide cemerlang!”

“Lagian si dia suka nge-chat malam-malam, sih, kan aku jadi insomnia nungguin chat dari dia.”

Hm, alasannya bisa banyak memang ya, kamu harus ingat, loh, kalau tidur yang cukup itu penting! Eh, penting gak sih sebenarnya?

Banyak hal yang bisa menyebabkan insomnia, contohnya jet lag atau mungkin kamu tiba-tiba mengalami perubahan rutinitas yang membuat jadwal di dalam tubuhmu kaget (seperti kelas siang tiba-tiba diganti menjadi pagi banget selama dua minggu). Atau mungkin suasana dan kondisi tempatmu tidur tidak senyaman itu untuk membuatmu terlelap dengan cepat, atau kamu sedang sering mengalami mimpi buruk, atau mungkin kamu sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang.

Kondisi mental seseorang seperti ketika seseorang mengalami depresi atau bipolar disorder juga memungkinkan insomnia untuk terjadi pada mereka. Banyak banget hal yang bisa menyebabkan insomnia ini, dan tidak jarang hal-hal tersebut hanya akan membuatmu insomnia untuk beberapa saat sebelum akhirnya tubuhmu terbiasa dengan kondisimu dan akhirnya bisa tidur dengan tenang.

Kamu mau mengecek apakah kamu sedang mengalami insomnia? Menurut Peter Crosta (2020), gejala insomnia yang dapat kamu kenali meliputi: kelelahan/ngantuk di siang hari, ke-bete­­-an berlebih, kelesuan yang kelihatan, tidak fokus, harus dibantu oleh obat/alkohol untuk bisa tidur, dan juga kesulitan untuk bekerja/belajar/bersosialisasi. Jika hal-hal tersebut membuatmu kesulitan tidur dan sudah terjadi paling tidak tiga kali seminggu dalam sebulan selama tiga bulan walaupun kondisinya memungkinkanmu untuk tidur dengan cukup, serta berdampak buruk pada keseharianmu (plus tidak ada penjelasan lain), kamu mengalami insomnia.

Jika kamu hanya kesulitan tidur dalam waktu singkat, kamu mungkin hanya terkena insomnia sementara/akut. Jika kamu merasa hal-hal tersebut sudah terjadi cukup lama, kamu mungkin saja sedang mengidap insomnia kronis. Terus gimana dong?

Untuk mengatasinya, kamu bisa mencoba untuk melakukan hal-hal berikut.

  • Berusahalah untuk tidur dan bangun di jam yang sama, apapun kondisinya (jika memungkinkan). Reset jam tidurmu menjadi baru. Sebelum tidur, cobalah untuk menjauhkan ponsel dan alat-alat elektronik (hindari penggunaannya sebelum tidur!). Buat kondisi tempatmu tidur senyaman mungkin, dan bila memungkinkan, bersantailah sebelum tidur (contohnya dengan mandi)
  • Usahakan jangan tidur dengan kondisi lapar, namun jangan makan berat 2-3 jam sebelum tidur. Dan untuk kamu yang hobi minum kopi/alkohol, sebaiknya dikurangi ya!
  • Berolahragalah dengan teratur!
  • Coba temukan ‘ritual’ mu sebelum tidur, mungkin itu bisa mendengarkan lagu atau membaca buku.

Jangan lupa juga, ketika kamu mengalami insomnia sebagai hasil dari gangguan mental seperti depresi atau anxiety, hubungi pihak profesional untuk mendapatkan bantuan, ya! Kesehatanmu (fisik maupun mental) itu sangat penting!

Restless Leg Syndrome

Seperti namanya, Restless Leg Syndrome (Sindrom Kaki Gelisah) atau Willis-Ekbom disease adalah sebuah penyakit yang membuatmu merasakan sensasi tidak nyaman (seperti ada yang merayap di kaki, betis, dan/atau paha) serta dorongan kuat besar untuk menggerakkan kakimu. Dorongan tersebut terjadi lebih kuat ketika kamu sedang berusaha untuk tidur atau ketika sedang bersantai.

Sayangnya, RLS ini adalah kondisi seumur hidup yang tidak dapat diobati, namun dengan obat, kamu dapat mengontrol gejalanya.  Penyebabnya pun tidak jelas, hanya saja dapat dipastikan bahwa RLS adalah penyakit neurologis.

Untuk mengetahui apa kamu memiliki RLS atau tidak, cukup perhatikan dan rasakan ketika kamu sedang bersantai atau ingin tidur (or literally any time of a day), apakah kakimu terasa aneh? Apakah kamu merasakan dorongan yang begitu kuat untuk menggerak-gerakkan kakimu?

Kalau iya, maka mungkin kamu memiliki RLS. Tentu saja tidak hanya itu, untuk mendiagnosa apakah kamu memiliki RLS atau tidak, sensasi aneh dan dorongan tersebut harus terasa begitu kuat dan memburuk di malam hari (di siang hari, gejalanya ringan atau bahkan tidak ada sama sekali), dan ketika kamu bergerak, sensasi aneh dan dorongan tersebut menghilang.

RLS ini dapat mengganggu tidur, karena gejalanya lebih dahsyat terjadi di malam hari/ketika ingin tidur, membuatmu kekurangan tidur dan kelelahan di siang hari. Untuk mengatasinya secara mandiri, kamu bisa mencoba beberapa hal berikut.

  • Rokok, kafein, dan alkohol wajib dikurangi!
  • Usahakan untuk tidur dan bangun pada jam yang sama
  • Berolahraga yang teratur dan pijat/regangkan kakimu di malam hari.
  • Sebelum tidur, mandilah dengan air panas. Atau kamu bisa menggunakan kompresan pada kakimu ketika kamu merasakan gejalanya.
  • Dan tentu saja, konsumsi obat yang disarankan oleh dokter!

RLS ini tidak mengancam nyawa, tapi RLS dapat membuatmu kekurangan tidur (dan kemungkinan menjadi insomnia juga!).

Narcolepsy

Yang ini sedikit gawat, karena narcolepsy membuatmu tertidur. Lah, kok gawat? Kan tidur?

Narcolepsy adalah gangguan yang menyebabkanmu kesulitan untuk tidur dan bangun. Tidak hanya itu, narcolepsy juga membuatmu mengalami kantuk yang luar biasa dan tidak bisa dikontrol di siang hari. Singkatnya, kamu bisa tertidur kapan saja di siang hari. Ya, kapan saja.

Meskipun sudah mendapatkan tidur malam yang cukup, penderita narcolepsy tetap bisa tertidur di siang hari dikarenakan Excessive Daytime Sleepiness (EDS) yang dialami oleh mereka. EDS ini membuatmu sering kehilangan memori (seperti film yang di-skip terus menerus) dalam keseharianmu karena tertidur berulang-ulang, membuatmu lelah dan murung.

Penderita narcolepsy juga dapat mengalami cataplexy, sebuah kondisi yang membuatmu kehilangan kontrol akan otot pada tubuhmu. Singkatnya, kamu bisa tiba-tiba tertunduk, terjatuh, tersungkur, apapun itu, tergantung otot yang terdampak oleh cataplexy. Penderita narcolepsy juga dapat mengalami halusinasi, sleep paralysis, dan tidur yang terganggu di malam hari.

Gawat, ‘kan? Sayangnya, narcolepsy tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, yang jelas ada permasalahan di otak seseorang yang mengalami narcolepsy. Untuk mendiagnosis narcolepsy, kamu harus pergi ke klinik khusus untuk menjalani tes khusus seperti Polysomnogram dan Multiple Sleep Latency Test, dan memberikan detil mengenai jadwal tidurmu beserta gejala-gejala yang terjadi pada tubuhmu ketika tidur/akan tidur.

Narcolepsy tidak bisa disembuhkan, namun kamu dapat menjaga gaya hidup yang sehat (mengurangi kafein, alkohol, dan nikotin) serta mengontrol jadwal tidurmu untuk meringankan gejalanya. Obat-obatan yang diresepkan juga dapat membantu meringankan gejalanya.

Kenapa Gangguan Tidur Bisa Bermasalah?

Selain tiga yang disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak lagi gangguan tidur, seperti Sleep Apnea di mana kamu terkadang mengalami nafas terhenti sesaat ketika tidur dan gangguan tidur yang berhubungan dengan jam biologis tubuh kita.

Gangguan tidur ini, ketika berdiri sendiri, tidak terlalu mengancam nyawa manusia, namun karena mereka dapat menyebabkan kelelahan, perubahan mood dan kondisi mental, serta gangguan terhadap keseharian dan produktifitasmu, gangguan ini menjadi gawat. Kamu bisa mencoba mengetahui kualitas tidurmu melalui Tes Kualitas Tidur gratis ini.

Konseling-Mentoring-Psikolog-Satu-Persen-3

Apakah kamu mengidap salah satu dari gangguan tidur yang dijelaskan tadi? Atau curiga dirimu mungkin mengidapnya? Segeralah perbaiki rutinitasmu dan hubungi dokter bila sudah terasa gawat, ya! Jika gangguan tidurmu mengganggu aktivitas sehari-hari, ada baiknya kamu juga menemui psikolog. Kamu bisa mencoba layanan konseling Satu Persen dan berkonsultasi secara one-on-one dengan psikolog.

Aku punya tips mengatasi susah tidur lagi (selain yang disebutkan di atas) khusus untukmu! Simak video di bawah ini ya.  Akhir kata, semoga tulisanku ini berguna ya! Untuk kamu yang membaca ini karena tidak bisa tidur, yuk segera matikan ponselmu dan tidur! Demi kesehatanmu, loh, hehe 🙂

References

Crosta, P. (2020, July 28). What is insomnia? Everything you need to know. Retrieved from MedicalNewsToday: https://www.medicalnewstoday.com/articles/9155#causes

DerSarkissian, C. (2019, November 5). Narcolepsy. Retrieved from WebMD: https://www.webmd.com/sleep-disorders/guide/narcolepsy

Light, V., & Boskey, E. (2020, August 21). Narcolepsy. Retrieved from healthline: https://www.healthline.com/health/narcolepsy

Mayo Clinic Staff. (2016, October 15). Insomnia. Retrieved from Mayo Clinic: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/insomnia/symptoms-causes/syc-20355167#:~:text=Common%20causes%20of%20chronic%20insomnia,also%20may%20lead%20to%20insomnia.

NHS. (2018, August 6). Overview Restless Leg Syndrome. Retrieved from NHS: https://www.nhs.uk/conditions/restless-legs-syndrome/

Pietrangelo, A. (2018, August 15). Everything You Need To Know About Restless Leg Syndrome (RLS). Retrieved from healthline: https://www.healthline.com/health/restless-leg-syndrome

Smith, M., Robinson, L., & Segal, R. (2019, November). Sleep Disorders and Problems. Retrieved from HelpGuide: https://www.helpguide.org/articles/sleep/sleep-disorders-and-problems.htm

Read More
judi

Gangguan Depresi Mayor dan Cara Menanganinya

Mengenal gangguan depresi mayor

Gangguan Depresi Mayor, merupakan nama klinis dari depresi yang biasa kita dengar sehari-hari. Apakah lo salah satu orang yang sedang berperang melawan depresi atau lo justru curiga bahwa teman atau keluarga terdekat lo sedang mengalami depresi? Ternyata gangguan depresi mayor ini lebih umum dari yang kita bayangkan loh. Menurut data di situs resmi WHO pada awal 2020 ini, ada lebih dari 264 juta orang di dunia yang menderita depresi.  Fakta menyedihkannya adalah WHO mencatat 76% dan 85% penderita di negara berpendapatan rendah dan sedang tidak mendapatkan penanganan untuk gangguan depresinya. Penyebabnya mulai dari kekurangan sumber daya, kekurangan tenaga profesional, dan stigma sosial atas penderita gangguan mental. Lo nggak bisa sembarangan mendiagnosis diri lo sendiri atau orang lain mengidap depresi.

Diagnosis gangguan depresi mayor atau depresi cuma bisa ditegakkan oleh para profesional seperti psikolog atau psikiater. Karena itu, lo harus ke psikolog jika sudah menunjukkan gejala-gejala depresi yang akan gue sebutkan di bawah dan gejala-gejala tersebut sudah mempengaruhi kehidupan lo di pekerjaan, kuliah, sekolah, atau hubungan. Lo juga butuh bantuan profesional untuk memastikan lo mengalami gejala depresi mayor karena gejala depresi dengan sedih dan stres seringkali tumpang tindih. Yuk ketahui bedanya.

Depresi VS Sedih

Orang awam sering salah mengartikan depresi sebagai sedih. Jangan salah, sedih itu emosi yang sangat normal. Kalau lo sedih saat kehilangan orang terdekat, disakiti oleh orang lain, atau gagal itu wajar banget.  Tapi yang harus gue tekankan di sini adalah lama-lama lo akan beradaptasi dengan situasi sakit, kecewa, atau kehilangan yang lo alami dan akhirnya perasaan sedih lo pun akan berkurang seiring waktu.  Nah, ini bedanya dengan depresi. Depresi adalah kondisi mental yang tidak normal. Saat depresi, kita bisa sedih tentang semua hal, bahkan tanpa penyebab pasti. Orang yang secara kasat mata kita lihat nggak punya alasan untuk “sedih” bisa saja ternyata mengalami depresi.

Depresi jadi seperti tabir hitam yang menyelimuti hari-hari penderitanya dan bikin semua yang mereka jalani terasa suram, bahkan hal-hal yang tadinya terasa menyenangkan.  Perbedaan antara depresi mayor dan sedih juga pernah dibahas sama Satu Persen di video dengan judul “Ciri-Ciri Orang Depresi (Perbedaan Depresi dengan Sedih atau Stress).” Di video tersebut, Evan juga menyebutkan bahwa salah satu perbedaan signifikan depresi dengan sedih adalah pada jangka waktunya.

Perbedaan stress dan depresi

Depresi VS Stress

Nggak salah kok kalau lo mengira depresi itu sama dengan stress, beberapa gejala memang tumpang tindih. Namun secara signifikan depresi berbeda dengan stress.  Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Dr. jane Devenish, ahli farmasi dari dari NHS Standard and Services. Menurutnya, saat depresi seseorang akan terus menerus berada dalam suasana hati yang buruk sementara stres hanyalah salah satu dari sekian banyak pemicu depresi. Sementara itu, psikiater dr. Dimitrios Paschos punya pemikiran lain terkait stres dan depresi. Menurutnya perbedaan utama stres dan depresi adalah depresi sudah jelas definisinya karena sudah masuk dalam gangguan klinis.

Jadi, kita bisa anggap depresi sama seperti penyakit lain, penyakit jantung misalnya. Di sisi lain, stress itu masih sulit untuk didefinisikan. Satu hal bisa memicu stres bagi seseorang namun, bagi orang lain hal tersebut adalah hal yang masih bisa dihadapi. Menurutnya, yang sering orang awam maksud dengan stres sebenarnya adalah kecemasan. Kecemasan pekerjaan tidak selesai, cemas masalah finansial, dan lain sebagainya.

Gejala Gangguan Depresi Mayor

Para profesional menggunakan buku panduan diagnosis gangguan jiwa  atau yang dalam dunia psikologi dikenal dengan DSM- V untuk memastikan apakah seseorang mengidap gangguan depresi mayor atau tidak.  Menurut DSM V ada sejumlah gejala gangguan depresi mayor yang harus dialami terduga pengidap depresi selama setidaknya 2 minggu. Setelah gejala-gejala yang disebutkan menetap selam dua minggu atau lebih barulah psikolog atau psikiater menegakkan diagnosis. Gejala-gejala yang dimaksud adalah:

  1. Suasana hati murung
  2. Kehilangan minat akan hal – hal yang tadinya disukai
  3. Kenaikan atau penurunan berat badan yang signifikan, bisa juga penurunan atau peningkatan nafsu makan
  4. Gangguan tidur (tidur berlebihan/kurang tidur)
  5. Perubahan kemampuan gerak (melambat/tidak beraturan)
  6. Kelelahan dan merasa tidak berenergi
  7. Merasa tidak berharga atau terus menerus merasa bersalah
  8. Penurunan kognitif (nggak bisa fokus,nggak bisa ambil keputusan)
  9. Munculnya pikiran untuk bunuh diri

Penyebab Gangguan Depresi Mayor

Kalau lo bertanya-tanya apa yang menyebabkan seseorang terkena gangguan depresi mayor, ada penjelasan ilmiahnya. Ada dua jenis faktor yang sering disebut sebagai penyebab depresi, yaitu faktor biologis dan psikososial. Beberapa mekanisme biologis yang digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan bagaimana terjadinya gangguan depresi mayor, diantaranya:

Faktor Genetik

Studi yang dilakukan pada anak kembar berhasil menemukan bahwa gangguan depresi mayor diturunkan sebanyak 37%. Dengan kata lain faktor genetik memang berperan dalam menyebabkan gangguan depresi mayor. Jadi lo berpotensi terkena depresi kalau ada keluarga lo yang menderita depresi juga.  Namun, yang jadi pertanyaan adalah sejauh apa faktor genetik berperan? Ternyata, walaupun potensi depresi diturunkan, namun penelitian lain mengatakan bahwa ada faktor psikososial yang berperan. Seperti jika seorang individu tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita depresi maka ia akan lebih berisiko terkena depresi.

Kekurangan Serotonin

Sebagai informasi, serotonin adalah senyawa kimia dalam otak yang dilepaskan ke sambungan-sambungan saraf dan berperan untuk menimbulkan rasa bahagia dan nyaman. Faktanya, kekurangan serotonin memang berhubungan dengan gangguan depresi mayor. Hasil temuan pada pasien depresi dan korban bunuh diri menunjukan adanya penurunan aktivitas dan fungsi serotonin ini pada sistem saraf.

Hormon Stres

Stress berbeda dengan depresi, namun ternyata masih berkaitan. Ini ada hubungannya dengan hormon yang dikeluarkan tubuh saat kita stress. Ketika stress, tubuh kita melepaskan hormon kortisol. Nah, menurut beberapa studi, hormon ini dinilai berkaitan erat dengan depresi.  Faktor berikutnya adalah faktor psikososial. Beberapa faktor psikososial yang sudah dibuktikan oleh penelitian berperan dalam menyebabkan depresi adalah sejarah gangguan mental dalam keluarga, perubahan besar dalam hidup yang membuat stress, dan kurangnya dukungan sosial. Mari kita bahas satu persatu:

Perubahan Besar dalam Hidup yang Membuat Stress

Dalam sebuah penelitian ditemukan tiga kelompok peristiwa hidup yang menyebabkan stress dan berkaitan dengan depresi, yaitu masalah finansial, perubahan kondisi hidup, dan kehilangan orangtua atau orang terdekat. Tiga peristiwa dalam hidup ini bisa berdampak pada depresi karena mempengaruhi proses perkembangan individu terutama para dewasa muda. Seperti masalah finansial yang dapat mengganggu proses kemandirian.

Kurangnya Dukungan Sosial

Kalau lo mau tahu apakah tanpa teman-teman dan keluarga terdekat, lo jadi berisiko terkena gangguan depresi, jawabannya adalah iya. Ketidakhadiran orang terdekat punya andil 11% untuk menentukan tingkat depresi. Mungkin lo berpikir bahwa dukungan sosial cuma lo butuhkan saat lo menghadapi masalah dalam hidup, ternyata hasil penelitian mengatakan sebaliknya. Sebuah jurnal ilmiah menyebutkan bahwa kekurangan dukungan sosial tetap dapat meningkatkan risiko terkena depresi bahkan saat lo tidak sedang berhadapan dengan peristiwa yang bikin stress.

Dampak Gangguan Depresi Mayor

Sebenarnya depresi ini gangguan mental yang sangat berkaitan dengan emosi natural dan normal yaitu rasa sedih dan kehilangan. Bedanya, kalau kita sedih karena kehilangan pacar, gagal ujian atau mengalami pengalaman tidak mengenakkan lainnya cuma dalam jangka waktu tertentu aja, nah, orang yang depresi bisa merasakan kesedihan atau kehilangan sampai lebih dari dua minggu, bahkan bulanan atau tahunan.

Lebih jauh lagi, jenis gangguan ini mempengaruhi cara berfungsi kita sebagai manusia, mulai dari cara berpikir, suasana hati, sampai fungsi tubuh. Gangguan depresi mayor juga mempengaruhi motivasi sehingga berdampak pada kehidupan sosial, pekerjaan, sekolah dan kesehatan secara umum.  Jadi ada baiknya kita lebih hati-hati  dalam menggunakan istilah depresi, karena depresi adalah sebuah gangguan mental yang serius, bahkan bisa merenggut nyawa lewat perilaku bunuh diri.

Depresi dan Bunuh Diri

Menurut data WHO, jumlah orang yang meninggal karena bunuh diri mendekati angka 800.000 setiap tahun. Sebagai tambahan, bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi kedua untuk orang-orang berusia 15-29 tahun. Lalu seberapa jauh kaitan antara kasus bunuh diri yang terjadi dengan gangguan depresi mayor?

Menurut data, 2-8% orang dewasa yang mengidap gangguan depresi mayor meninggal karena bunuh diri. Sementara 50% orang yang melakukan bunuh diri diketahui mengalami gangguan depresi mayor atau gangguan suasana hati lainnya.  Dilansir dari kompas.com, menurut riset kesehatan dasar (riskesdas) Kementerian Kesehatan pada tahun 2018, kasus depresi yang berujung bunuh diri di Indonesia tercatat sebanyak 11 juta orang atau 6,1%.

Cara Menangani Gangguan Depresi Mayor

Sebagai penyakit yang umum diderita kabar baiknya adalah depresi masih dapat ditangani. Beberapa upaya bisa lo lakukan sendiri, namun beberapa yang lain membutuhkan bantuan psikolog atau psikiater.  Kalau usaha-usaha ini lo lakukan secara bersamaan, kesempatan lo untuk menang melawan depresi akan lebih besar.

Punya Sistem Dukungan yang Kuat

Sebelum depresi menarik lo lebih jauh ke pusarannya, ada baiknya lo melawan dengan membentengi diri lo sendiri salah satunya adalah dengan memiliki sistem dukungan yang kuat. Sistem dukungan di sini berupa orang-orang di sekitar yang bisa dijadikan pegangan saat depresi mulai menghisap.  Tapi yang perlu diingat adalah nggak semua orang terdekat  bisa dijadikan sistem pendukung. Untuk bisa punya sistem pendukung yang kuat lo harus membentuk tiga lapisan sistem pendukung, sebagai berikut:

1. Lapisan Pertama

Lapisan pertama ini harus diisi sama para profesional sih. Bisa psikolog, konselor, mentor atau apapun yang benar-benar bisa membantu lo untuk keluar dari depresi. Ngobrol, berbicara sifatnya bisa jadi terapeutik, apalagi kalau dilakukan dengan ahlinya. Bahkan mereka bisa membantu lo untuk menemukan penyebab timbulnya depresi yang sedang lo alami. Di sisi lain, jika depresi lo sudah mengancam jiwa karena pikiran untuk bunuh diri sudah sangat mendominasi maka mengunjungi psikiater adalah langkah paling bijak. Karena psikiater dapat langsung menangani lo dengan obat yang bekerja lebih cepat untuk menstabilkan mood lo dan menghilangkan pikiran bunuh diri.

2. Lapisan Kedua

Kategori ini bisa diisi dengan orang-orang yang peduli sama lo tapi nggak bisa berbuat banyak untuk membantu atau tidak terlatih untuk membantu.  Gue yakin pasti banyak orang di sekeliling lo yang masuk kategori ini. Teman-teman terdekat atau keluarga yang bisa mendengarkan keluh kesah lo tanpa banyak membantu, bisa lo masukkan dalam kategori ini.  Walaupun tidak bisa membantu, di fase awal depresi, berbicara kepada mereka bisa jadi salah satu sarana ventilasi yang akan menahan lo untuk tidak tenggelam terlalu jauh ke depresi.

3. Lapisan Ketiga

Nah, ini lapisan terakhir alias lapisan paling luar. Yang masuk kategori ini adalah orang-orang yang nggak segitu pedulinya sama lo dan nggak bisa membantu juga. Orang-orang yang harus lo masukkan ke kategori ini adalah teman-teman main lo, atau teman jalan yang nggak terlalu mengenal lo. Saran gue sih kenali baik-baik orang yang masuk kategori ini agar lo tidak berharap banyak menerima bantuan mereka saat gangguan depresi mayor sedang menyerang.

Lebih Aktif dengan Berolahraga

Situs resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC) pemerintah Amerika merekomendasikan orang dewasa untuk berolahraga selama 150 menit dalam seminggu. Terdengar banyak ya, tapi 150 menit tadi kan bisa dipecah menjadi 30 menit perhari selama 5 hari. Bahkan, kalau mau lebih ringan lagi waktu 30 menit per-hari tadi bisa dipecah jadi beberapa bagian dalam sehari. Intinya kalau kita memang niat sih rekomendasi CDC tersebut masih sangat bisa dilakukan. Lo bisa ikuti beberapa tips ini untuk latihan secara teratur:

1. Mulai dari Hal yang Kecil

Hal kecil yang gue maksud di sini adalah intensitas dan frekuensi. Jangan langsung mulai dengan menghabiskan waktu berjam-jam di gym. Tapi mulai saja dengan jenis olahraga yang memang benar-benar disukai dan lakukan selama 10 menit.  Gue menyarankan 10 menit dulu karena tujuannya masih untuk membentuk kebiasaan, belum untuk memenuhi rekomendasi dari CDC. Nanti, kalau kebiasaannya sudah terbentuk, baru deh dorong diri lo untuk berolahraga setidaknya 30 menit dalam sehari.

2. Pilih Jenis Olahraga Disukai

Jangan ikutan trend atau orang-orang, tapi pilih jenis olahraga yang lo memang suka. Tujuannya adalah agar lo bisa komitmen melakukan olahraga teratur dalam jangka waktu yang panjang.

Mengonsumsi Makanan Sehat

Seperti yang tadi sudah gue sebutkan kalau nafsu makan adalah salah satu gejala depresi. Namun pada setiap orang masalah nafsu makan ini muncul dengan cara yang berbeda. Ada yang kehilangan nafsu makan saat depresi ada yang justru makan secara berlebihan dan yang dimakan juga makan-makanan yang nggak sehat tapi nyaman seperti junk food atau makanan instan.

Nah, karena itu salah satu cara menangani depresi adalah memutus mata rantai gejala ini dengan makan-makanan sehat. Bentuk kebiasaan baru lo makan-makanan sehat misalnya dengan memastikan ada buah dan sayur di setiap waktu makan. Atau bisa juga dengan memastikan lo minum air putih 6-8 gelas dalam sehari dan hindari minum-minuman bersoda.

Memiliki Rutinitas

Orang yang depresi cenderung kehilangan rutinitasnya seperti begadang hingga larut atau dini hari dan tidur sepanjang pagi dan siang. Biar gak terus terusan terjebak dalam depresi menormalkan kembali harimu. Membentuk rutinitas bisa lo

Read More
judi

11 Bulan Pandemi: Gangguan Kecemasan Mulai Timbul

Gangguan Kecemasan Pandemi

Halo, Perseners! Salam hangat dari gue, Vidha, yang masih menjalani kuliah online dan work from home karena pandemi Covid-19 masih berlangsung semenjak 11 bulan yang lalu.

Rasanya cepet banget ya kita udah hampir setahun menjalani masa-masa kehidupan di pandemi Covid-19 ini.

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: @nikkoilham on Twitter

Lo juga merasa cepet banget gak sih? Sehari-hari cuma tiduran, kelas online sambil tiduran, meeting sambil tiduran, ngerjain tugas sambil tiduran. Tiba-tiba UAS aja gitu.

Saking kegiatannya cuma sekitaran rumah dan kamar, kadang kita lupa tanggal, lupa hari, lupa mandi, lupa makan, tapi gak lupa sama dia, ehmmm.

Karena kita emang dianjurkan untuk di rumah aja, kita jadi jarang banget ketemu sama orang secara langsung. Padahal, pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang butuh interaksi dan komunikasi sesama manusia.

Kita masih bisa sih berinteraksi dan berkomunikasi secara daring, tapi lo sendiri puas gak sih kalo gak ketemu langsung? Kalo gue, jujur gak puas sih.

Banyak hambatan yang gue dapetin kalo berinteraksi dan berkomunikasi sama orang lain lewat daring. Bisa karena sinyal, delayed feedback, kurangnya aspek non-verbal, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Kenapa Social Distancing Penting?

Sayangnya, kita emang dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan kita membatasi jarak dengan orang lain yang membuat kebutuhan sosial kita berkurang.

Berkurangnya intensitas interaksi sosial membuat kita bisa merasa bosen, frustrasi, bahkan bisa menderita gangguan kecemasan.

Nah, buat lo yang mulai mempertanyakan apakah lo merasakan gangguan kecemasan efek pandemi Covid-19 atau enggak. Let’s check this out!

Sedikit penjelasan tentang Gangguan Kecemasan

Kecemasan atau anxiety sendiri adalah sebuah emosi yang wajar dirasakan oleh semua orang. Pasti ada masa-masa di mana lo merasakan cemas, kayak mau presentasi, mau ketemu doi, atau mau wawancara kerja.

Kecemasan juga bisa menjadi sebuah dampak dari suatu situasi. Kayak misalkan abis putus, kalah dalam suatu lomba, gagal dapetin impian yang lo pengen. Semua itu wajar terjadi kalo lo merasa cemas dengan situasi atau kejadian yang spesifik.

Tapi…

Pernah gak lo merasakan kecemasan berlebih tanpa alasan yang jelas? Ya gak tau kenapa tiba-tiba aja cemas terus dan mengganggu keseharian lo.

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: @blackmesa on Twitter

Kalo sering, jadi ada istilah dalam kesehatan yang namanya Anxiety Disorder. Kalo di Indonesia sih namanya Gangguan Kecemasan.

Nah, gangguan kecemasan menurut jurnal yang ditulis oleh Australian Government Department of Health adalah sebuah gangguan yang yang menyebabkan penderitanya mengalami kecemasan yang sangat tinggi, perasaan tidak nyaman, dan ketegangan yang esktrem.

Sedangkan menurut DSM-V yang dikutip oleh Lembaga Pers Mahasiswa Sinova FK Unhas, gangguan kecemasan adalah suatu kondisi di mana lo mengalami kecemasan berlebih hampir setiap hari dalam jangka waktu yang setidaknya berlangsung selama 6 bulan.

Baca juga: Rasa Takut dan Rasa Cemas

Gangguan kecemasan bisa berdampak pada kehidupan lo dalam aspek kognitif, fisik, dan tingkah laku. Ini bisa jadi bahaya dan memengaruhi hidup lo jadi gak santuy lagi.

Gangguan kecemasan sendiri ada beberapa jenisnya, di antaranya adalah:

  1. Generalized Anxiety Disorder (GAD)
  2. Panic Disorder
  3. Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
  4. Post-traumatic Stress Disorder (PTSD)
  5. Social Anxiety Disorder
  6. Fobia

Di Indonesia sendiri, GAD atau Generalized Anxiety Disorder termasuk gangguan mental yang menduduki posisi pertama paling sering terjadi. Berdasarkan survei Puslitbangkes 2020, hampir 6,8% orang di Indonesia mengalami GAD.

Lain dari Indonesia, WHO menjabarkan bahwa ada sekitar 3,8% orang di dunia mengalami gangguan kecemasan. Angka ini meningkat semenjak pandemi Covid menjadi 5,4%. Persentase ini membuktikan bahwa pandemi Covid-19 membuat orang-orang merasakan gejala kecemasan berlebih.

Apa sih penyebab gangguan kecemasan di kala pandemi?

Sebenernya apa sih yang jadi penyebab orang-orang punya gangguan cemas pas pandemi? Padahal kan kecemasan bukan termasuk gejala Covid-19.

Nah, buat jawab pertanyaan lo ini, ada studi yang dilakukan sama Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) bersama dengan Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Airlangga.

Mereka melibatkan 8.031 responden di 34 provinsi di Indonesia mengenai kecemasan selama pandemi selama 8 hari, mulai tanggal 6-13 Juni 2020.

Dan hasilnya….

Lebih dari 50% responden masuk ke kategori cemas dan sangat cemas. Penyebab cemasnya juga macem-macem. Ada yang tentang interaksi sosial, pendidikan, pekerjaan, agama, dan lain-lain.

Selain itu, banyak yang menderita kecemasan berlebih akibat dari membaca berita atau informasi tentang Covid-19 secara terus-menerus sehingga membuat otak lo jadi overwhelmed.

Apapun bisa jadi alesan terjadinya kecemasan berlebih dan kecemasan setiap orang itu berbeda. Meskipun kadang lo juga gak tau lo cemas kenapa, tapi kalo lo merasa cemas, ya artinya lo cemas. Apa yang lo rasa itu valid, cuma belum tau aja sebabnya kenapa.

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: Cheezburger on Pinterest

Gejala kecemasan di kala pandemi

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: Lisa Kilanowski on Pinterest

Dari beberapa artikel dan jurnal ilmiah yang gue baca, di bawah ini adalah beberapa gejala dari gangguan kecemasan yang mungkin lo alami selama masa pandemi.

  • Gelisah sepanjang waktu
  • Merasa dalam bahaya, tekanan, atau kepanikan
  • Detak jantung meningkat
  • Napas pendek
  • Berkeringat
  • Sakit kepala
  • Sakit di bagian dada
  • Gemetar
  • Selalu merasa lelah
  • Sulit konsentrasi
  • Kesulitan tidur
  • Mengalami masalah pencernaan seperti diare
  • Menghindari trigger yang bisa buat cemas

Nah, kalo lo udah merasa beberapa dari gejala di atas, jangan sungkan untuk mengecek kondisi lo ke profesional kayak ke dokter atau psikolog.

CTA-Konsultasi--1--5

Sebaiknya jangan tunggu parah dulu baru lo periksa. Karena lo sendiri gak tau kan apakah ini emang gejala gangguan kecemasan atau ada penyakit lain?

Dilansir dari Medical News Today, ada beberapa kesamaan gejala kecemasan dengan gejala Covid-19 kayak kesulitan bernapas, selalu merasa lelah, diare, sakit kepala, sakit di dada, dan beberapa gejala lainnya yang bikin lo semakin overthinking apakah lo kena gangguan kecemasan atau kena Covid-19.

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: @randomanda on Instagram

Atau bisa juga semua gejala Covid-19 yang lo rasain itu adalah gejala psikosomatis.

Jadi emang banyak banget kemungkinan yang bisa lo alami kalo lo gak buru-buru periksa.

Tips mengurangi gejala Gangguan Kecemasan yang timbul di kala pandemi

Sebelum kecemasan yang lo rasain semakin parah, lo sebaiknya baca dan menerapkan tips-tips di bawah ini biar hidup lo kembali santuy lagi.

Mengatur Pernapasan

Istilah deep breathing itu udah banyak dipake buat menenangkan seseorang yang lagi dalam keadaan cemas, panik, dan takut. Ini bisa jadi mental first aid lo kalo lagi cemas.

Coba duduk di posisi yang nyaman, mengambil napas dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Ulangi terus sampe lo merasa lebih tenang.

Menenangkan Otot dengan Relaksasi

Gue sendiri pernah atau bahkan lumayan sering merasakan gejala-gejala tadi. Jadi, gue langsung konsultasi karena menurut gue itu merupakan hal yang menganggu.

Abis itu gue disuruh untuk melakukan relaksasi progresif. Relaksasi ini membutuhkan waktu sekitar 5 menit atau lebih buat lakuinnya. Kalo bisa emang di tempat yang tenang dan waktu yang luang supaya hasilnya lebih maksimal.

Meditasi

Meditasi merupakan kegiatan melatih fokus pikiran sehingga lo bisa berpikir lebih jernih dan tetap merasa tenang. Meditasi ini juga membutuhkan tempat yang tenang dan waktu luang yang lebih banyak. Bisa sekitar 10-30 menit.

Baca juga: Melatih Fokus Diri

Mau sedikit cerita pengalaman gue pas pertama kali meditasi. Selesai meditasi, gue mengalami panic attack. Awalnya gue mikir apakah meditasi yang gue lakuin itu salah ya?

Tapi, ternyata ketika gue ikut lagi meditasi online bersama meditator dan beberapa partisipan lain, meditatornya bilang kalo lo wajar buat merasakan panic attack setelah meditasi. Itu artinya lo mengeluarkan emosi-emosi yang selama ini terpendam. Terutama yang baru-baru mencoba meditasi.

Emang bener sih, setelah itu gue jadi merasa lebih baik dan lebih plong aja gitu rasanya.

Curhat

Nah, tips yang terakhir ini juga gak kalah penting! Lo bisa mengurangi kecemasan atau pikiran yang ada di otak lo dengan cerita sama orang lain. Bisa temen deket lo, keluarga, pacar, psikolog, atau siapa aja yang bisa lo percaya.

Make sure lo curhat dengan orang yang bener ya! Enggak toxic, baik toxic negativity atau toxic positivity. Curhat sama orang yang memvalidasi apa yang lo rasain. Dengerin lo dari awal sampe akhir tanpa motong pembicaraan apalagi malah adu nasib “Lo mah masih mending, lah gue….” SKIP banget.

meme gangguan kecemasan pandemi
Sumber: @matthaig1 on Twitter

Kalo sekiranya lo gak dapet temen yang bisa memvalidasi apa yang lo rasa dan buat lo merasa lebih baik, lo bisa banget curhat sama psikolog Satu Persen di layanan konseling.

Lo gak cuma bisa curhat, tapi lo juga bisa dapet tes mengenai tingkat kecemasan yang lagi lo alami. Lo juga sekalian bisa nanya tentang gejala-gejala yang lo alami tadi biar dapet diagnosis dan penanganan yang lebih tepat.

Inget ya, di bidang kesehatan, self-diagnose itu hukumnya haram karena bisa jadi memperburuk situasi.

Kalo kata psikolog gue di Satu Persen sih mereka udah sekolah tinggi-tinggi biar bisa diagnosis orang dengan benar, eh malah dikalahin sama bacaan Google 5 menit haha.

Biar lo gak self-diagnose seberapa stres lo, lo bisa cobain Tes Tingkat Keparahan Stres dari Satu Persen biar lo lebih paham dengan keadaan lo sekarang. Seberapa stres lo akan pandemi ini sampe bikin lo punya gangguan kecemasan.

Selain layanan konseling dan tes gratis, Satu Persen juga punya banyak video tentang kecemasan. Salah satu video yang recommend buat lo tonton di bawah ini.

Akhir kata, semangat terus buat lo yang sedang menjalani hari-hari dalam batasan protokol kesehatan. Semoga aja Covid-19 cepet udahan deh ya, pengen keluyuran tanpa overthinking dan anxiety hehe.

Semoga kita semua diberikan kesehatan physically and mentally stable supaya bisa kembali menjalani hidup dengan normal dan juga jangan lupa juga buat #HidupSeutuhnya!

Gangguan Kecemasan Pandemi

Referensi

Health.gov.au. (n.d.). What Is an Anxiety Disorder. National Mental Health Strategy. Retrieved from https://www1.health.gov.au/internet/main/Publishing.nsf/Content/6E02F4C9EA81857FCA257BF000212085/$File/whatanx2.pdf

Tandung, J. K. (2020). Yuk, Jangan Normalisasi Cemas Berlebih! Retrieved January 31, 2021, from https://med.unhas.ac.id/sinovia/2020/11/30/yuk-jangan-normalisasi-cemas-berlebih/

Dewi, D. S. (2020). Penelitian: Orang Indonesia Alami Kecemasan Tinggi Saat Pandemi. Retrieved January 31, 2021, from https://tirto.id/penelitian-orang-indonesia-alami-kecemasan-tinggi-saat-pandemi-fNXc

Ames, H. (2020). What is the difference between anxiety and COVID-19 symptoms? Retrieved January 31, 2021, from https://www.medicalnewstoday.com/articles/anxiety-symptoms-vs-covid-19-symptoms

Rector, N. A., Bourdeau, D., Kithcen, K., & Josph-Massiah, L. (2008). Anxiety disorders An information guide. Centre for Addiction and Mental Health, 6–13. Retrieved from https://www.camh.ca/-/media/files/guides-and-publications/anxiety-guide-en.pdf

Therapist Aid LLC. (2018). Coping Skills Anxiety. TherapistAid.Com. Retrieved from https://www.therapistaid.com/worksheets/coping-skills-anxiety.pdf

Read More
judi

Cara Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Kalian pasti pernah disuruh tampil ke depan dan dilihatin sama banyak orang. Entah itu buat jadi public speaker, MC, atau pembawa presentasi di depan guru atau atasan.

Di momen kayak begitu, apa sih yang kalian rasain? Malu? Gugup?

Kalo lo belum bisa ngerasa 100% pede, tenang aja. Gue juga begitu kok. Selama lo masih bisa kendaliin diri, tandanya kegugupan lo masih tahap wajar.

Tapi, ada juga yang gugupnya udah parah banget. Kalo konsultasi ke tenaga profesional, biasanya mereka didiagnosa mengidap gangguan kecemasan sosial.

Apaan tuh? Apakah semacam introvert? Emang gugupnya separah apa sih?

Apa itu gangguan kecemasan sosial?

Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), gangguan kecemasan sosial (atau Social Anxiety Disorder) adalah gangguan mental di mana penderitanya mengalami ketakutan ekstrem ketika berada di situasi sosial. Mereka takut melakukan hal yang memalukan dan mendapat penghakiman, penghinaan, atau penolakan dari orang lain.

Iya sih, semua orang pasti takut kalo dapet perlakuan yang gak menyenangkan kayak begitu. Tapi, kalo pengidap gangguan kecemasan sosial, level gugupnya udah gak bisa disamain lagi kayak orang biasa, guys.

Baca juga: Perbedaan Rasa Takut dan Anxiety

Misalnya, kalo disuruh presentasi, segugup-gugupnya kita pasti berusaha menenangkan diri supaya bisa tampil ke depan. Nah, kalo punya gangguan kecemasan sosial, mungkin banget bagi mereka buat lebih milih kabur demi menghindari presentasi itu.

Di kasus yang lebih parah, mereka bahkan takut makan atau minum di tempat umum kayak kantor atau restoran.

Mereka selalu merasa diperhatiin dan di-judge, jadinya gak bisa melakukan apa pun dengan leluasa kalo lagi di tengah-tengah orang lain.

Padahal, biasanya hal ini gak benar karena orang lain cenderung sibuk sama urusannya masing-masing aja. Gangguan kecemasan lah yang membuat penderitanya berpikir kayak begini.

Kalo kondisinya udah separah itu, jangankan mau kerja atau kuliah. Mereka mungkin banget ngerasain kecemasan-kecemasan yang gak ada habisnya itu bahkan sebelum keluar dari rumah.

Dan itu terjadi gak cuma sehari dua hari aja, tapi bisa berminggu-minggu, lho! Beda sama orang biasa yang cemasnya paling bentaran aja.

Coba Juga: Tes Kecemasan Public Speaking: Bantu Dirimu Mengatasinya

Untuk lebih jelasnya mengenai gangguan kecemasan sosial dan cara mengatasinya, gue bakal bahas di artikel kali ini, ya 🙂

Gangguan kecemasan sosial: penyebab dan gejala

Setelah memahami bedanya perasaan malu biasa dengan gangguan kecemasan sosial, mungkin lo jadi bertanya-tanya kenapa kecemasan separah itu bisa terjadi. Entah sebagai orang biasa atau orang yang mengalami gangguan tersebut, pada awalnya pasti kalian ngerasa bingung.

Sayangnya, penyebab pasti gangguan kecemasan sosial masih belum diketahui. Penelitian saat ini hanya baru menyepakati bahwa penyebabnya adalah kombinasi faktor lingkungan dan genetika.

Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pengalaman buruk, seperti konflik keluarga, bullying, atau pernah dipermalukan di depan banyak orang sebelumnya.

Jadi, penyebabnya bukan gara-gara punya kepribadian introvert ya, guys!

Kelainan fisik juga bisa menyebabkan gangguan kecemasan sosial ini, Perseners. Misalnya, karena ketidakseimbangan serotonin atau amigdala yang terlalu aktif di dalam otak.

Fyi, serotonin adalah zat kimia dalam otak yang mengatur suasana hati. Sedangkan, amigdala adalah bagian otak yang mengontrol respon dari perasaan takut atau cemas.

mengatasi-gangguan-kecemasan
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Nah, penyebab-penyebab tadi dapat mengakibatkan munculnya gejala fisik dan psikologis yang umum ditemui pada penderita gangguan kecemasan sosial.

Gejala fisik ketika penderita melakukan interaksi sosial dapat berupa perasaan malu, mual, gemetaran, pusing, deg-degan, keringetan, sampe akhirnya sulit ngomong.

Sedangkan, gejala psikologis yang mungkin terjadi adalah merasa khawatir sama suatu acara sosial berminggu-minggu sebelum hari-H (alias lama banget cemasnya, guys!), menghindari situasi sosial, takut mempermalukan diri sendiri, dan ujung-ujungnya bisa bolos sekolah atau kerja karena kecemasan ini.

Baca juga: Social Skill: Tips Agar Lebih Mudah Berteman

Mungkin lo udah beberapa kali notis gue nyinggung-nyinggung soal ‘situasi sosial’ dan bertanya-tanya, sebenarnya situasi sosial macam apa sih yang bikin penderita gangguan ini kambuh?

Penderita gangguan kecemasan sosial ini bisa jadi mencemaskan sebagian situasi sosial aja. Tapi, bisa juga ngerasa cemas sama situasi sosial dalam bentuk apa pun. Termasuk wawancara kerja, menanyakan sesuatu ke orang lain, belanja, pergi ke toilet umum, order makanan di restoran, berbincang di telepon, dan lain-lain.

Karena itu, orang yang mengidap gangguan kecemasan sosial ini jadi gak bisa menjalani kesehariannya dengan normal. Soalnya, berhadapan sama orang lain aja rasanya cemas terus.

Untungnya, gangguan kecemasan sosial ini bisa disembuhkan, lho! Artinya, orang yang mengidap gangguan ini punya kesempatan buat bisa hidup normal lagi.

Nah, gimana sih caranya?

Cara mengatasi gangguan kecemasan sosial

Barangkali lo atau orang yang lo kenal mengalami gejala-gejala yang udah gue sebutin tadi. Well, ada beberapa cara yang disarankan untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial tersebut.

1. Pola hidup sehat untuk mengurangi gejala gangguan kecemasan sosial

Menerapkan pola hidup sehat gak bakal bisa bikin lo langsung sembuh ya, Perseners. Gangguan kecemasan sosial tetaplah gangguan klinis yang perlu penanganan dari tenaga kesehatan.

Tapi, seenggaknya pola hidup sehat bisa membantu buat ngurangin gejalanya. Misalnya, dengan menghindari kafein, tidur 6-8 jam per hari, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Selain itu, hubungan yang sehat dan suportif dengan orang lain juga bisa membantu kesembuhan lo.

2. Mengatasi gangguan kecemasan sosial dengan pengobatan

Nah, meredakan gejala gangguan kecemasan juga bisa dengan mengonsumsi obat-obatan; seperti obat anti kecemasan, antidepresan, dan lain-lain.

Tapi, jangan sembarangan minum obat, ya! Pastikan minum obat sesuai resep dokter, di mana dosis dan jangka waktunya pasti udah disesuaikan dengan kebutuhan lo.

3. Pergi ke tenaga profesional dan terapi gangguan kecemasan

Pada akhirnya, mendapat diagnosa dari tenaga profesional itu penting banget. Soalnya, kalo cuma perkiraan sendiri belum tentu bener, guys. Jadi, gak ada salahnya buat konsultasi ke psikolog atau psikiater, supaya gak self-diagnose.

Kalo lo beneran didiagnosa punya gangguan ini, biasanya lo bakal diarahkan dan dipandu sama tenaga profesional buat menjalani sesi terapi. Terapinya bisa macem-macem, dari terapi perilaku kognitif, terapi pemaparan, atau terapi bicara.

Baca Juga: Tips Pertama Kali Konseling Online dengan Psikolog: Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan?

mengatasi-gangguan-kecemasan
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Jadi, kita bisa simpulin kalo gangguan kecemasan sosial adalah gangguan mental serius yang butuh pengobatan dari tenaga profesional. Gangguan kecemasan sosial ini perlu ditangani, supaya penderitanya bisa sembuh dan menjalani kesehariannya lagi. Kalau gak ditangani, mereka yang mengidap gangguan ini bakal kesulitan untuk berfungsi dalam kehidupan sosial.

Setelah baca pemaparan gue di atas, mungkin lo jadi ada niatan buat pergi ke tenaga profesional untuk mengecek kondisi mental lo. Atau lo punya orang terdekat yang perlu konsultasi. Tapi, mungkin lo bingung mau cari tenaga profesional ke mana.

Untuk mengatasi masalah itu, mungkin layanan konsultasi dari Satu Persen bisa membantu lo. Konseling sendiri memang layanan dari Satu Persen yang hadir untuk menangani masalah klinis seperti gangguan kecemasan sosial. Di konseling, lo bakal dapetin semua yang lo butuhkan dari psikolog, termasuk diagnosa, terapi, serta asesmen mendalam.

Mentoring-5

Oh iya, dapetin informasi seputar kecemasan sosial gak cuma dari artikel ini aja, lho. Lo juga bisa simak pembahasan mengenai social anxiety dan cara mengatasinya di video YouTube Satu Persen di bawah.

Oke deh, gue cukupkan tulisan gue sampe di sini dulu. Semoga bermanfaat dan bisa ngebantu lo yang lagi butuh solusi.

Gue harap, yang mengidap gangguan ini bisa lekas baikan, ya! Pelan-pelan aja, yang penting berkembang Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya 🙂

Akhir kata, thanks a million!

mengatasi kecemasan sosial

Referensi

Higuera, V. (September 3, 2018). Social Anxiety Disorder. Retrieved on January 29, 2021 from https://www.healthline.com/health/anxiety/social-phobia.

National Institute of Mental Health. (n.d). Social Anxiety Disorder: More Than Just Shyness. Retrieved on January 29, 2021 from https://www.nimh.nih.gov/health/publications/social-anxiety-disorder-more-than-just-shyness/index.shtml.

Read More
judi

Mengenal Gejala Gangguan Depresi

mengenal gejala gangguan depresi
mengenal gejala gangguan depresi

Halo, Perseners! Sebelum kita bahas artikelnya, kita kenalan dulu ya.

Kenalin, gue Vidha sebagai associate writer di Satu Persen yang sekarang sedang kuliah semester 6 dan berdomisili di Jakarta.

Kalo udah kenal gue, sekarang kita lanjut ke perkenalan selanjutnya, yaitu kenalan sama gejala gangguan depresi.

Lo udah sering gak sih denger kata depresi?

Mau itu di media sosial kayak Instagram, Twitter, Tiktok, atau di sekitar lo mungkin di tongkrongan temen-temen lo atau di lingkungan keluarga lo.

Semakin kita banyak mendengar tentang kata depresi, biasanya kita semakin bingung nih. Apa sih sebenernya depresi itu? Kenapa orang banyak ngomongin tentang depresi? Apa sebab terjadinya si depresi ini?

Nah, biar pertanyaan lo bisa terjawab satu-satu, cus kita lanjut dulu kenalan sama si depresi ini sendiri.

Sedikit tentang gangguan depresi

mengenal gejala gangguan depresi

Dikutip dari web Psychiatry, gangguan depresi atau Major Depressive Disorder (MDD) adalah gangguan mental yang membuat penderitanya merasa sedih dan putus asa atau kehilangan minat hidup berkepanjangan sekurang-kurangnya selama 2 minggu.

Menurut WHO, ada lebih dari 100 juta orang menderita depresi di seluruh dunia, namun hanya 25% yang mendapatkan penanganan dan pengobatan.

Depresi ini berpengaruh kepada perasaan, cara berpikir, dan tindakan lo yang menderitanya. Mood yang dominan dirasakan oleh pengidap depresi biasanya perasaan hopelessness, kayak gak ada daya dan upaya serta kehilangan harapan yang bisa menimbulkan pikiran-pikiran negatif kayak membahayakan diri sendiri sampe bunuh diri.

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @receh.id on Instagram

Gejala gangguan depresi

Dilansir dari Psychiatry dari DSM-V menyatakan ada 9 gejala yang mengindikasikan gangguan depresi dari mild/minor depression sampai severe/major depression.

Baca juga: Gangguan Depresi Mayor dan Cara Menanganinya

Seenggaknya lo bisa diindikasikan mengidap gangguan depresi kalo lo merasakan minimal 5 dari 9 gejala selama dua minggu di bawah ini:

Suasana hati yang buruk dan sedih berkepanjangan

Lo merasa gak ada masalah atau sesuatu yang bikin lo sedih atau murung, tapi gak tau kenapa mood lo tuh rasanya pengen nangisss mulu.

Dengerin juga podcast tentang perbedaan sedih biasa dan depresi biar gak salah tangkep.

mengenal gejala gangguan depresi

Kehilangan minat dari kegiatan yang disukai

Kehilangan minat kayak misal biasanya lo suka nonton drakor, tapi di sini tuh lo rasanya gak mau nonton drakor. Gak ada minat buat nonton drakor atau kegiatan lain yang lo suka.

Penurunan atau peningkatan nafsu makan dan berat badan yang signifikan tanpa menjalani diet

Lo bisa males banget makan, tapi juga bisa pengen makan mulu sampe mungkin gak kekontrol dan bisa membuat berat badan lo naik atau turun secara signifikan padahal gak ada niatan diet atau niat menambah berat badan.

Kekurangan atau kelebihan waktu tidur

Hampir sama kayak poin ketiga. Lo bisa mengalami insomnia dan hipersomnia. Bisa susah tidur, bisa juga rasanya selalu mengantuk setiap saat. Cobe deh lo ikut tes kualitas tidur supaya tau kualitas tidur lo akhir-akhir ini.

Baca juga: Macam-macam Gangguan Tidur

Mengalami kelelahan dan kehabisan energi hampir setiap hari meskipun gak banyak kegiatan

Poin kelima bisa bersangkutan dengan poin-poin di atas.

Kekurangan tidur capek, kelebihan tidur juga capek. Kekurangan makan kurang energi, kelebihan makan juga bisa menguras energi. Jadi rasanya capek terus hampir tiap saat dan buat kita jadi biasanya gak ngapa-ngapain

Baca juga: Penyebab Capek Secara Emosi

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: Demotivation on Pinterest

Penurunan kemampuan berpikir dan gerakan yang lambat (dari point of view orang lain)

Kalo temen atau orang-orang di sekeliling lo ngomong “Eh kok lo jadi lemot gini sih?” atau semacamnya. Bisa jadi termasuk gejala depresi. Otak lo jadi berproses lebih lamban dari biasanya

Merasa tidak berharga dan rasa bersalah yang berlebihan

Pernah gak sih merasa lo tuh gak berguna, cuma jadi beban hidup orang lain. Atau merasa bersalah sama seseorang yang mungkin sebenernya biasa aja, bukan sebuah kesalahan besar.

Nah ini juga bisa termasuk ke dalam gejala-gejala depresi.

Kesulitan mengatur konsentrasi dan mengambil keputusan

Ini bisa menyambung pada poin keenam dan poin ketujuh. Karena otak lo berproses lambat, jadi susah fokus dan susah mengambil keputusan.

Terpikir untuk mengakhiri hidup

Poin ini biasanya dirasakan oleh orang-orang yang menderita major depression, tapi gak terbatas juga cuma orang yang menderita major depression yang bisa merasakan gejala ini.

Kalo udah muncul gejala ini, kalo bisa sesegera mungkin hubungi profesional ya gais.

Baca juga: Penyebab Manusia Ingin Bunuh Diri

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @SarahBlhd on Twitter

Nah, 9 gejala ini kan gejala umum gangguan depresi, tapi sebenernya depresi sendiri punya banyak jenis loh.

Biar lebih kenal lagi, gue bakal jelasin jenis-jenis depresi lain selain depresi mayor ini biar lo makin paham deh sama depresi dan apa aja gejala-gejala dari jenis depresi lain.

Jenis-jenis gangguan depresi dan gejalanya

Setelah kenalan sama gejala gangguan depresi yang paling umum terjadi, yaitu depresi mayor, DSM-V (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition) punya kenalan lain lagi nih tentang depresi buat lo.

Ada 9 jenis depresi yang dijelaskan oleh DSM-V, di antaranya adalah:

MDD (Major Depressive Disorder)/Gangguan depresi mayor

MDD atau biasa disebut depresi mayor adalah jenis depresi yang paling umum dan terjadi sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Gejala-gejala lengkapnya udah gue sebutin di subbab di atas.

Depresi persisten

Depresi persisten sebelumnya dikenal dengan kata dysthymia. Gejalanya meliputi rasa putus asa, penurunan produktivitas, merasa harga diri rendah, dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari.

Depresi persisten bisa masuk ke dalam jenis depresi kronis yang berlangsung selama lebih dari dua tahun dengan tingkat depresi bisa mild, moderate, dan severe.

Bipolar

Bipolar sendiri adalah gangguan mood di mana penderitanya dapat merasakan fase mania dan fase depresi. Gejala dari fase depresi bipolar meliputi mudah marah dan gelisah, putus asa, ragu dalam mengambil keputusan, dan beberapa lainnya.

Baca juga: Perbedaan Mood Swing dan Bipolar

Depresi post-partum/pasca persalinan

Para wanita yang baru melahirkan juga bisa ketemu depresi. Namanya depresi pasca persalinan. Depresi ini terjadi setelah melahirkan dengan gejala yang meliputi kesedihan berkepanjangan, kebingungan, psikosis, dan kelesuan.

Premenstual Dysphoric Disorder (PMDD)

Bagi lo para ciwi-ciwi yang suka galau sendiri pas lagi PMS, depresi ini bisa jadi salah satu penyebabnya.

PMDD hampir sama dengan PMS (Premenstrual syndrome), tapi gejala dari PMDD lebih jelas kayak kelelahan yang ekstrem, cepat marah, sulit berkonsentrasi, mengidam sesuatu, kecemasan berlebih, dan merasa putus asa.

Baca juga: Kenali Gangguan Depresi pada Perempuan

Seasonal Affective Disorder (SAD)

SAD ini bisa terjadi kalo ada periode tertentu yang terjadi dalam kehidupan, bisa kayak musiman gitu. Gejalanya meliputi depresi, cepat mengantuk, dan kenaikan berat badan.

Biasanya sih SAD ini bisa terjadi di bumi bagian utara dan selatan yang perubahan setiap periodenya cukup signifikan.

mengenal gejala gangguan depresi
sumber: @ChrstnaBergling on Twitter

Depresi atipikal

Depresi atipikal ini ketika lo ada di perubahan suasana ekstrem yang tadinya ada di situasi negatif, tapi tiba-tiba jadi semangat banget gara-gara ada situasi yang positif.

Gejalanya itu bisa kayak tidur berlebihan, makan berlebihan, merasa terbebani, sensitif banget sama penolakan, dan kelelahan.

Depresi psikotik

Depresi psikotik ini bisa terjadi kalo depresi lo udah berat dan parah banget. Depresi psikotik itu meliputi halusinasi, delusi, dan paranoid. Gejala psikotik ini biasanya ada pada gangguan skizofrenia.

Depresi situasional

Pernah gak sih lo rasain perubahan hidup yang signifikan banget? Kayak misal perceraian orang tua, ditinggal orang yang disayang, di-PHK, dan lain-lain. Ini bisa jadi sindrom respon terhadap stres yang bisa menyebabkan munculnya depresi.

Udinnn nih 9 jenis depresi dari DSM-V. Kalo lo merasa dari sekian banyak tulisan ini ada yang relate, sebisa mungkin langsung menghubungi profesional ya. Sebaiknya enggak self-diagnose biar gak salah penanganan.

Setiap orang bisa merasakan gejala yang beda-beda, gak selalu sama antara penderita satu dengan penderita lainnya.

Jadi untuk make sure yang lo rasain itu termasuk gejala depresi atau bukan, lo bisa konsultasi bareng psikolog Satu Persen untuk mendapat diagnosis dan penanganan lebih lanjut terkait gejala-gejala yang lo rasain tentang depresi.

Akhir kata, semoga semua baik-baik aja. Apapun jenis depresi yang mungkin ada di diri lo akan segera pergi dan lo bisa hidup seperti pada normalnya. Jangan lupa untuk tetap #HidupSeutuhnya!

CTA-Konsultasi--1--7

Referensi:

Santoso, M. B., Asiah, D. H. S., & Kirana, C. I. (2017). BUNUH DIRI DAN DEPRESI DALAM PERSPEKTIF PEKERJAANSOSIAL. Jurnal Unpad, 4(3), 390–447. Retrieved from http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:SVrLuP8lqgUJ:jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/download/18617/8838+&cd=18&hl=en&ct=clnk&gl=id

Torres, F. (2020). What Is Depression? Retrieved March 14, 2021, from https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression

Authority, H. (2018). Depression/Bahasa Indonesia. Retrieved March 14, 2021, from https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/Depression_Bahasa-Indonesia.pdf?ext=.pdf

Casarella, J. (2020). Types of Depression. Retrieved March 15, 2021, from https://www.webmd.com/depression/guide/depression-types

Read More
judi

Macam-Macam Gangguan Psikologis saat Pandemi

gangguan-psikologis-selama -pandemi
Satu Persen – Gangguan Psikologis selama Pandemi

Halo! How was your day, Perseners? Salam kenal, aku Ruth, salah satu associate blog writer di Satu Persen.

Pandemi udah anniversary satu tahun aja, nih. Kabar kamu gimana? Semoga baik-baik aja, ya!

Tapi, kalau secara pikiran kamu lagi gak baik-baik aja, gak papa kok. Mungkin kamu mau antisipasi dulu siapa tau kondisi pandemi bikin salah satu gangguan psikologis di bawah ini muncul.

Ngomong-ngomong, sekarang kamu baca ini lagi sambil ngapain, sih?

Lagi rebahan sambil nyetel lagu kah? Apa sebenarnya lagi ‘demot’ nugas atau kerja terus malah melipir ke sini?

Mungkin kita gak betah di rumah terus, tapi gapapa. Ngerasa jenuh sama keadaan pandemi yang gak ada ujungnya itu wajar banget!

Sedangkan, keluar kemana-mana pun dibatasi atau malah gak boleh sama sekali.

Atau ada beberapa dari kamu yang anak rantau, jadi masih punya kesempatan untuk kabur. Walaupun, ada juga yang gak semudah itu dan perlu beribu alasan untuk meyakinkan ortu.

Ada juga kamu yang emang kangen aja ketemuan sama teman-teman, menyayangkan suasana sekolah yang kelewat gitu aja alias jam-jam kelas kosong yang gak bakal pernah dihabiskan di kantin.

Padahal ada jajanan sekolah yang belum pernah dicoba atau guru gokil yang belum sempet dikenal.

Ternyata hal-hal kecil kayak gini yang dampaknya bisa menjalar kemana-mana sampai mengganggu kesehatan psikologis mu, loh.

Ngeganggu gimana, tuh?

Nah, sebelumnya kita perlu ngebahas dulu arti dari gangguan psikologis itu sendiri.

Baca juga: Kesehatan Mental Penting: Kenapa?

Seperti yang didefinisikan dalam edisi terbaru dari  DSM-5, disebutkan kalau gangguan psikologis atau mental biasanya dikaitkan dengan tekanan yang signifikan dalam aktivitas sosial, pekerjaan, atau aktivitas penting lainnya.

Kayak apa aja sih macam gangguan psikologis yang muncul selama pandemi ini?

Coba kamu simak di bawah ini, mungkin aja kamu lagi mengalami salah satunya.

Macam-macam Gangguan Psikologis Saat Pandemi

1. Kesepian

Ada kalanya ketika kamu lelah untuk terbuka dengan dunia luar, kamu memutuskan untuk ‘vakum’ dari segala macam hubungan. Nyatanya hal ini juga bisa berujung membuatmu merasa kesepian.

Kamu yang sedang enggan untuk terbuka atau butuh waktu sendiri, seakan mendorong orang-orang lain darimu, hingga menyebabkan kamu untuk merasa kalau gak ada teman atau tempat untuk bercerita.

Hal ini bisa saja disebabkan karena kurangnya intensitas kamu berbicara dengan teman, orang lain, atau kurangnya hiburan, alias kamu kelamaan di rumah.

Coba juga: Tes Online Gratis: Tes Tingkat Rasa Kesepian

2. Kecemasan Dalam Diri dan Sosial

Mulai dari kamu yang mengalami FOMO sampai budaya riweuh alias Hustle Culture.

Gak diragukan juga sosial media udah jadi teman andalan selama pandemi. Doi jadi perantara kita untuk tetap berhubungan dengan dunia luar terutama dengan orang terdekat.

Tapi, layaknya sosial media sebagai teman, ada kalanya juga dalam hidup kita ketemu sama satu dua teman yang kita rasa toxic.

Coba tonton video di bawah ini untuk mengetahui kalau seseorang toxic buat kamu.

YouTube Satu Persen – 5 Tanda Orang Toxic di Sekitar Kamu

Platform-nya sih gak toxic, tapi kadang isi yang kurang kita filter atau cara kita menyikapi apa yang ada di sosial media itu yang justru toxic.

Entah pengen ini-itu sama hal-hal yang kita lihat atau mau tahu hal yang lagi banyak dibicarakan, tanpa sadar timbul rasa gak mau ketinggalan sama sesuatu yang lagi trend alias FOMO.

Podcast Satu Persen – Takut Ketinggalan Info di Sosmed

Kecemasan sosial ini lebih terasa selama pandemi mengingat kondisi isolasi membatasi ruang gerak kita secara fisik. Alhasil, sosial media kayak salah satu yang utama dalam memenuhi kebutuhan manusia bersosialisasi.

Selain itu, ada juga hustle culture yang jadi salah satu tanda kamu punya kecemasan. Tapi, dalam diri kamu.

Mungkin dari kamu ada yang selalu merasa kurang produktif setiap harinya sampai terus memaksakan diri untuk sibuk. Kamu merasa selalu harus ada untuk semua orang atau bahkan kerja kayak mendirikan seribu candi dalam semalam.

Kadang pun sampai kebawa pas mau tidur pikiran-pikiran kalau kamu kurang ini-itu hari ini, padahal di mata orang lain kamu udah sibuk banget.

Gambar Meme Kesepian

Kalau kamu memang seorang yang suka menyibukkan diri, silahkan. Tapi, ingat untuk gak terlalu ekstrim. Jangan memaksakan diri kamu sampai kurang istirahat atau jadwal makan jadi gak teratur, ya.

Hal itu malah membahayakan kesehatanmu yang nantinya jadi lebih rentan untuk terserang berbagai macam penyakit atau bakteri, gak cuman COVID-19.

3. Frustasi dan Kurang Motivasi

Namanya juga manusia yang kodratnya berjiwa bebas, jadi untuk diisolasi dalam satu tempat selama jangka waktu tertentu pastinya bikin frustasi.

Baca juga: Cara Mengatasi Rasa Marah yang Berlebihan

Kebebasan yang selama ini dirasakan dalam kegiatan sehari-hari bareng siapapun, dimanapun, dan kapanpun seketika dibatasi.

Malahan karena frustasi dan terus berada di rumah, kamu mengalami kebalikannya hustle culture.

Kamu merasa berkurangnya motivasi atau semangat untuk melakukan ini-itu. Entah karena ngerasa geraknya terbatas kalau ada orang di rumah atau memang bosan dengan suasana yang monoton.

Source from Pinterest
Source from Pinterest

Belum lagi rasa kesal sama momen-momen yang lewat begitu aja dan cuman bisa dipendam sendiri, karena kamu tau kamu gak bisa ngapa-ngapain untuk mengubah itu.

Kamu jadi terjebak dengan pikiranmu sendiri, alih-alih keluar berkegiatan kayak biasa yang bisa mengalihkan fokus ke hal-hal di luar sana. Tanpa sadar, kamu jadi stress karena mikirin hal-hal yang ada di luar kendali kamu.

Nah, tadi kan kita udah ngebahas apa aja gangguan psikologis yang bisa kamu alami pas pandemi. Sekarang, kamu juga kudu tau, emang gimana aja dampaknya?

Dampak Gangguan Psikologis Selama Pandemi

1. Kecemasan Jangka Panjang

Seorang penulis The Psychology of Pandemics dan profesor psikiatri di University of British Columbia, Steven Taylor, berpendapat kalau sekitar 10 hingga 15% minoritas dari penduduk dunia gak akan kembali hidup normal karena pandemi yang berdampak pada kesejahteraan mental mereka.

Dan menurut Australia’s Black Dog Institute, sebuah organisasi penelitian kesehatan mental independen terkemuka, juga menyatakan keprihatinan tentang “banyaknya minoritas yang akan terpengaruh oleh kecemasan jangka panjang”.

Contoh kecemasan jangka panjang itu bisa seperti efek dari pandemi yang memicu atau memperburuk OCD, dan lain-lainnya yang efeknya bisa lebih lama dari penyakit fisik.

2. Depresi

Hal-hal yang kamu alami seperti merasa kesepian, stres, kesehatan yang buruk dan kekurangan tidur pun diprediksi bisa memicu depresi dan juga gejala PTSD.

Sebuah penelitian menunjukkan kalau durasi kesepian lebih menyakitkan daripada intensitas kesepian, jadi jumlah jam yang kamu habiskan di media sosial pun juga berkorelasi dengan gejala depresi dan kecemasan.

Sedangkan, efek negatif dari isolasi dan jarak sosial bisa bertambah seiring berjalannya hari.

Apa Yang Bisa Aku Lakukan?

1. Mengetahui Batas Diri

Sebelum memutuskan sesuatu, pahami dulu batas diri kamu dan sejauh mana kamu bisa menerimanya.

Ada hal-hal yang di luar jangkauan kita, sampai gak ada gunanya kita pusingin itu. Ada hal-hal yang di luar prioritas kita, jadi kita gak perlu memberikan waktu kita di situ.

Kamu juga harus tau kalau kamu udah cukup. Memaksimalkan diri untuk produktif itu sangat baik, tapi jangan sampai kamu merasa kurang bahkan sampai merasa diri gak ngapa-ngapain.

Sumber dari @B_eebbii via Twitter
Photo by @B_eebbii via Twitter

Terkadang, karena terlalu fokus sama kesibukanmu, kamu gak bisa melihat kalau kamu butuh istirahat. Sinyal dari badanmu mulai dari sakit kepala, susah tidur, dan kawan-kawannya kamu abaikan.

Berikan self reward dengan caramu sendiri. Hargai diri kamu dengan jangan terlalu memforsir diri.

Sesekali coba tanyakan pendapat orang lain terkait hal yang kamu kerjakan atau kesibukanmu.

2. Mengatur Jadwal

Setelah memahami batas diri kamu, mulailah mengatur jadwal sesuai prioritasmu. Kapan harus bekerja, belajar, dan mencari hiburan.

Kamu bisa membuatnya di notes handphone kamu, di Google Calendar dengan fitur label warna yang bikin jadwal kamu gak bosenin kalau dilihat, atau aplikasi jadwal lainnya.

Misal kamu kesusahan dalam menentukan prioritas, mungkin kamu juga bisa mencoba pembagian prioritas menggunakan template Matrix ala Eisenhower.

Mulailah dengan membuat daftar hal yang ingin dikerjakan dulu sebelum menentukan penting tidaknya serta kemampuan dirimu dalam menjalaninya.

Jangan lupa untuk tetap memasukkan waktu istirahat atau kebutuhan lainnya yang tubuhmu butuhkan seperti bermain game, berolahraga, atau makan.

Photo by fadlilarohim via Twitter
Photo by fadlilarohim via Twitter

3. Meminta dan Memberikan Bantuan

Jangan segan untuk meminta bantuan apabila dirasa kamu membutuhkannya.

Teman yang pernah kamu bantu pasti mengharapkan hal yang sama denganmu, yakni bisa ikut bantu kamu menangani keresahan yang kamu alami.

Buang jauh pikiran kalau kamu takut membebani teman yang mungkin terlintas satu dua kali sampai kamu memilih untuk diam.

Ingat kalau ini untuk kesehatan dirimu dan kamu melakukannya sebagai bentuk berbagi perasaan kamu dengan teman. Karena, bukan hanya perasaan bahagia yang kita bagi dengan teman, kan?

Di masa pandemi ini, kita semua pasti memiliki permasalahan masing-masing dalam diri.

Aku tau kamu juga lelah. Rasanya ingin kembali ke situasi yang normal, tapi apa daya gak semudah sim-salabim jadi apa prok prok prok.

Jadi, jalani dulu untuk sekarang, ya, karena kita bakal melalui ini bersama.

Mungkin kamu bukan orang yang mudah untuk terbuka, jadi rasanya lebih sulit untuk melewati masa isolasi ini. Terkadang, ada saatnya lebih menyenangkan untuk menceritakan perasaan kepada orang yang mengerti kita daripada orang yang mengenal kita.

Jadi, kalau kamu merasa butuh teman untuk mendengarkan gangguan psikologis yang kamu alami, kamu juga bisa melakukan layanan konseling yang disediakan oleh Satu Persen.

Di situ, kamu bisa diskusi sama Psikolog, dan kamu bakal dikasih tahu penanganan yang baik buat menangani kondisi kamu.

Kamu juga bisa dapat banyak benefit dari layanan ini, loh! Tentunya selain curhat dengan nyaman dan aman, untuk benefit lainnya bisa kamu cek dengan klik gambar di bawah ini.

Satu-Persen-Artikel--30--1

Sekian dulu dari aku, semoga artikel ini bisa membantu kamu lebih lagi menuju #HidupSeutuhnya, setidaknya Satu Persen setiap harinya. Terima kasih dan sampai jumpa!

References:

Cherry, K. (2018, January 18). Psychological Disorders and How They Are Diagnosed. verywellmind.com. Retrieved March 26, 2021, from https://www.verywellmind.com/what-is-a-psychological-disorder-2795767

Flint, D. (n.d.). Loneliness, Covid-19 Media Coverage, and Teen Mental Health. psychologytoday. Retrieved March 26, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/behavior-problems-behavior-solutions/202103/loneliness-covid-19-media-coverage-and-teen-mental

Savage, M. (2020, October 29). Coronavirus: The Possible Long-Term Mental Health Impacts. bbc.com. Retrieved March 24, 2021, from https://www.bbc.com/worklife/article/20201021-coronavirus-the-possible-long-term-mental-health-impacts

Turmaud, D. R. (n.d.). The Psychological Impact of COVID-19. psychologytoday. Retrieved March 27, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/lifting-the-veil-trauma/202009/the-psychological-impact-covid-19

Read More
judi

Sakit karena Sugesti, Kenali Gangguan Somatisasi dan Cara Mencegahnya

Perseners, coba deh bayangin, ketika lo lagi ngerasain sakit, tapi saat periksa, dokter bilang kalau apa yang lo rasain itu nggak bener. Terus, lo bersikukuh buat meyakinkan rasa sakit itu. Tapi lagi-lagi nggak disetujui sama dokter dan berakhir membuat lo frustasi sendiri sama apa yang lo rasain.

Bentar-bentar, ngeri nggak sih kalau sampai kejadian kayak gitu?

Gangguan somatisasi
Cr: Spongebob.fandom.com

Nah, di dunia psikologi, ada loh istilah yang dinamakan gangguan somatisasi. Gangguan ini membuat seseorang menganggap bahwa dirinya sedang sakit, padahal sebenarnya itu hanya sugesti dari pemikiran mereka. Orang dengan gangguan somatisasi benar-benar merasakan sakit pada fisik mereka, tetapi sulit untuk dijelaskan secara medis.

“Hah? Kok bisa, ya?”

Nah, artikel kali ini gue akan menjelaskan tentang gangguan somatisasi. Baca sampai akhir, ya!

Apa itu Gangguan Somatisasi?

Gangguan somatisasi merupakan gangguan dengan gejala fisik tanpa adanya penyakit secara medis. Ketika seseorang mengalami gangguan somatisasi, maka mereka akan mudah mengalami nyeri, sesak napas, atau lemah saat stres.

Pada mulanya, gangguan somatisasi disebut sebagai Sindrom Briquet pada tahun 1859. Namun sekarang DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) menyebutnya sebagai gangguan somatisasi atau Somatization Disorder.

Bagaimana Gejala Somatisasi?

Gejala somatisasi muncul dari alam bawah sadar, sehingga perwujudan dari dampaknya tergantung pada apa yang sedang ada di dalamnya. Keluhan fisik berulang (biasanya setidaknya selama 6 bulan) yang dialami oleh penderita somatisasi ada pada usia sebelum 30 tahun. Gangguan ini biasanya juga lebih banyak dialami pada wanita daripada laki-laki.

Gejala somatisasi dapat menyerang satu bahkan lebih dalam tubuh kita secara bersamaan, seperti nyeri kepala, nyeri perut, nyeri punggung, nyeri kaki, nyeri mata. Selain itu, seseorang yang mengalami gangguan somatisasi biasanya juga merasakan beberapa gejala, antara lain:

1. Merasa cemas yang berlebihan (Illness Anxiety Disorder)

Rasa cemas yang berlebihan timbul terhadap keluhan fisik yang seolah-olah dirasakan. Mereka akan merasa bahwa dirinya benar-benar sedang terkena penyakit dan menganggap hal tersebut sangat serius. Selain itu, seseorang dengan gangguan somatisasi sering merasa khawatir terhadap aktivitas fisik yang dilakukan dapat membahayakan tubuh mereka.

2. Gejala yang dirasakan tidak dapat dibuktikan secara medis

Seperti penjelasan dari pengertian gangguan somatisasi, penderita biasanya mengalami keluhan fisik namun tidak dapat dibuktikan kebenarannya oleh pemeriksaan medis. Di samping itu, gejala-gejala ringan sering dianggap serius dan dicemaskan. Seperti ketika sakit kepala, dianggap sebagai sinyal tumor otak, atau sesak napas dianggap menunjukkan timbulnya asma.

3. Berulang kali memeriksakan kesehatan ke dokter

Rasa cemas dan khawatir terhadap keluhan fisik yang dialami, membuat penderita memeriksakan diri ke dokter. Namun saat dokter mengatakan bahwa tubuhnya baik-baik saja, orang yang mengalami gangguan somatisasi akan denial atau menolak jawaban dokter tersebut, bahkan menganggap dokter tidak serius dengan gejala yang dialami.

Alih-alih mempercayai hasil periksa dokter, orang yang mengalami gangguan somatisasi akan mencoba untuk mencari dokter lain demi mendapat jawaban yang lebih memuaskan.

Gangguan somatisasi apabila dibiarkan akan membahayakan penderitanya. Hal ini dikarenakan rasa stres dan frustasi yang timbul tiap kali setelah memeriksakan diri ke dokter. Mereka akan merasa tidak puas jika tidak ada penjelasan fisik yang lebih baik untuk gejala yang dialami. Stres sering membuat seseorang menjadi lebih khawatir tentang kesehatan mereka, dan ini menciptakan lingkaran setan yang dapat bertahan selama bertahun-tahun.

Penyebab Gangguan Somatisasi

Secara umum, gejala fisik yang muncul akibat gangguan somatisasi dipicu oleh alam bawah sadar ataupun pikiran seseorang. Namun secara lebih detail, gangguan somatisasi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

1. Dihadapkan oleh stres berat yang sulit untuk dihadapi

2. Mengalami kecemasan atau depresi

3. Faktor genetik, seperti sensitivitas berlebih mengenai sinyal-sinyal atau tanda-tanda ancaman

4. Kecenderungan memiliki pandangan atau kepribadian yang negatif

5. Adanya trauma di masa lalu

Cara Mencegah Gangguan Psikosomatis

Sebenarnya, nggak ada satu solusi konkret untuk mengatasi somatisasi seutuhnya. Hal ini karena somatisasi hadir akibat kondisi mental dan pikiran alam bawah sadar kita. Maka cara pertama adalah menerima dan menyadari terlebih dahulu apa yang sesungguhnya terjadi. Namun jika sudah parah, penderita dapat melakukan Cognitive behavioral therapy (CBT) dengan terapis.

Tapi ada beberapa cara nih, yang bisa dijadikan usaha untuk meminimalisir terkena gangguan somatisasi, antara lain:

1. Belajar mengelola stres

Karena gangguan somatisasi salah satunya timbul akibat stres yang berat, maka salah satu cara mencegahnya adalah dengan mengelola stres itu sendiri. Mengelola stres memang bukan hal mudah dan nggak bisa dipelajari satu dua hari. Apalagi mengelola stres sangat bergantung pada masing-masing manusia yang sifatnya pun dinamis.

Baca juga: Belajar Mengelola Stres Untuk Hidup Lebih Bahagia

Tapi, poin penting yang bisa lo jadiin kunci untuk mengelola stres adalah lo bisa tau penyebab dari stres yang lo alami. Ketika lo tau nih penyebab lo merasa stres, lo juga bisa dengan mudah tau cara-cara alternatif mengurangi bahkan menghilangkan stres tersebut.

2. Menerapkan pola hidup sehat

Pola hidup sehat dapat membantu seseorang untuk menghindari stres dan mengatasi rasa cemas. Menerapkan pola hidup sehat dapat dilakukan sesederhana tidur yang cukup. Di samping itu juga dapat dilakukan dengan aktif bergerak dan berolahraga, maupun mengonsumsi makan-makanan sehat.

YouTube Satu Persen – Cara Hidup Lebih Sehat Menurut Psikologi

3. Berhubungan baik dengan orang terdekat

Berhubungan baik dengan orang terdekat amatlah penting sebagai sarana recharge diri. Terlebih orang terdekat dalam hidup yang tentu udah tau dong, gimana diri kita. Perasaan saling terbuka dengan orang terdekat akan mendorong untuk dapat menceritakan keluh kesah kehidupan secara terbuka. Di mana keluh kesah ini mungkin dapat menimbulkan stres. Feedback dari teman terdekat seperti saran dan penyemangat juga mampu untuk meredakan kecemasan.

Spongebob dan Patrick
Cr. Duniaku.com

4. Melakukan konsultasi dengan tenaga profesional

Ketika seseorang mengalami gangguan somatisasi dan memeriksakannya pada dokter fisik, tentu dokter akan mengarahkan kepada psikoterapis atau dokter jiwa untuk melakukan terapi. Namun sebelum ke langkah yang lebih besar, bisa loh Perseners melakukan konsultasi terlebih dahulu bahkan dengan online counseling. Tentu langkah awal ini akan lebih hemat biaya dan tenaga sebelum berkunjung ke dokter jiwa.

Kabar baiknya, Satu Persen punya layanan online konseling dengan berbagai paket yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan lo. Konseling online Satu Persen juga ditangani langsung oleh Psikolog lulusan S2 profesi psikolog klinis dewasa dan lo juga bisa dapetin terapi tertentu jika diperlukan.

Lo bisa klik di bawah ini ya, untuk cari tau lebih lengkap dan mendaftar!

CTA-Blog-Post-06-1-5

Kalau lo masih ragu apakah konseling adalah layanan yang tepat atau belum, lo boleh ikut tes konsultasi dulu sebelum memutuskan layanan mana yang bisa lo pilih.

Di akhir, gue Zahra Blog Writer Satu Persen, mau ngingetin kalian buat jangan pernah lupa istirahat seberapa sibuk pun aktivitas kalian. Salam #HidupSeutuhnya dan sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Referensi:

  1. Joel E. Dimsdale. 2020. Somatic Symptom Disorder. MD, University of California, San Diego.
  2. Brenda Goodman, MA. 2020. Somatic Symptom and Related Disorders retireved from Somatoform Disorders: Symptoms, Types, and Treatment (webmd.com)
  3. Somatic symptom disorder. American Psychiatric Association. https://www.psychiatry.org/psychiatrists/practice/dsm/educational-resources/dsm-5-fact-sheets.
  4. Honest Doc Editorial Team. 2019. Gangguan Somatisasi – Tanda, Penyebab, Gejala, Cara Mengobati. Retrieved from Gangguan Somatisasi Adalah? – Tanda, Penyebab, Gejala, Cara Mengobati | HonestDocs
Read More
judi

Cara Mengatasi Gangguan Panik yang Ganggu Aktivitasmu

Panic Disorder - Panic Attack
Satu Persen – Atasi Gangguan Panik yang Ganggu Aktivitasmu

Perseners, kalian pasti udah ngga asing lagi kan sama sensasi “panik”? Entah panik karena lupa kalau hari ini ada ulangan matematika, panik sebelum presentasi, panik karena belum ngerjain PR, dan lain sebagainya. Tapi, kalian tau ngga sih, istilah panic attack?

Mungkin kalian sebenarnya ada yang udah pernah ngalamin, tapi ngga tau kalau kejadian itu disebut panic attack.  Biar kalian lebih paham apa itu panic attack, aku bakal coba jelasin lewat pengalaman pribadiku, ya.

Jadi, aku ngalamin yang namanya panic attack pertama kali waktu presentasi di depan kelas pas kuliah. Kalau dipikir-pikir, harusnya presentasi udah bukan hal yang baru lagi buat aku saat itu. Aku udah berkali-kali presentasi di depan kelas dengan lancar, mau sendirian ataupun kelompok. Tapi di hari itu aku benar-benar nge-blank, jantung rasanya berdebar kayak mau copot, rasanya oksigen tuh ngga nyampe ke paru-paru, badanku keringetan, dan gemetaran.

Baca juga: Mengenal Panic Attack dan Cara Mengatasinya

Aku waktu itu ngga tau apa yang terjadi sama aku dan jadi takut sendiri. Sejak saat itu aku jadi takut banget setiap kali mau presentasi. Ternyata ketakutan luar biasa yang kualami ini malah bikin kondisiku makin parah karena kejadian itu berulang kali terjadi lagi.

Nah, panic attack yang terjadi berulang kali itu namanya panic disorder. Dan hal itu yang bakal aku bahas di artikel kali ini! Tapi sebelum lanjut ke pembahasan, kenalin aku Gaby, Part-time Blog Writer Satu Persen!

Apa Itu Panic Attack dan Panic Disorder?

panic attack - panic disorder
Cr: imgflip.com

Panic attack adalah suatu kondisi di mana seseorang tiba-tiba mengalami ketakutan dan ketidaknyamanan yang intens. Hal ini terjadi karena adanya pikiran bahwa sesuatu yang buruk seperti ancaman dan bahaya akan segera terjadi.

Contohnya, kamu mau jawab pertanyaan dari gurumu tapi kamu takut salah dan ditertawakan sama teman-temanmu. Kamu jadi terus berpikir tentang itu sampai-sampai ketakutan menguasai diri kamu dan kamu jadi merasa ngga nyaman atau tegang.

Perasaan ini biasanya sangat intens dan diikuti oleh beberapa gejala fisik dan mental. Sebenarnya gejala fisik panic attack bisa dibilang mirip dengan gejala serangan jantung. Menurut Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder, edisi ke-5 atau DSM-V mengatakan bahwa paling tidak seseorang dikatakan terkena panic attack jika mengalami empat dari tiga belas gejala.

So, apa aja sih gejala panic attack? Jantung berdebar atau detak jantung cepat, berkeringat, gemetar, sesak napas atau sensasi tercekik, perasaan tersedak, nyeri dada atau rasa ketidaknyamanan, mual atau sakit perut, merasa pusing, merasa lepas dari diri sendiri atau kenyataan, takut hilang kendali atas kontrol diri, takut mati, mati rasa atau sensasi kesemutan, dan menggigil.

Gejala-gejala panic attack tersebut bisa berlangsung selama 20-30 menit. Seringkali orang mengalami serangan panik atau panic attack ini satu sampai dua kali dalam hidup. Tapi, kalau kamu udah ngalamin panic attack berulang kali atau ada perasaan takut kalau kamu bakal ngalamin panic attack lagi suatu hari nanti. Itu tandanya mungkin kamu mengalami panic disorder atau gangguan panik.

panic attack
Cr: ahseeit.com

Apa yang Membuat Risiko Mengalami Panic Attack Meningkat?

Penyebab dari panic attack emang belum bisa dipastikan karena para ahli pun ngga tau kenapa orang bisa mengalami panic attack. Tapi, ada hal yang bisa membuat risiko kamu mengalami panic attack jadi meningkat. Apa aja tuh? Yuk, baca penjelasan di bawah ini!

1. Riwayat keluarga

Para ahli percaya kalau gangguan panik atau panic attack dipengaruhi oleh genetika atau riwayat keluarga dan berisiko lebih tinggi terkena panic disorder. Meskipun begitu, cuma karena kamu punya kerabat dengan panic disorder, ngga berarti kamu bakal kena juga. Faktor lingkungan punya peran dalam meningkatkan risiko terkena panic disorder.

2. Masalah kesehatan mental

Orang yang punya gangguan kecemasan, depresi, atau penyakit mental lainnya lebih rentan terkena serangan panik atau panic attack. Kenapa? Karena kondisi mentalnya sendiri udah ngga sehat.

Kalau kondisi mentalnya ngga sehat, risiko buat kena penyakit mental lainnya bakal lebih tinggi. Sama aja kayak orang yang lagi kecapekan dan kondisi badannya ngga fit, lebih gampang ketularan penyakit daripada orang yang sehat.

3. Masalah penyalahgunaan zat

Kalau yang ini pasti Perseners udah tau, ya. Konsumsi alkohol berlebih dan kecanduan narkoba bukan cuma bisa merusak fisik kita tapi juga bisa meningkatkan risiko terkena panic attack. Jadi, Perseners jangan sampai mengonsumsi dua hal itu, ya!

Cara Mengatasi Panic Disorder atau Gangguan Panik

Ngerasain panic attack berulang kali dan dihantui rasa takut kalau suatu saat perasaan ngga nyaman itu bakal tiba-tiba muncul pasti ngga enak banget. Aku tau kok. Makanya, kali ini aku bakal kasih tau gimana cara mengatasi panic disorder atau gangguan panik.

1. Cognitive-behavioral therapy (CBT)

Cognitive behavioral therapy adalah sebuah psikoterapi yang bakal ngebantu kamu buat menyadari pikiran dan sensasi yang bisa memicu terjadinya panic attack. Kamu bakal dihadapkan pada gejala atau situasi yang bisa memicu panic attack secara bertahap. Jadi, kamu bisa menguasai rasa cemas dan panik kamu.

Gimana caranya? Kamu bakal diminta oleh terapis buat rileks, mengatur napasmu, dan membayangkan hal-hal yang membuat kamu merasa cemas. Mulai dari hal yang paling ngga menakutkan sampai yang paling menakutkan. Cara ini bisa mengurangi rasa ngga berdaya kamu dengan cara mengenali dan mengganti pikiran yang menyebabkan kamu merasa panik.

2. Latihan self-care

Kamu bisa rutin berolahraga, makan makanan yang sehat, dan tidur cukup buat mengurangi stres yang bisa memicu munculnya panic attack. Kamu bisa berolahraga setidaknya 30 menit dalam sehari. Lalu, jangan lupa diimbangi dengan makan makanan bergizi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Terakhir, kamu juga harus atur pola tidurmu dengan tidur setidaknya 7-9 jam.

3. Pengobatan

Cara lainnya buat mengatasi panic disorder adalah dengan meminum obat. Kamu bisa mengonsumsi selective serotonin reuptake inhibitors atau SSRI dan serotonin dan norepinephrine reuptake inhibitors atau SNRI. Kedua obat ini biasa digunakan untuk mengobati kecemasan. Obat ini aman dan ngga bersifat adiktif atau ketergantungan.

Walaupun kamu udah tau obatnya, akan lebih baik kalau kamu juga konsultasi dengan terapis kamu buat menemukan pengobatan terbaik.

Selain cara di atas, kamu juga bisa konsultasi lewat Konseling Online Satu Persen kalau kamu udah mulai merasakan gejala panic attack seperti yang dijelasin di atas atau pernah mengalami beberapa kali panic attack. Jadi, nantinya kamu bisa ditangani secara cepat dan tepat oleh psikolog dari Satu Persen!

Kalau kamu pengen tau lebih lengkap dan mencoba layanan konseling ini, kamu bisa langsung aja klik di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1-6

Kalau kamu masih ragu untuk mengikuti konseling, coba ikut tes konsultasi dulu yuk supaya kamu tahu layanan yang tepat untuk kamu.

Segitu dulu dari aku, sampai ketemu di artikel selanjutnya, ya!

Referensi:

Psychology Today Staff. (2021, 19 August). Panic Disorder. Retrieved on October 14 , 2021 from https://www.psychologytoday.com/us/conditions/panic-disorder

American Psychiatric Association. (2013, 18 May). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fifth edition. Retrieved on October 14, 2021 from http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/657/1/Diagnostic%20and%20statistical%20manual%20of%20mental%20disorders%20_%20DSM-5%20%28%20PDFDrive.com%20%29.pdf

Raspolich, J. (n.d). Are Panic Disorders Genetic or Hereditary? Retrieved on October 14, 2021 from https://vistapineshealth.com/treatment/panic-disorders/genetic/

Psych Hub. (2020, 8 January). What is Panic Disorder? https://www.youtube.com/watch?v=iHEWj9POttY

Osmosis. (2016, 2 March). Panic disorder – panic attacks, causes, symptoms, diagnosis, treatment & pathology. https://www.youtube.com/watch?v=YxELZyA2bJs

Read More