putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Disorder

judi

Mengenal Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

mengenal PTSD
Satu Persen – Mengenal Post-Traumatic Stress Disorder

Halo, Perseners! How’s life?

Kenalin, gue Hana. Gue di sini menulis sebagai associate writer dari Satu Persen.

Gue yakin nih, kalian para Perseners pasti punya pengalaman yang beragam dan udah gak kehitung lagi banyaknya. Di antara pengalaman-pengalaman itu, mungkin ada yang pengen diulang lagi saking indahnya. Ada juga yang pengen dilupain, soalnya bikin nangis terus tiap nginget. Bener gak? 🙁

Wajar aja kalo ada kalanya lo ngalamin kejadian yang gak diinginkan. Pada akhirnya, hidup gak bisa selalu enak.

Tapi, gimana kalo gara-gara kejadian yang gak enak itu, lo malah ngalamin ketakutan yang gak wajar? Lo keingetan terus, sering flashback bahkan mimpi buruk. Padahal, lo lagi dalam situasi yang aman-aman aja, alias gak ada bahaya apa-apa.

Kalo pengalaman traumatis itu mengganggu lo dalam waktu yang lama, mungkin lo punya gejala PTSD, nih.

PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder adalah gangguan mental yang terjadi setelah seseorang mengalami kejadian traumatis. Iya, PTSD termasuk gangguan mental, guys. Jadi, ini bukan sesuatu yang bisa lo selesaikan sendiri selayaknya pengalaman buruk biasa.

Menurut National Center for PTSD, cukup banyak orang yang pernah mengalami trauma dalam hidupnya. Tapi, gak semuanya mengalami sampe ke tahap PTSD. Untuk PTSD sendiri, setidaknya diderita oleh 10% dari populasi perempuan dan 5% dari populasi laki-laki pada tahun 2017.

Kalo yang gue lihat di film, biasanya yang ngalamin PTSD ini adalah veteran perang. Meskipun tempat tinggal mereka udah aman-aman aja, beberapa kali gue melihat mereka digambarkan punya respon yang berlebihan terhadap suatu pemicu, misalnya suara yang keras.

Tapi, apakah cuma veteran perang aja yang bisa menderita PTSD? Kita bisa gak sih berisiko kena PTSD juga?

Nah, sesuai judul artikelnya, gue bakal kupas tuntas informasi umum mengenai PTSD. Buat lo yang pengen tahu lebih jauh soal ini, yuk simak artikel selengkapnya!

PTSD: bukan cuma gara-gara perang

Jadi, PTSD itu gak cuma bisa dialami sama veteran perang aja ya, guys.

Seenggaknya, ada beberapa kejadian yang bisa menyebabkan PTSD. Baik mengalami atau cuma jadi saksi mata, dua-duanya bisa memicu gangguan PTSD.

Pengalaman traumatis tersebut dapat berupa perang militer, kekerasan fisik atau seksual, penyiksaan atau pengabaian, bencana alam, kecelakaan, luka parah atau diagnosis penyakit mematikan, kematian seseorang, dan lain-lain.

mengenal PTSD
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Akan tetapi, sama seperti gangguan mental lainnya, gak berarti semua orang yang pernah mengalami kejadian tadi pasti terkena PTSD.

Trauma yang dialami orang dengan PTSD berlanjut hingga mengakibatkan perubahan nyata pada otak mereka. Misalnya, sebuah studi tahun 2018 menunjukkan bahwa orang dengan PTSD memiliki area hippocampus yang lebih kecil. Mereka juga punya tingkat stres yang gak wajar dan memicu reaksi seperti mengamuk atau melarikan diri.

Coba juga: Tes Tingkat Keparahan Stres

Selain gejala yang udah gue sebutin sebelumnya, gejala lain yang mungkin terjadi dapat berupa penghindaran dari situasi yang mengingatkan akan trauma, suasana hati negatif yang berkelanjutan (cemas, malu, gak punya harapan, gak nafsu makan, dan lain sebagainya), dan hilang konsentrasi sehingga sulit menjalani keseharian.

Kalau gak ditangani dengan benar, penderita PTSD juga mungkin melakukan hal yang menyakiti diri mereka sendiri, lho. Seperti penggunaan obat-obatan, self-harm, hingga pikiran untuk bunuh diri.

Bahaya banget, kan? 🙁

Supaya kita bisa menghindari hal-hal yang gak diinginkan, ada baiknya kita aware sama diri sendiri dan orang sekitar, nih. Kalo ada gejala yang gak wajar dan gak bisa diatasi sendiri, mungkin udah saatnya minta tolong orang lain.

PTSD vs PTS

Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, gak semua orang yang mengalami pengalaman traumatis itu pasti mengidap PTSD.

Ada sebagian orang yang beberapa kali menunjukkan reaksi berlebihan, tapi lambat laun bisa membaik sendiri. Yang seperti ini gak bisa disebut PTSD ya, guys. Dalam artikelnya, Dr. James Brender menyebutnya sebagai PTS.

Nah, gimana sih cara membedakannya?

PTSD

Seperti yang kita tahu, PTSD adalah gangguan mental pasca trauma yang perlu diagnosa dan penanganan dari tenaga profesional supaya bisa sembuh. Soalnya, gejala yang mereka rasakan menetap lebih lama, bahkan bikin penderitanya gak bisa beraktivitas dengan normal

Coba Juga: Tes Layanan Konsultasi yang Paling Sesuai dengan Kebutuhanmu

PTS (bukan PTSD)

Yang bukan PTSD, atau PTS (Post-Traumatic Stress) adalah respon was-was yang umum terjadi setelah mengalami kejadian traumatis. Kondisi yang seperti ini gak bisa disebut sebagai gangguan mental, karena gejala yang muncul bisa membaik sendiri seiring berjalannya waktu.

Misalnya, lo baru aja mengalami perampokan dan sempet ditodong pake benda tajam. Mungkin beberapa hari setelah kejadian, lo masih suka parno kalo ngeliat orang bawa benda tajam di jalan.

Itu kan wajar aja, soalnya kejadian itu masih fresh banget di otak lo. Nah, tubuh lo secara otomatis tahu kalo lo harus berhati-hati. Selama lo masih bisa survive dari ketakutan itu, bisa jadi yang lo alami itu adalah PTS.

Mengatasi Gejala PTSD

Gejala PTSD tentunya bakal ganggu banget kalo kambuh di tengah-tengah aktivitas kita. Terus, gimana ya cara ngurangin gejalanya—selain minum obat yang diresepkan oleh dokter?

1. Cari tahu apa itu PTSD dan kenali gejala yang dirasakan

Mempelajari apa itu PTSD bisa bikin lo lebih memahami gejala yang lo alami. Mungkin lo bisa mengidentifikasi waktu dan pemicu ketika gejalanya kambuh dan mencatat semuanya di buku jurnal. Dengan begitu, lo jadi bisa memikirkan lebih lanjut cara yang efektif buat mengatasinya.

2. Pola hidup sehat untuk mengurangi gejala PTSD

Pola hidup yang baik tentunya bikin tubuh lo sehat. Jadi, lo bisa ngerasa lebih rileks dan gejala yang dirasakan gak terlalu parah. Misalnya, gejala PTSD mungkin bikin lo jadi sesak napas, tapi berkat tubuh yang sehat, lo jadi bisa ngatur pernapasan lo pelan-pelan.

Coba deh lo konsumsi makanan yang sehat, istirahat yang cukup, olahraga, meditasi, dan juga self-care. Hindari melakukan sesuatu yang berdampak buruk pada tubuh pas lo lagi ngalamin gejala PTSD, misalnya merokok atau mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Baca juga: Kenapa Kesehatan Mental Penting?

3. Support system yang mendukung kesembuhan PTSD

Hadirnya support system berpengaruh besar buat kesembuhan PTSD, lho. Kita mungkin gak bisa menjadikan semua orang di sekitar kita sebagai support system. Cukup fokus sama orang yang peduli aja. Siapa pun mereka, pasti bersedia buat membantu dan mendukung lo, kok 🙂

4. Konsultasi gejala PTSD ke tenaga profesional

Kalo gejala yang lo rasakan udah gak terkontrol lagi, mungkin udah saatnya lo mengunjungi tenaga profesional, Perseners. Atau kalo lo bingung, “Gejala yang gue alami itu PTSD atau PTS, sih?”. Nah, lo bisa banget buat konsultasi supaya dapet diagnosa.

Kabar baiknya, PTSD itu termasuk gangguan mental yang bisa disembuhkan, lho! Nah, yang bisa menyembuhkannya adalah tenaga profesional. Jadi, lo gak perlu menderita sendirian atau khawatir kalo hidup lo bakal dihantui PTSD terus-terusan.

Baca Juga: Tips Pertama Kali Konseling Online dengan Psikolog: Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan?

mengenal PTSD Satu Persen
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Mungkin setelah lo tahu PTSD itu bisa disembuhkan, lo jadi punya harapan, nih. Lo pengen coba konsultasi ke tenaga profesional, tapi di mana sih nyarinya? Bisa gak ya cari tenaga profesional yang recommended tanpa ribet?

Bisa banget dong, Perseners! Lo bisa kok coba layanan konsultasi dari Satu Persen!

Layanan konsultasi dari Satu Persen bisa membantu lo mengatasi gangguan klinis yang dialami, termasuk PTSD. Lo bakal diberikan diagnosa, supaya lo gak bingung lagi sama masalah yang lo alami. Selain itu, lo juga diberikan asesmen mendalam serta terapi sesuai kebutuhan.

Semuanya bakal ditangani oleh psikolog yang udah tersertifikasi di bidangnya. Jadi, lo gak perlu ragu lagi, ya! Buat selengkapnya klik gambar dibawah!

Satu-Persen-Artikel--30--5

Buat lo yang pengen cari tahu lebih dalam lagi mengenai PTSD, Satu Persen juga punya video YouTube yang sesuai banget nih buat lo. Yuk, klik aja link-nya di bawah!

Oke, gue bakal cukupkan tulisan gue di sini. Gue harap bisa bermanfaat buat lo yang lagi butuh. Big support dari gue buat lo yang lagi berjuang menghadapi trauma, semoga cepat pulih, ya 🙂

Dengan mengusahakan kesembuhan buat diri lo sendiri, tandanya lo lagi melangkah buat lebih berkembang. Mungkin progress yang lo jalani rasanya lama banget, tapi gak apa-apa, seenggaknya Satu Persen setiap hari menuju #HidupSeutuhnya.

Referensi

Bender, J. (July 25, 2018). What Are the Differences Between PTS and PTSD?. Retrieved on March 1, 2021 from https://www.brainline.org/article/what-are-differences-between-pts-and-ptsd.

Donohue, M. (November 11, 2019). Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Retrieved on February 28, 2021 from https://www.healthline.com/health/post-traumatic-stress-disorder.

Ferguson, S. (February 20, 2019). PTSD Causes: Why People Experience PTSD. Retrieved on February 28, 2021 from https://www.healthline.com/health/mental-health/ptsd-causes.

Read More
judi

Mengenal Gejala dan Cara Mengatasi Generalized Anxiety Disorder

Gejala dan cara mengatasi generalized anxiety disorder (gangguan kecemasan)
Satu Persen – Generalized Anxiety Disorder

Perseners, sadar ngga sih, kalau udah hampir dua tahun kita ngejalanin aktivitas dari rumah buat menekan angka penyebaran COVID-19? Pandemi membuat kita jadi terbiasa dengan pola hidup yang baru. Dari mulai sekolah, kerja, sampai ibadah bisa kita lakuin di rumah. Bahkan dari yang awalnya ngerasa aneh dan ngga terbiasa, sekarang mungkin ada yang lebih nyaman ngerjain segala hal dari rumah daripada di kantor atau sekolah.

Pertanyaannya: “Siap ngga sih, kamu buat memulai aktivitas secara normal?”

Mulai work from office? Ketemu karyawan lainnya? Ketemu temen-temen yang biasa kamu liat di laptop? Atau kamu cemas dan malah ngerasa takut karena udah lama ngga berinteraksi langsung sama orang secara intens?

Nah, kalau aku sendiri ngerasa pas awal-awal mulai work from office emang cukup berat. Sempat kuliah sampai kerja dari rumah ngebuat aku yang introvert ini jadi makin terbiasa sendiri dan harus adaptasi lagi buat berinteraksi sama orang secara langsung. Makanya aku ngerasa cemas banget waktu pertama kali masuk kantor.

Kalau Perseners sendiri gimana? Udah siap belum, nih?

Ngomongin soal rasa cemas, aku Gaby, Part-time Blog Writer Satu Persen, bakal ngebahas lebih dalam nih tentang gangguan kecemasan lewat artikel ini. So, baca sampai habis ya biar bisa dapat insight yang berguna buat kamu!

Baca juga: 11 Bulan Pandemi: Negatif Corona, Positif Gangguan Kecemasan?

Apa Itu Generalized Anxiety Disorder?

gangguan kecemasan - anxiety
cr: freepik

Perasaan cemas, takut, dan khawatir itu perasaan yang wajar dirasakan oleh kita. Bahkan kita butuh perasaan itu buat mengantisipasi hal buruk yang bakal terjadi. Tapi bagi penderita Anxiety Disorder, rasa cemas itu ngga bersifat sementara. Kecemasan mereka bakal tetap ada walaupun situasi yang bikin khawatir udah selesai dan bisa bertambah buruk seiring berjalannya waktu.

Ada beberapa jenis anxiety disorder yang beberapa diantaranya juga udah pernah dibahas di artikel-artikel Satu Persen sebelumnya. Tapi kali ini aku bakal coba bahas spesifik ke salah satu jenis anxiety disorder yang namanya generalized anxiety disorder (GAD).

Apa itu generalized anxiety disorder? Menurut APA Dictionary of Psychology, gangguan kecemasan umum atau yang sering disebut generalized anxiety disorder ini adalah sebuah kondisi di mana seseorang merasa cemas dan khawatir secara berlebihan tentang berbagai masalah. Bisa masalah keuangan, kesehatan, penampilan, aktivitas bersama keluarga dan teman, pekerjaan, sekolah, dan lain sebagainya.

Seseorang bisa disebut terkena generalized anxiety disorder kalau mengalami rasa khawatir atau ketegangan kronis berlebihan yang ngga berdasar selama enam bulan atau lebih. Perasaan khawatir yang dirasakan juga lebih parah dari kecemasan normal yang dialami sama kebanyakan orang.

Baca juga: Mengenal Phobia Lebih Jauh

Apa Gejala Generalized Anxiety Disorder (GAD)?

gejala generalized anxiety disorder
cr: verywellmind

Orang yang menderita generalized anxiety disorder ini biasanya ngga bisa menghilangkan rasa kekhawatiran mereka walaupun mereka juga sadar kalau sebagian besar rasa cemas mereka tuh ngga beralasan. Jadi, mereka bakal terus-terusan ngerasa khawatir dan susah buat mengendalikan perasaan itu. Rasa cemas yang dialami juga diikuti sama beberapa gejala baik fisik maupun mental.

Apa aja sih gejala generalized anxiety disorder? Ngga mampu mengendalikan rasa khawatir.

Penderita generalized anxiety disorder biasanya ngga mampu buat mengendalikan rasa khawatirnya yang berlebihan. Apa aja emang yang dicemasin? Banyak. Berbagai topik, peristiwa atau aktivitas yang pernah, sedang, dan akan dilakukan bisa jadi hal yang bikin penderita GAD ngerasa cemas dan khawatir. Bahkan rasa khawatir itu bisa dengan cepat pindah dari satu topik ke topik lainnya.

Ngga cuma itu, ternyata seseorang bisa terdiagnosis GAD kalau kecemasan dan kekhawatirannya disertai paling ngga tiga dari gejala fisik di bawah ini:

1. Kegelisahan

Pasti Perseners udah ngga asing lagi kan, sama perasaan gelisah? Rasanya jantung deg-degan, keringetan, gemetaran, mual, pusing, sampai kesemutan. Sebenarnya rasa gelisah itu normal banget kok. Seorang Michael Jackson aja ngerasa gelisah sebelum tampil di atas panggung.

Tapi kalau kamu ngerasa gelisah terus-menerus bahkan kadang tanpa alasan, kamu perlu waspada karena bisa jadi itu tanda-tanda kamu mengalami GAD.

2. Mudah lelah

Kalau habis olahraga berat ngerasa lelah itu biasa. Tapi kalau habis ngga ngapa-ngapain tiba-tiba lemes kamu pasti bingung, kan? Nah, bisa jadi ini adalah salah satu gejala kamu sedang mengalami gangguan kecemasan. Terlalu banyak hal yang kamu cemasin sampai pikiran dan perasaanmu jadi capek dan efeknya bikin fisikmu juga ikutan lelah.

3. Gangguan konsentrasi

Perasaan cemas dan khawatir berlebihan bisa bikin kamu jadi susah fokus, Perseners. Kamu jadi punya perasaan kalau seolah-olah pikiranmu tuh kosong. Kenapa? Ya, karena kamu terus-terusan mikirin hal yang kamu cemasin. Jadi, kamu ngga fokus sama hal yang ada di depan matamu.

4. Iritabilitas

Perseners, pernah dengar ngga istilah iritabilitas? Mungkin gejala yang satu ini agak sulit buat diamati orang lain karena kita yang bisa ngerasain sendiri. Jadi, iritabilitas itu apa dong? Iritabilitas itu perasaan frustasi atau marah bahkan pada hal yang keliatannya kecil. Simpelnya sih… kamu jadi gampang marah. Apa-apa bawaannya jadi emosi.

5. Peningkatan nyeri otot

Sadar ngga sih Perseners, kalau kamu lagi ngerasa cemas dan khawatir, kamu jadi susah buat santai atau let it flow aja? Perasaan cemas dan khawatir ini ternyata bisa berdampak ke fisik kamu juga, lho. Emang iya? Iya, perasaan cemas bikin ototmu jadi tegang. Makanya kadang badan tiba-tiba jadi pegel kalau habis ngerasa khawatir sama sesuatu. Padahal, ngga abis ngelakuin aktivitas fisik.

6. Susah tidur

Kalau ada banyak hal yang kamu cemasin, kapan tidurnya? Yap, gejala fisik seseorang terdiagnosis GAD selanjutnya adalah susah tidur. Bayangin aja kalau setiap mau tidur kamu masih mikirin hal-hal lain, hubunganmu, keuanganmu, kesehatanmu. Pikiranmu bakal jadi terlalu berisik sampai-sampai buat otakmu ngga bisa beristirahat lewat tidur.

Gimana Cara Mengatasi Generalized Anxiety Disorder (GAD)?

Generalized anxiety disorder (GAD) ini ngga bisa dianggap sepele, Perseners. Kenapa? Karena selain bakal ngeganggu aktivitas sehari-hari kita, gangguan kecemasan umum yang ngga segera ditangani bisa berlanjut ke tahap depresi. Terus, gimana dong cara mengatasi generalized anxiety disorder?

1. Cognitive Behavior Therapy

Cognitive Behavior Therapy (CBT) sangat berguna dalam mengobati gangguan kecemasan. Terapi ini membantu orang buat mengubah pola pikirnya yang ngedukung ketakutan mereka dan mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi yang memicu kecemasan. Terapi ini bisa dilakukan secara berkelompok asal orang-orang di dalamnya juga punya masalah yang mirip.

2. Pengobatan Medis

Generalized anxiety disorder bisa diatasi dengan meminum sejumlah obat selama beberapa minggu sebelum gejalanya hilang. Obat antidepresan SSRI  (selective serotonin reuptake inhibitors) dan Venlafaxine, sebuah SNRI (serotonin norepinephrine reuptake inhibitor) sering menjadi obat pilihan pertama buat menangani GAD.

Ada juga obat anti-kecemasan seperti Buspirone. Meskipun punya beberapa efek samping seperti pusing dan mual, obat ini harus diminum secara konsisten setidaknya selama dua minggu buat bisa mencapai efek anti-kecemasan.

Selanjutnya ada Beta-blocker, seperti propanolol. Obat ini sering dipake buat mengobati kondisi jantung tapi juga bisa membantu mengatasi gangguan kecemasan saat situasi yang ditakuti bisa diprediksi. Misalnya mau presentasi lisan yang udah terjadwal, obat ini bisa menghentikan jantung berdebar, tangan gemetar, dan gejala fisik lainnya.

3. Psikoterapi

Generalized anxiety disorder (GAD) juga bisa diatasi lewat psikoterapi dengan melibatkan orang yang profesional di bidang kesehatan mental seperti psikiater, psikolog, atau konselor. Kamu bisa menceritakan apa yang kamu rasakan dengan bebas dan menemukan solusi buat masalahmu lewat diskusi dengan ahlinya.

Satu Persen punya layanan konsultasi online dengan psikolog berpengalaman yang bisa bantu kamu yang mungkin sedang mengalami generalized anxiety disorder (GAD). Untuk tau lebih lengkap tentang layanannya, kamu bisa langsung klik banner di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1

Kalau kamu belum yakin apakah kamu harus menggunakan layanan konseling ini atau ngga, coba deh kamu ikut tes konsultasi dulu. Gratis loh!

Akhir kata, aku cuma mau bilang jangan takut buat ceritain apa yang kamu rasakan karena perasaanmu itu berharga! Fighting!

Referensi:

The American Psychological Association. (2016, 1 October). Beyond worry: How psychologists help with anxiety disorders. Retrieved on October 17, 2021 from https://www.apa.org/topics/anxiety/disorders

Psychology Today Staff. (2019, 14 February). Generalized Anxiety Disorder. Retrieved on October 17, 2021 from https://www.psychologytoday.com/us/conditions/generalized-anxiety-disorder

Gans, S. (2020, 26 October). Generalized Anxiety Disorder: Also known as GAD. Retrieved on October 17, 2021 from https://www.verywellmind.com/generalized-anxiety-disorder-4166193

Read More
judi

Antisocial Personality Disorder dalam K-Drama It’s Okay to Not Be Okay

it's okay to not be okay — antisocial personality disorder
Satu Persen – Antisocial Personality Disorder dalam K-Drama It’s Okay to Not Be Okay

Editor’s Note: Sebelum masuk ke artikelnya, gue mau kasih disclaimer kalau artikel ini gak bisa dijadikan bahan buat self-diagnosis, ya! Jadi, kalau lo merasakan beberapa gejala yang disebutkan di artikel ini, lo perlu berkonsultasi dengan Psikolog buat dapetin diagnosis dan penanganan yang tepat. Happy reading!:D


Halo, Perseners! Gimana kabarnya?

Buat lo semua para pecinta drakor (drama korea), pasti udah gak asing lagi kan dengan drakor besutan TVN dan Netflix di tahun 2020 dengan pemeran utama Kim Soo-Hyun dan Seo Yea-Ji? Yaps, bener banget! Drakor tersebut berjudul It’s Okay to Not Be Okay, Perseners.

It's okay to not be okay — antisocial personality disorder
Sumber dari netflix.com

Drama ini, menceritakan mengenai hubungan asmara nggak biasa antara dua orang yaitu Moon Gang-Tae (Kim Soo-Hyun) dan Ko Moon-Young (Seo Yea-Ji) yang akhirnya saling menyembuhkan luka emosional dan psikologis satu sama lain.

Di mana Moon Gang-Tae (Kim Soo-Hyun), seorang perawat yatim piatu yang bekerja di rumah sakit jiwa OK. Dia berjuang untuk mencintai dirinya sendiri untuk kehidupan masa lalunya dan sibuk berempati dengan semua orang di sekitarnya.

Meski begitu, dia menghindari hubungan dekat dengan orang lain selain saudaranya. Karena pengalaman traumatis saudaranya, ia memiliki kehidupan nomaden dan nggak pernah menjalani kehidupan  normal.

Sedangkan Ko Moon-Young (Seo Yea-Ji) adalah seorang penulis dongeng terkenal yang memiliki antisocial personality disorder (ASPD). Hal tersebut dikarenakan siksaan emosional dari ibunya sejak ia kecil.

Karena lagi ngomongin tentang drakor It’s Okay to Not Be Okay nih, di artikel kali ini gue akan mencoba membahas gangguan psikologis yang dialami oleh Ko Moon-Young (Seo Yea-Ji) yaitu  Antisocial Personality Disorder (ASPD). Jadi, simak hingga akhir dan jangan lupa buat share ke teman-teman maupun kerabat lo. Selamat membaca!

Tapi sebelumnya, ada pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang, semakin kenal tambah sayang. Jadi, kenalin nama gue Dimsyog (acronym dari Dimas Yoga). Di sini gue sebagai Part-time Blog Writer dari Satu Persen. Simak sampai habis, ya!

Baca Juga: Introvert vs Anti Sosial: Apakah Sama?

Mengenal Antisocial Personality Disorder (ASPD)

Sumber dari pinterest.com

Antisocial personality disorder (ASPD) menggambarkan pola perilaku yang mendarah daging di mana individu secara konsisten mengabaikan dan melanggar hak orang lain di sekitar mereka. Individu dengan gangguan kepribadian antisosial dapat berperilaku kasar, sembrono, atau impulsif. Selain itu, mereka seringkali kurang memperhatikan keinginan dan kebutuhan orang lain.

Gangguan ini paling baik dipahami dalam konteks kategori gangguan kepribadian yang lebih luas. Gangguan kepribadian adalah pola pengalaman pribadi dan perilaku yang bertahan lama yang menyimpang dari harapan budaya individu, meresap dan nggak fleksibel, memiliki onset pada masa remaja atau dewasa awal, stabil dari waktu ke waktu, dan mengarah pada tekanan atau gangguan pribadi.

Kita bisa melihat contoh antisocial personality disorder (ASPD) dalam drakor It’s Okay to Not Be Okay di mana Ko Moon-Young (Seo Yea-Ji) seringkali bertindak kejam dan memiliki niat untuk menyakiti orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri. Selain itu, ia juga suka melontarkan kata-kata kasar kepada lawan bicaranya, sehingga ia nggak disukai banyak orang.

Gejala Antisocial Personality Disorder (ASPD)

Sumber dari pixabay.com 

Dikutip dari MayoClinic, orang dengan gangguan kepribadian antisosial sering menunjukkan gejala berikut:

  • Mengabaikan perihal benar dan salah.
  • Berbohong atau menipu untuk mengeksploitasi orang lain.
  • Nggak berperasaan, sinis, dan nggak sopan terhadap orang lain.
  • Menggunakan pesona atau kecerdasannya untuk memanipulasi orang lain demi keuntungan atau kesenangannya sendiri.
  • Bertindak arogan dan sangat keras kepala.
  • Memiliki masalah yang berulang dengan hukum, termasuk perilaku kriminal.
  • Berulang kali melanggar hak orang lain melalui intimidasi dan ketidakjujuran.
  • Impulsif dan nggak dapat merencanakan masa depan.
  • Kurangnya empati terhadap orang lain dan nggak menyesal bila merugikan orang lain.

Orang dewasa dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya menunjukkan gejala gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun. Tanda dan gejala gangguan perilaku termasuk masalah perilaku yang serius dan terus-menerus, seperti:

  • Agresif terhadap sesama manusia dan hewan.
  • Senang menghancurkan barang.
  • Melakukan kecurangan.
  • Melakukan pencurian.
  • Dan tentunya sering melakukan pelanggaran yang cukup serius.

Meskipun gangguan kepribadian antisosial dianggap seumur hidup, pada beberapa orang, gejala tertentu—terutama perilaku destruktif dan kriminal—dapat berkurang seiring waktu. Tetapi, hal ini belum bisa dijelaskan dengan jelas apakah penurunan ini akibat penuaan atau peningkatan kesadaran akan konsekuensi dari perilaku antisosial.

Baca Juga: Kapan Kita Harus Konsultasi ke Psikolog? (Konseling Online)

Penyebab Antisocial Personality Disorder (ASPD)

Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, perasaan, dan perilaku yang membuat setiap orang  unik. Orang cenderung untuk memahami, berhubungan dengan dunia luar, dan melihat diri mereka sendiri dalam hal kepribadian mereka. Kepribadian terbentuk selama masa kanak-kanak dan selanjutnya dibentuk oleh interaksi kecenderungan bawaan dan faktor lingkungan.

Penyebab pasti gangguan kepribadian antisosial nggak diketahui, tetapi faktor-faktor berikut diperkirakan mempengaruhi timbulnya gangguan tersebut:

  • Faktor Genetik: Gen dapat membuat seseorang rentan terhadap pengembangan gangguan kepribadian antisosial, dan situasi kehidupan dapat memicu perkembangannya.
  • Perubahan Fungsi Otak: Hal ini mungkin dapat terjadi selama perkembangan otak

Selain penyebab di atas, ada juga sejumlah faktor yang  meningkatkan risiko gangguan kepribadian antisosial:

  1. Diagnosis gangguan perilaku masa kecil.
  2. Riwayat keluarga dengan gangguan kepribadian antisosial atau gangguan kepribadian lainnya atau gangguan kesehatan mental.
  3. Pernah menjadi korban pelecehan atau pengabaian selama masa kanak-kanak.
  4. Memiliki kondisi keluarga yang nggak stabil, keras, atau kacau selama masa kanak-kanak.
  5. Pria beresiko lebih besar mengalami gangguan kepribadian antisosial daripada wanita.

Pencegahan Antisocial Personality Disorder (ASPD)

Nggak ada cara pasti untuk mencegah gangguan kepribadian antisosial berkembang pada mereka yang berisiko. Karena perilaku antisosial dianggap berakar pada masa kanak-kanak, maka salah satu upaya mencegahnya bisa dilakukan oleh orang tua, guru, dan dokter anak. Caranya dengan mengenali tanda-tanda peringatan dini.

Yang bisa dilakukan adalah dengan mengidentifikasi mereka yang paling berisiko, seperti misalnya anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda gangguan perilaku. Kemudian, menawarkan intervensi dini.

Orang dengan gangguan kepribadian antisosial nggak mungkin mencari bantuan sendiri. Jika lo merasa ada teman atau keluarga lo yang menunjukkan beberapa gejala dari gangguan tersebut, lo dapat dengan lembut menyarankan mereka untuk menemui profesional kesehatan mental. Dengan mencari bantuan dari profesional, hal ini dapat menghindari adanya self-diagnosis.

Kebetulan nih, Satu Persen menyediakan layanan Konseling dengan Psikolog. Jadi, lo bisa juga menyarankan mereka untuk melakukan konseling di Satu Persen.

Di konseling ini lo bakal dapet tes psikologi supaya lo bisa tau gambaran kondisi lo saat ini. Berikutnya, lo juga akan dapat asesmen mendalam dan sampai akhirnya lo dapet worksheet dan terapi yang bakal disesuaikan sama hasil tes dan asesmen supaya bisa ngebantu lo secara tepat.

Kalau lo berminat buat coba atau kepoin dulu layanan konseling ini, lo bisa langsung klik banner di bawah ini, ya!

CTA-Blog-Post-06-1-17

Dan kalau lo masih bingung mau pakai layanan konsultasi yang mana, lo dapat mencoba tes gratis dari kita terlebih dahulu. Dengan tes ini, lo akan tahu layanan konsultasi mana yang terbaik untuk masalah lo. Caranya gampang banget, cukup klik aja di sini.

Atau, lo juga bisa banget nih, coba tonton video dari YouTube Satu Persen tentang tanda-tanda kalau lo perlu ke psikolog. Cek videonya di bawah ini, ya!

YouTube Satu Persen – Tanda Kamu Perlu ke Psikolog

Oh iya, lo juga bisa mendapatkan informasi lain mengenai kesehatan mental di channel YouTube Satu Persen. Dan jangan lupa buat dapetin informasi menarik lainnya di Instagram, Podcast, dan blog Satu Persen ini tentunya.

Akhir kata, sekian dulu tulisan dari gue. Gue Dimsyog dari Satu Persen, selamat mencoba untuk menjadi sahabat dan teman terbaik bagi diri lo sendiri. Semoga informasinya bermanfaat, ya! Dan pastinya selamat menjalani #HidupSeutuhnya!

Referensi:

Antisocial Personality Disorder | Psychology Today. (n.d.). Retrieved December 14, 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/conditions/antisocial-personality-disorder

Antisocial personality disorder – Symptoms and causes – Mayo Clinic. (n.d.). Retrieved December 14, 2021, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/antisocial-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20353928

van den Bosch, L. M. C., Rijckmans, M. J. N., Decoene, S., & Chapman, A. L. (2018). Treatment of antisocial personality disorder: Development of a practice focused framework. International Journal of Law and Psychiatry, 58, 72–78. https://doi.org/10.1016/J.IJLP.2018.03.002

Read More