putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Cemas

judi

Ciri Gangguan Cemas dan Cara Mengatasinya

Social Anxiety Disorder (SAD) atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Gangguan Kecemasan Sosial, berbeda masalah “orang pemalu” biasa. Orang-orang biasanya mengalami rasa malu dan tidak nyaman, terutama jika berada dalam situasi baru atau dengan orang yang tidak dikenal. Namun, umumnya dapat ditoleransi setelah melakukan pemanasan dan bersantai seiring berjalannya waktu.

Berbeda dengan sifat pemalu orang dengan Social Anxiety Disorder kurang dapat mentoleransi keadaan tersebut, mereka hampir tidak mungkin merasa santai dalam lingkungan sosial sepanjang waktu. Orang dengan Social Anxiety Disorder tentunya memiliki kesulitan dalam menjalani kehidupan mereka karena perasaan cemas dan takut yang berlebihan saat berinteraksi sosial. Masalah ini juga merupakan gangguan kesehatan mental ketiga paling umum yang mempengaruhi sebanyak 10 juta orang di Amerika.

Pengen tau penjelasan lebih lanjut, yuk simak sampai abis, karena kali ini Satu Persen akan mengupas informasi yang penting kamu ketahui tentang masalah Social Anxiety Disorder. Sehingga kamu mendapatkan setidaknya satu persen pengetahuan baru tentang kesehatan mental.

Apa itu Social Anxiety Disorder?

Social Anxiety Disorder atau sebelumnya dalam bahasa psikologi disebut dengan Social Phobia merupakan gangguan kecemasan yang ditandai dengan kecemasan yang luar biasa dan kesadaran diri yang berlebihan dalam situasi sosial sehari-hari. Menurut Marks dan Gelder (1966) SAD menggambarkan suatu kondisi di mana seseorang menjadi sangat cemas ketika menjadi sasaran pengawasan oleh orang lain saat melakukan tugas sosial tertentu.

Misalnya dalam melakukan interaksi sosial justru menimbulkan kecemasan seperti, makan atau menulis di depan umum, memulai atau mempertahankan percakapan, pergi ke pesta, berkencan, bertemu orang asing, atau berinteraksi dengan orang. Penderita SAD paling takut jika disuruh berbicara didepan umum.

Penderita Social Anxiety Disorder percaya bahwa semua perhatian yang fokus pada mereka disertai dengan kritik terhadap kesalahan apa pun yang mereka buat. Sehingga membuat mereka seringkali menghindari situasi sosial. Jika tidak dapat menghindari, mereka akan kewalahan dan mengalami kecemasan hebat yang dapat memunculkan reaksi fisiologis seperti jantung berdebar kencang, hiperventilasi, berkeringat, mual, pusing, sakit kepala, sakit perut, dan mengakibatkan serangan panik.

Perbedaan terpenting antara Social Anxiety Disorder dan rasa malu adalah bahwa gangguan kecemasan sosial melemahkan fungsi seseorang, dan tidak hanya secara sosial. Pada orang dewasa, kecemasan sosial dapat mengganggu fungsi kerja seseorang dan menyebabkan konflik dalam kehidupan keluarga. Pada anak-anak, kecemasan sosial dapat mengganggu prestasi akademik, hobi sosial, dan berteman.

Selain itu, kurangnya rasa percaya diri penderita kecemasan sosial cenderung mengakibatkan kurangnya keterampilan asertif, dan seringkali mengarah pada kondisi kejiwaan lain, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan penyalahgunaan zat. Nah buat penjelasan lebih lanjut perbedaan social anxiety, pemalu, dan introvert baca artikel ini ya.

Gejala Social Anxiety Disorder

Panduan Diagnosis SAD pertama kali diciptakan pada 1980 dengan penerbitan edisi ketiga Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorders (DSM–III), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA). Lalu di revisi tahun 1994 dalam edisi keempat, DSM – IV oleh World Health Organization’s International Classification of Mental Disorders. Dan sekarang sudah menggunakan DSM-V dengan kriteria diagnosis SAD seperti berikut :

  • Individu takut pada satu atau lebih situasi sosial atau kinerja di mana dihadapkan pada kemungkinan pengawasan oleh orang lain. Contohnya termasuk bertemu orang yang tidak dikenal, diamati saat makan atau minum, atau memberikan pidato atau pertunjukan.
  • Ketakutan individu berperilaku karena menyebabkan rasa malu atau dievaluasi secara negatif.
  • Paparan situasi sosial menyebabkan kecemasan yang intens.
  • Situasi yang ditakuti dihindari atau ditahan dengan kecemasan dan tekanan.
  • Ketakutan atau kecemasan di luar proporsi ancaman aktual yang ditimbulkan oleh situasi sosial.
  • Ketakutan atau kecemasan terus berlanjut dan biasanya berlangsung selama enam bulan atau lebih.
  • Penghindaran, antisipasi cemas, atau tekanan mengganggu fungsi sosial, akademis, atau pekerjaan seseorang secara signifikan.

Gejala fisik dari gangguan kecemasan sosial meliputi:

  • Wajah memerah, berkeringat, gemetar, detak jantung cepat, atau merasa “pikiran kosong”
  • Mual atau sakit perut
  • Menampilkan postur tubuh yang kaku, kontak mata yang buruk, atau berbicara terlalu pelan

Cara Penanganan Social Anxiety Disorder

Jika kamu merasakan gejala-gejala yang telah disebutkan atau kamu tau temanmu memiliki gejala seperti diatas. Sebaiknya kamu segera membawanya ke psikolog untuk mendapatkan perawatan mental, karena gangguan ini bisa disembuhkan dengan perawatan yang tepat. Bisanya Social Anxiety Disorder bisa ditangani dengan melakukan psikoterapi dan pengobatan.

Psikoterapi

Bentuk psikoterapi yang digunakan biasanya cognitive-behavioral therapy (CBT), terapi ini sudah terbukti efektif untuk mengatasi kecemasan sosial yang parah. CBT mengajarkan apa yang menyebabkan mereka merasa cemas dan cara untuk mengendalikan kecemasan. CBT akan menghadapkan orang dengan SAD pada hal-hal yang mereka takuti. Kemudian, meningkatkan risiko ketidaksetujuan dalam situasi tersebut sehingga mereka dapat membangun kepercayaan diri bahwa dia dapat menangani penolakan atau kritik.

Ketiga, terapis akan mengajarkan mereka teknik untuk mengatasi ketidaksetujuan. Pada tahap ini, mereka diminta untuk membayangkan ketakutan terburuk mereka dan didorong untuk mengembangkan tanggapan konstruktif terhadap rasa takut ini dan ketidaksetujuan yang dirasakan. Terapis biasanya akan mengajarkan teknik-teknik seperti pernapasan untuk mengendalikan kecemasan.

Pengobatan

Pengobatan yang tepat dan efektif juga berperan penting dalam perawatan SAD. biasanya mereka diberikan obat antidepresan seperti serotonin reuptake inhibitor (SSRI), monoamine oxidase inhibitor (MAOIs), tricyclic antidepresan, benzodiazepen, dan beta-blocker. Penting untuk diketahui pengobatan ini tidak bekerja secara instan, perlu adanya perawatan lebih dengan terapis. Terapis akan melihat perawatan mana yang cocok dengan kebutuhan mereka. Terapis dan pasien juga harus bekerja sama untuk menentukan rencana perawatan mana yang paling efektif.

Kombinasi CBT dan Pengobatan

Penangan ini melakukan gabungan pengobatan antidepresan dan CBT untuk pasien SAD. Namun, berdasarkan hasil studi Davidson (2004) gabungan  penanganan ini tidak serta merta lebih ampuh dibandingkan kedua pengobatan diatas.

Ingat ya kalau Social Anxiety Disorder berbeda dengan rasa malu. Kalau kamu atau teman terdekatmu mengalami gejala-gejalanya segera konsultasikan ke psikolog supaya mereka akan cepat ditangani, karena gangguan ini tentu sangat mengganggu kehidupan sosial bukan?

Kamu bisa konsultasikan salah satunya ke psikolog Satu Persen, klik di sini. Di Satu Persen, kamu akan mendapatkan fasilitas konseling bersama psikolog selama 1 jam, tes psikologi, asesmen pra konseling, worksheet, dan terapi tentunya. Psikolog Satu Persen juga sudah mendapatkan izin yang sah, jadi jangan khawatir tentang. Kita juga sudah dapat banyak testimoninya yang kamu bisa baca di blognya. Jangan sampai SAD mengganggu kehidupanmu selamanya.

Kamu juga bisa cek kondisi kesehatan mentalmu akhir-akhir ini dengan mencoba Tes Sehat Mental gratis dari Satu Persen, loh. Akhir kata mau ngingetin juga buat follow terus instagram @satupersenofficial untuk dapat promo menarik mentoring dan konseling atau kelas online tentang pengembangan diri.

Selain itu jangan lupa cek YouTube Channel Satu Persen, karena ada ada informasi menarik tentang kesehatan mental, pengembangan diri, dan karir yang akan diupdate setiap harinya. Yuk tonton video dibawah ini buat cari tau tanda-tanda kamu harus pergi ke psikolog. Happy Watching 🙂

Referensi

Hofmann, S. G., & Otto, M. W. (2008). Practical clinical guidebooks series.Cognitive-behavior therapy for social anxiety disorder: Evidence-based and disorder-specific treatment techniques. Routledge/Taylor & Francis Group.

Yip, Jenny C. (2012). Social Phobia ≠ Shyness. Psychology Today. Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-ocd-monster/201207/social-phobia-shyness

Psychology Today. (n.d). Social Anxiety Disorder (Social Phobia). Retrieved from https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/social-anxiety-disorder-social-phobia

Read More
judi

Pesan WhatsApp Bikin Cemas? Kenali WhatsApp Anxiety dan Cara Mengatasi

kenali apa itu whatsapp anxiety
Satu Persen – Whatsapp Anxiety

Halo, Perseners! How’s life? Balik lagi dengan aku, Anggi, Part-time Blog Writer Satu Persen.

Siapa sih yang nggak tahu WhatsApp atau yang biasa disingkat WA? Dengan jumlah pengguna lebih dari 2 milyar dan 69 juta pesan yang dikirim setiap menitnya, WhatsApp sukses menjadi aplikasi chatting terpopuler nomor satu di dunia. Apalagi semejak pandemi COVID-19 melanda dunia. Komunikasi face to face mau nggak mau beralih ke digital.

Di Indonesia sendiri, pengguna WhatsApp setidaknya mencapai 68 juta pengguna. Hal ini nggak mengejutkan, melihat berbagai macam kemudahan yang ditawarkan aplikasi chatting yang satu ini. Bahkan, WhatsApp mungkin bisa dianggap sebagai aplikasi yang wajib terunduh  di HP semua orang.

Baca Juga: Pandemi Menyebabkan Gangguan Psikologis Ini Muncul!

kenali whatsapp anxiety
Source: MEME

Seperti yang kita tahu bersama, WA secara nggak langsung jadi medium utama untuk kerja dan sekolah dari rumah sejak berlakunya lockdown. Meski memudahkan berjalannya sistem work from home (WFH) dan school from home (SFH), sadar nggak sih kalau ada juga dampak buruknya?

Iya, WhatsApp bisa membuat sebagian orang kecanduan untuk mengirim pesan atau mungkin ketakutan saat menerima pesan. Inilah kondisi yang kini sering disebut sebagai WhatsApp Anxiety.

Nah, melalui blog ini, aku akan coba menjelaskan lebih dalam mengenai perasaan cemas yang ditimbulkan oleh aplikasi WhatsApp dan bagaimana cara mengatasinya. Jadi, simak terus, ya ulasannya!

Alasan Pesan WhatsApp Bikin Cemas, Kok Bisa?

alasan whatsapp bikin cemas
Source: Meme Generator

Semakin terbatasnya kegiatan di luar rumah berarti semakin banyak orang yang menggunakan aplikasi chatting. Pesan teks yang bersifat kasual dan cepat membuatnya lebih digemari daripada email. Pada akhir Maret 2020, misalnya, WhatsApp telah melaporkan lonjakan pengguna sebanyak 40%.

Berkat kehadiran teknologi digital seperti Zoom, Slack, dan WhatsApp, kita bisa merasakan suasana pandemi yang nggak begitu sepi. Bahkan, pekerjaan yang tadinya harus dilakukan di kantor, kini bisa dilakukan di mana aja.

Tapi, kemudahan dan keramaian yang dihadirkan dari aplikasi ngobrol seperti WhatsApp, nyatanya bisa bikin sebagian penggunanya merasa stres dan cemas, lho.

Baca Juga: Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Pada dasarnya, WhatsApp anxiety adalah kondisi di mana kamu merasa kecemasan yang berlebih saat mendengar notifikasi WhatsApp di handphone-mu. Nah, apa sih penyebabnya?

1. Anggapan bahwa membaca berarti membalas saat itu juga

Menurut Elias Aboujaoude, seorang psikiater di Stanford University, salah satu alasan WhatsApp dapat menimbulkan stres adalah karena adanya anggapan bahwa membaca pesan berarti membalasnya saat itu juga.

Bersamaan dengan ini, rasa bersalah akan muncul ketika kita telat membalas pesan. Rasanya seperti kita telah melanggar peraturan nggak tertulis dalam berkomunikasi secara online. Padahal, cepat atau lambatnya membalas sebuah pesan dibalas itu bebas tergantung keputusan kita.

2. Ketidakmampuan melihat reaksi penerima

Peraturan yang nggak tertulis ini bukan cuma menimbulkan rasa bersalah bagi penerima pesan, tapi juga rasa takut dan cemas bagi pengirimnya.

Saat dua centang biru telah terpampang di laman obrolan tanpa balasan, asumsi-asumsi negatif kerap muncul. Kamu mungkin akan menerka-nerka seperti: “mengapa pesanku nggak dibalas?”, “Apakah aku sedang diabaikan?” atau “apakah aku benar-benar nggak penting sampai pesanku cuma dibaca?”

tidak mampu melihat reaksi
Source: Know Your Meme

Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Isabella Venour, seorang Mindset & Marketing Coach. Dalam percakapan digital, sering kali reaksi yang diharapkan dari seseorang itu nggak jelas.

Apakah kamu sudah memberikan reaksi yang diharapkan atau memberikan emoji yang tepat? Kamu nggak mungkin bisa menebak hal ini karena kamu nggak mendengar nada bicara yang mengirim pesan, atau bahkan melihat ekspresi wajah dan tubuh mereka. Akibatnya, hal ini bisa menimbulkan salah tafsir serta WhatsApp anxiety.

3. Terlalu banyak pesan yang diterima

Grup di WhatsApp memang berguna banget lho, Perseners. Kita jadi bisa ngobrol langsung sama banyak orang di satu laman chat.

Tapi, ada saatnya jumlah pesan yang masuk itu banyaknya nggak kira-kira. Setiap anggota kejar-kejaran untuk membalas pesan yang ada. Saat HP-mu ditinggal sebentar, tau-tau udah ada ratusan notifikasi dari grup kerja, temen SD, geng SMA, atau keluarga yang belum terbaca.

terlalu banyak menerima pesan
Source: MEME

Perasaan tertinggal seketika menyelinap di hati kamu. Satu sisi kamu nggak enak untuk mengabaikan, tapi di sisi lain kamu bingung harus mulai balas dari mana. Akhirnya, perasaan kamu jadi campur aduk dan jadi lelah pikiran sendiri karena ini. Dan ini secara nggak langsung bisa menimbulkan WhatsApp anxiety.

Coba juga: Tes Overthinking (Rumination)

4. Notifikasi soal pekerjaan yang nggak ada habisnya

Kerja di rumah atau work from home (WFH) membuat waktu kerja beberapa perusahaan jadi lebih fleksibel. Enaknya, kamu nggak perlu nunggu pukul 12 siang untuk istirahat. Tapi, nggak enaknya waktu ngomongin pekerjaan jadi nggak ada batasan.

Nah, bunyi notifikasi pesan masuk yang dulunya adalah hal yang nggak terlalu diperhatikan, sekarang bisa menjadi sumber ketakutan seseorang dengan WhatsApp anxiety.

Misalnya, saat ada notif WhatsApp kamu jadi cemas dan ketakutan sendiri. Kamu pikir itu chat dari bos kamu yang menanyakan progress pekerjaan. Padahal, bisa aja itu pesan dari temanmu atau keluarga, tapi pikiranmu malah udah berkelana ke mana-mana duluan.

Cara Mengatasi WhatsApp Anxiety

Saat rasa cemas akan notifikasi WhatsApp yang nggak ada habisnya, ada beberapa cara mengatasi WhatsApp anxiety:

1.Mematikan notifikasi di waktu tertentu

Coba hitung berapa banyak grup di WhatsApp kamu? Pasti nggak sedikit kan? WAG atau WhatsApp Group mungkin adalah fitur terbaik WhatsApp. Berkat adanya grup, komunikasi kita dengan banyak orang jadi gampang. Tapi nggak cuma itu, WAG juga bikin pesan yang masuk jadi lebih banyak.

mematikan notifikasi
Source: MEME

Bahkan, nggak sedikit orang yang suka kirim pesan atau thread nggak penting. Kalau udah gini, mematikan notifikasi di waktu-waktu tertentu adalah pilihan yang tepat. Metode ini bisa bantu untuk mengatasi WhatsApp anxiety karena overwhelmed dengan banyaknya notifikasi yang masuk.

Kamu nggak perlu meninggalkan grup itu, cukup mute notifikasinya di waktu-waktu tertentu. Misalnya, saat kamu akan tidur di malam hari, waktu istirahat kerja di siang hari, atau mungkin disaat hari libur kerja. Demikian, ini nggak cuman bikin HP kamu jadi lebih tenang, tapi juga bantu kamu untuk nggak terus-terusan fokus membalas pesan di WhatsApp.

2. Memahami bahwa membalas pesan juga butuh waktu

Asumsi “kalau kamu punya waktu untuk membaca pesan ini, berarti kamu juga punya waktu untuk membalasnya” Itu sangat salah. Ingat bahwa kamu nggak bisa mengontrol orang lain, dan sebaliknya orang lain nggak bisa mengontrol kamu.

Baca pesan WhatsApp emang cuma butuh waktu beberapa detik atau menit,  tapi membalasnya kadang membutuhkan waktu yang nggak sebentar, apalagi kalau urusan pekerjaan.

Banyak alasan bagi tiap-tiap orang untuk nggak langsung membalas pesan. Jadi, kamu jangan merasa terbebani atau cemas saat pesanmu baru dibaca.

Saat dibombardir dengan pesan oleh teman atau rekan kerja, kamu bisa coba jelaskan dulu alasan kenapa kamu nggak bisa langsung membalas. Karena bisa aja kamu memang lagi ada urusan, masih berpikir, atau sedang beristirahat.

membalas pesan butuh waktu
Source: The Daily Edge

3. Selalu ada alasan di balik pesan yang diabaikan

Temanmu nggak merespon meskipun kamu melihat bahwa dia sedang online beberapa detik yang lalu? Atau temanmu online tapi tetap nggak membaca pesan kamu?

Situasi ini membuat kamu mungkin jadi berburuk sangka. Padahal bisa aja temanmu itu nggak sengaja mengabaikan pesanmu. Mungkin dia lagi nyetir, sedang berbicara dengan orang, atau alasan-alasan lainnya. Cukup pahami bahwa pasti ada alasan kenapa temanmu nggak kunjung membaca atau membalas pesanmu.

ada alasan di balik pesan yang diabaikan
Source: Zula.sg

Namun, apabila situasi kayak gini sering dialami, tentu ini bisa melelahkan banget. Jadi, mari coba menghindarinya dengan mematikan fitur ‘Last Seen’ di WhatsApp kamu.

Tapi, jika pesanmu benar-benar penting dan butuh jawaban saat itu juga, akan lebih baik kamu menelepon dibanding hanya mengirim pesan, ya.

Konsultasikan Rasa Cemasmu ke Psikolog Profesional

Itulah penjelasan mengenai WhatsApp anxiety. Nah, kalau mau mengalami cemas yang berlebihan setiap kali melihat notifikasi WhatsApp, kamu bisa coba bicarakan hal ini dengan psikolog-psikolog ahli di Satu Persen. Nantinya, kamu juga akan mendapatkan berbagai macam tes seperti kepribadian, kesehatan mental, dan minat karir. Tes-tes ini membantu banget supaya kamu semakin memahami dirimu sendiri.

Caranya dengan klik gambar di bawah ini:

CTA-Blog-Post-06-1-16

Pesan WhatsApp yang tak kunjung dibalas kadang juga bisa bikin overthinking. Selain konseling di Satu Persen, kamu juga bisa cari tahu lebih banyak cara hidup tanpa overthinking (+ insecure) dari Peter Parker alias Mr. Spider-Man dengan menyaksikan video YouTube Satu Persen yang satu ini, nih!

Oke, sekian dulu dari aku Anggi, Part-time Blog Writer di Satu Persen. Semoga artikel ini bermanfaat, dan jangan lupa ikuti terus sosial media Satu Persen untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan mental dan produktivitas lainnya, ya Perseners! Bye, bye 😀

Source:

  • Moss, Rache. (2021). Group Chats Making You Anxious? Us, Too. Here’s How To Manage Them. HuffPost. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.huffpost.com/archive/in/entry/manage-group-chats_in_5e7c6146c5b6cb08a9283504
  • Moodistory. (2021). 5 Important WhatsApp Settings Against Stress. Retrieved, 01 February 2022, from https://moodistory.com/2021/06/08/5-important-whatsapp-settings-against-stress/
  • Lufkin, Bryan. (2021). How texting makes stress worse. BBC. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.bbc.com/worklife/article/20210129-how-texting-makes-stress-worse
  • Johnston, Leah. (n, d). Is WhatsApp making you anxious?.Hyve. Retrieved, 01 February 2022, from  https://www.hyve.com/insights/is-whatsapp-making-you-anxious/
  • Iqbal, Mansoor. (2022). WhatsApp Revenue and Usage Statistics (2022). Business of Apps. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.businessofapps.com/data/whatsapp-statistics/
Read More
judi

Beda Pemalu dan Cemas

Pernah gak sih lo punya temen atau orang terdekat yang cemas banget kalau ngobrol sama orang baru? Orang yang keknya tuh gak nyaman jadi pusat perhatian dan kebingungan harus ngerespon apa kalau lagi ngobrol. Atau mungkin, justru lo salah satu orangnya?

Kecemasan sosial bisa bikin kita ngerasa terasingkan, terisolasi, bahkan sampe depresi. Tapi tenang aja, karena di video kali ini gue bakal cerita tentang influencer yang punya masalah kecemasan sosial, dan gimana cara dia bisa survive dari masalah ini. Gue juga bakal sharing tentang riset-riset yang bisa bikin lo lebih paham tentang masalah kecemasan sosial.

So, baca artikel ini sampe abis biar lo bisa dapet keseluruhan insight-nya.

Menderita Karena Kecemasan Sosial

Coba bayangin kondisi di mana lo itu orangnya pemalu, cemas, dan kikuk banget kalau jadi pusat perhatian pas tampil di depan banyak orang. Tapi gara-gara tuntutan kerjaan, mau gak mau lo harus menghadapi ketakutan terbesar lo setiap harinya. Kira-kira, apa yang bakal lo rasain?

Perasaan ini dirasain hampir setiap hari sama Emma McVey, seorang model dan influencer asal Inggris. Di postingan blog pribadinya, dia ngaku kalau selama ini dia adalah model yang mengalami kondisi kecemasan sosial atau social anxiety.

Cerita berawal pas Emma masih remaja. Waktu masih sekolah, dia sering ngerasa gugup dan gak pede kalau ngobrol sama orang lain. Bahkan, dia sering banget menghindari orang lain, sering skip sekolah, dan hampir kaga pernah dateng ke pesta dan nongkrong asik sama temen-temen sekolahnya.

Kecemasan sosial yang dia rasain gak cuma di pikiran dan perasaannya aja, tapi juga fisik. Kalau dia lagi di kelas, di kantin, atau di keramaian, Emma sering keringetan berlebih padahal cuaca gak lagi panas, tangannya sering gemeteran dan hampir sering ngejatuhin barang yang dia pegang, bahkan detak jantungnya jadi cepet banget sampe dia ngerasa pusing dan mual sendiri.

Singkat cerita pas dia udah dewasa dan mulai kerja, kondisi social anxiety Emma malah jadi semakin parah yang ngaruh ke keseharian dan kariernya. Dia ngerasa susah buat dateng ke acara-acara penting–padahal itu kesempatan bagus buat bangun network. Dia juga jadi sering olahraga di rumah, karena mau ke-gym rasanya berat banget.

Lebih parahnya lagi, dia juga sering nge-cancel acara beberapa menit sebelumnya atau ngebuat-buat alasan palsu biar acaranya kaga jadi. Ini juga yang jadi alasan kenapa dia susah punya temen baru. Atau kalaupun udah punya temen, dia susah buat mempertahankan pertemanannya itu.

Ngomongin soal industri entertainment dan dunia model, at some point mungkin si Emma juga jadi kaga terlalu enjoy sama kerjaannya. Karena ya, kerjaan dia sebagai model dan influencer itu bener-bener bikin dia jadi pusat perhatian banyak orang. Kira-kira kalau lo jadi Emma, apa yang bakal lo lakuin?

Mungkin sampe sini lo mulai bertanya-tanya, kenapa sih si Emma  bisa mengalami social anxiety? Terus kalau dia cemas parah sama profesinya, kenapa sampe sekarang dia masih jadi model dan influencer?

Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Social Anxiety?

Riset pertama, orang yang mengalami social anxiety sangat sesnsitif terhadap social threat–mereka seringkali mikir kalau situasi sosial, even ngobrol-ngobrol biasa aja itu ancaman yang bisa nyerang dia kapanpun.

Ini yang terjadi sama Emma. Dia sering menghindari interaksi sosial sama orang lain karena dia menganggap kalau interaksi itu ancaman buat dia. Padahal ya, bisa jadi itu cuma interaksi biasa dan malah justru bisa ngasih manfaat buat dirinya sendiri.

Riset kedua, kalau dari aspek neuroscience, orang yang mengalami social anxiety punya tingkat keaktifan amygdala yang tinggi sebagai respon terhadap situasi sosial. Buat lo yang belum tau, amygdala itu bagian penting di otak kita yang erat kaitannya sama respon kita terhadap ancaman, ketakutan, kemarahan, dan pleasure.

Selain itu, mereka juga ditemukan punya level serotomin yang rendah. Serotomin adalah zat kimia di otak yang bertugas meregulasi emosi dan kecemasan. Jadi kalau ada orang yang punya level serotomin rendah, maka orang itu cederung gampang cemas dan mood swing banget.

Riset ketiga, orang juga bisa jadi punya social anxiety karena faktor trauma masa kecil–misalnya bullying atau penolakan dari lingkungan terdekatnya. That’s why, kalau lo punya kenalan yang ngalamin social anxiety, biasanya mereka juga punya cerita sedih pas masih anak-anak.

Riset keempat, orang yang sering insecure dan ngebandingin diri sama orang lain di media sosial, ditemukan lebih rentan mengalami social anxiety di kehidupan aslinya. Kita tau dunia influencer erat banget kaitannya sama sosmed. Mungkin ini yang jadi alasan kenapa social anxiety si Emma jadi semakin parah.

Coba buat lo yang sering insecure sama postingan orang lain di sosmed, coba ceritain di kolom komentar apakah lo juga sering mengalami kecemasan sosial atau engga. Siapa tau cerita lo bisa ngebantu temen-temen yang lain.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, apakah orang-orang yang punya masalah kecemasan sosial punya chance buat survive di dunia yang sangat ramai ini? Gimana cara mereka bisa tetep keep up sama orang normal lainnya?

Cara Survive Dari Kecemasan Sosial

Terlepas dari apapun alasan dan latar belakang kenapa seseorang bisa ngalamin social anxiety, mungkin kita bisa sepakat kalau hidup dengan kecemasan sosial luar biasa itu kaga gampang. Meskipun sulit, Emma milih buat gak nyerah sama kondisinya.

Salah satu cara terbaik yang bisa dilakuin kalau lagi takut sama sesuatu, adalah dengan mempelajari ketakutan itu. Ibaratnya melawan ketakutan dengan pengetahuan lah. Dan ini teknik yang pertama dilakuin sama Emma. Dia memperkuat dirinya sendiri dengan belajar tentang mental health dan social anxiety.

Riset juga membuktikan kalau mempelajari sumber ketakutan bisa membantu mengurangi rasa takut itu sendiri. Proses ini disebut teknik extinction–simpelnya kita directly menghadapi ketakutan kita dengan pengetahuan yang baru tentang ketakutan itu. Jadi, nanti secara perlahan memori lo tentang ketakutan itu bakal digeser sama pengetahuan baru lo. Teknik ini terbukti efektif secara jangka panjang untuk mengurangi rasa takut.

Selain belajar, Emma juga pergi mencari bantuan profesional. Dia konsultasi sama psikolog buat ngelakuin terapi rutin. Karena terapi ini, Emma jadi belajar gimana cara mengendalikan kecemasannya dan cara coping yang sehat kalau misalnya rasa cemas berlebihnya ke-trigger.

Kalau misalnya lo nanya, “emangnya konsultasi dan terapi sama psikolog beneran ampuh bang?” Jawabannya: iya. Salah satu teknik terapi yang populer adalah CBT–cognitive behavioural theraphy.

Ada satu meta-analysis yang ngejelasin kalau teknik CBT terbukti efektif buat mengatasi social anxiety disorder. Penelitian ini nemuin kalau orang yang rutin ngelakuin terapi CBT secara signifikan lebih bisa mengendalikan gejala-gejala kecemasan sosial dibandingkan orang yang ga pernah terapi sama sekali.

Intinya, Emma ngejelasin kalau terapi itu bener-bener ngebantu dia dalam proses healing dari masalah social anxiety-nya. Karena dia influencer, dia juga sering mengedukasi audiens-nya tentang pentingnya terapi dan gak ada salahnya buat minta bantuan ke profesional.

Gue juga sebagai orang yang terlibat dalam ngebangun Satu Persen, ngeliat kalau dulu orang-orang belum terlalu aware sama kesehatan mental. Gak sedikit juga stigma-stigma negatif yang dikasih ke orang yang punya masalah kesehatan mental. Akhirnya, banyak orang yang struggling sama hidupnya tanpa tau harus minta bantuan ke siapa.

Dengan adanya Satu Persen, gue berharap bisa reach-out lebih banyak orang yang mungkin sampe sekarang masih struggling sama masalah kesehatan mental. Gue cuma mau bilang aja, it’s totally okay buat mencari bantuan–terutama bantuan profesional.

So, kalau misalnya sampe sekarang lo kesulitan buat beraktivitas dan produktif karena masalah kecemasan sosial, lo bisa coba konsultasi ke mentor atau psikolog ya. Kebetulan di Satu Persen ada. Kalau tertarik, lo bisa cek informasi lengkapnya di website kita ya di satupersen.net.

Kesimpulan

Setiap orang pasti pernah mengalami hambatan dalam berkomunikasi, termasuk gue. So ya, daripada pusing-pusing meratapi kenapa lo punya hambatan itu, lebih baik mulai gerak, cari solusi yang bisa mengatasi hambatan komunikasi lo.

Even ketika lo udah masuh ke ranah profesional, di kantor atau tempat kerja juga gak menutup kemungkinan kita sendiri atau ada orang lain yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi–entah itu karena bingung gimana caranya, malu-malu, atau cemas. Which, menurut gue ini sedikit banyak bakal ngaruh ke performa kerja juga ya.

Buat lo yang ngerasa komunikasi di kantor atau tempat kerja lo masih kurang efektif, kebetulan sekarang di Satu Persen kita menyediakan layanan in-house training di bawah brand Life Skills ID. Di in-house training nanti, kita bakal melatih lo dan tim lo buat bisa berkomunikasi dan berkolaborasi dengan lebih efektif.

That’s all for now. Akhir kata, gue Jhon dari Satu Persen, thanks.

Read More