putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Bikin

judi

Niat Berbuat Baik, Malah Bikin Buruk

toxic positivity
Satu Persen – Kenali Toxic Positivity

Respon apa sih yang kamu kasih ke lawan bicaramu ketika mereka sedang memiliki masalah kemudian bercerita denganmu?

Mungkin jawaban yang sering kali kamu berikan adalah “semangat lah jangan gampang nyerah”, “yaelah bersyukur masih banyak diluar sana yang punya masalah lebih berat”, “uda pikir positif aja kamu pasti bisa”, dan jawaban positif lainnya.

Apa kamu seperti itu?

Apakah jawaban tersebut menurutmu bagus untuk kamu sampaikan saat lawan bicaramu sedang ada masalah atau malah justru kebalikannya?

Bagi kamu yang mempunyai masalah, apakah jawaban tersebut malah justru membuatmu kecewa dan merasa beban yang dihadapi semakin berat?

Ya bener banget, memberi jawaban positif gak selalu membuat situasi menjadi positif juga. Tanpa kamu sadari bisa jadi efeknya malah negatif untuk lawan bicaramu. “Bukannya memberi semangat atau sekedar saran positif ketika lawan bicara memiliki masalah malah justru baik ya?”

Well, tidak sepenuhnya salah, tetapi yang perlu kamu perhatikan sebelum memberikan saran tersebut adalah apakah kamu sudah mengetahui permasalahannya secara detail dengan membiarkannya bercerita padamu tanpa kamu potong dengan memberi saran atau nasehat positifmu?

Kebanyakan dari kita memberikan saran-saran yang positif tanpa mengetahui akar permasalahannya atau selalu memberikan saran positif yang terkadang baik untuk kita pribadi tapi belum tentu baik untuk lawan bicaramu tanpa kamu sadari, coba pikirkan apakah dirimu seperti itu?

Jika kamu orang seperti itu maka kamu masuk dalam kategori “Toxic Positivity” dan selamat karena kamu berada pada artikel yang tepat dimana artikel ini akan membahas tentang mengenal “Toxic Positvity” dalam kehidupan.

Apa Itu Toxic Positivity?

Toxic Positivity sederhananya adalah kebiasaan yang membuat kamu selalu melihat suatu kondisi dari sisi positif apapun keadaannya, dimana pikiran negatif dalam dirimu berusaha untuk dihilangkan atau dimatikan dengan saran yang membangun seperti di atas. Padahal, tak jarang kamu malah akan semakin kesal dan muak ketika mendengarkan saran tersebut.

Saran-saran postif yang diterima oleh otakmu akan memaksa kamu untuk selalu berpikir positif terhadap berbagai situasi. Tentunya kondisi ini tidak baik karena otak akan secara tidak sadar terhipnotis dengan saran tersebut sehingga akan berdampak kepada kinerja otakmu yang akan merespon suatu masalah mungkin akan menjadi baik-baik saja. Hal ini cepat atau lambat bisa mematikan respon kewaspadaanmu terhadap situasi atau kondisi buruk yang akan menimpamu.

Memberikan kata positif kepada seseorang yang sedang memiliki suatu masalah bukan seketika menjadikan orang tersebut dapat berpikiran positif seperti apa yang kita harapkan. Menurut pernyataan Wood et.al (2009) dalam jurnalnya Psychological Science menyatakan bahwa memberikan kata-kata positif ke lawan bicara yang sedang terkena masalah dapat membuat lawan bicara merasa tidak dihargai dan dinilai sebagai sikap meremehkannya.

Efek yang ditimbulkan lainnya adalah respon emosi negatif dalam dirimu akan sebisa mungkin diredam dengan saran-saran positif seperti diatas yang perlahan akan menimbulkan gangguan kesehatan mental pada dirimu seperti stress berkepanjangan. Ini bisa muncul akibat rendahnya sensitivitas otak kita dalam mengatasi emosi negatif baik itu yang ditimbulkan dari rasa sedih ataupun kecewa yang membuat otak kita terus-menerus berpura-pura bahagia sepanjang waktu.

Baca Juga : Body Positivy Malah Jadi Toxic Positivy

Dampak dari Toxic Positivity

Melakukan toxic positivity bisa menimbulkan beberapa dampak mulai dari yang ringan sampai berat diantaranya sebagi berikut.

1. Membohongi diri sendiri

Kamu akan berusaha memupuk rasa bahagia dan bersikap positif yang semu, ketika ini dibiarkan kamu akan cepat atau lambat akan semakin memicu stress. Dilansir dari Psychology Today berusaha untuk menyangkal dan membohongi emosi negatif akan berdampak pada  membuat emosi menjadi jauh lebih besar.

2. Hubungan negatif dengan orang lain

Ketika kamu terus-menerus menjadi pendengar yang buruk dengan selalu memberikan saran-saran positif tanpa mengetahui akar permasalahan lawan bicaramu maka kamu akan cepat kehilangan kepercayaannya. Hubunganmu akan menjadi negatif dan kamu akan cepat ditinggalkan karena kamu dianggap toxic baginya.

3. Mengisolasi diri

Dengan bersikap denial pada rasa negatif yang dirimu alami secara tidak sadar kamu akan kehilangan koneksi dan kontrol terhadap dirimu sendiri. Tidak mengenali diri sendiri merupakan salah satu penyebab ketidakbahagiaan dalam hidup, membohongi diri sendiri juga akan mempersulit kamu dalam bersosialisasi kedepannya.

Baca Juga: Body Positivity Malah Jadi Toxic Positivity

4. Menimbulkan rasa tidak percaya diri

Berusaha membohongi diri sendiri membuat kamu akan merasa tidak percaya diri. Hal ini terjadi akibat perasaan malu yang timbul akibat toxic positivity yang kamu lakukan pada dirimu sendiri. Pelaku toxic positivity akan menyangkal emosi negatif yang ada pada dirinya di depan orang lain. Mereka akan sering berkata seperti “bagaimana jika orang tau bahwa aku seperti ini… apa yang akan mereka pikirkan”. Ketika emosi negatif ini meluap, kamu umumnya pasti akan merasa malu dan berusaha sembunyi dari keadaan.

5. Stress berkepanjangan

Pelaku toxic positivity dalam jangka panjang akan mengalami stress, hal ini terjadi akibat perasaan menyangkal emosi negatif yang ada pada dirinya menyebabkan buruknya pengelolaan stress yang ia miliki. Padahal dengan menerima emosi negatif tersebut membuat kamu lebih bisa mengendalikan diri sehingga mengoptimalkan sistem pengelolaan stress yang tubuh kamu miliki.

Cara Mengelola Stres (Stress Management) 

Cara Menghilangkan Sifat Toxic Positivity

Pelaku toxic positivity bisa terjadi dalam situasi apa saja, agar tidak berkepanjangan kamu menjadi individu yang mengalami sifat toxic positivity berikut cara mengatasinya.

1. Mengenali diri sendiri

Coba lebih bisa mengenal dan menerima diri sendiri karena dengan begitu kamu akan bisa perlahan menerima emosi negatif yang masuk kedalam dirimu atau bisa meredam agar tidak menularkan emosi negatif pada orang lain dengan saran-saran psoitif yang kamu berikan tanpa mengetahui akar masalah lawan bicaramu.

2. Identifikasi cara berpikir kognitif

Kamu perlu mengingat segala pikiran negatif itu tidak selamanya berarti buruk. Kamu harus bisa mencoba untuk membedakan dan mengidentifikasi pikiran negatif dalam dirimu. Salah satu contohnya adalah kamu selalu berpikiran negatif terhadap orang asing, hal ini bagus karena bisa meningkatkan kewaspadaanmu dalam berkegiatan tetapi kamu perlu ingat tidak semua orang asing itu jahat dan akan menyakitimu.

3. Ekspresikan bentuk emosi

Ketika memiliki masalah kamu pasti pernah tidak didengar atau tidak mendapatkan saran yang solutif baik itu dari teman, pasangan, hingga keluargamu sendiri. Maka cobalah saat itu untuk mengekspresikan emosi yang ada pada dirimu kedalam sesuatu yang positif seperti berolahraga, menggambar, hingga menulis karena dengan menulis aku pribadi bisa menuangkan segala rasa bentuk emosiku kedalam artikel yang bisa mengantarkanku menjadi juara tiga di kompetisi blog yang diadakan Satu Persen, mungkin buat kamu yang tertarik, bisa baca artikel “Pertanyaan Hati yang Sulit Dijawab Logika”

Kalau kamu semua masih ngerasa kesulitan untuk berubah, itu hal yang wajar banget kok. Satu Persen disini siap memberikan berbagai macam solusinya lewat layanan online konseling yang langsung ditangani oleh ahlinya.

Di konseling ini kamu bakal dapet tes psikologi untuk tau gambaran kondisi kamu saat ini. Lalu kamu juga akan dapet asesmen mendalam untuk mengenali alasan kesulitan untuk berubah. Diakhir kamu bakal dapet worksheet dan terapi yang bakal disesuaiin sama hasil tes dan asesmen supaya bisa ngebantu kamu.

Untuk daftar layanan konseling ini kamu bisa klik gambar berikut ini:

Satu-Persen-Artikel--30--6

Kalau kamu ingin mengetahui kondisi kesehatan mentalmu akhir-akhir ini, kamu juga bisa mencoba Tes Sehat Mental ini ya. Segitu dulu, akhir kata aku punya pesan buat kamu semua, hidup tak selamanya berjalan baik-baik saja maka tak mengapa sesekali merasakan hal yang tidak baik-baik saja mungkin saja itu rintangan dan cara agar kamu semakin kuat menjalani hidup.

Langsung tonton video Satu Persen di bawah ini terkait toxic positivity. Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari kita dengan follow instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Aku harap artikel ini bisa bermanfaat dan lewat membaca artikel ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Thanks!

Referensi

Joanne V. Wood, W.Q. Elaine Perunovic, John W. Lee. 2009. Positive  self-statments: power for some, peril of others. Psychological Science. https://doi.org/10.1111%2Fj.1467-9280.2009.02370.x.

Lukin, K. 2019. Psychology Today. Retrieved April 10, 2020, from Psychology Today Web site: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-man-cave/201908/toxic-positivity-dont-always-look-the-bright-side.

Read More
judi

Pengaruh Sosial Media Terhadap Self Esteem: Bikin Bahagia atau Menderita?

Pernah gak sih kamu semua Perseners yang membaca saat ini merasa sulit banget untuk bisa fokus, seakan tidak memiliki banyak waktu dalam menjalani hari, lelah secara mental maupun emosi akibat insecure maupun overthinking, dan sulit sekali untuk bisa tidur di malam hari, pernah?

Nah, di artikel kali ini aku akan membahas pengaruh media sosial terhadap tingkat self esteem mu, jadi baca sampai habis dan share ke semua temen-temenmu agar mereka mendapatkan manfaatnya.

Gejala diatas tadi mungkin saja terjadi akibat kamu kecanduan media sosial. Tak heran semakin berkembangnya teknologi pada saat ini, semakin banyak pula memunculkan berbagai macam platform media sosial. Hal itu berdampak pada bertambahnya pengguna media sosial.

Menurut hasil riset Wearesosial Hootsuite menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia pada Januari 2019 mencapai 150 juta pengguna atau 56% dari total populasi penduduk Indonesia, dan pada saat ini mungkin saja angka tersebut terus mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya pengguna media sosial maka makin bertambah pula penggunanya yang semakin cemas, insecure, sulit tidur, sulit fokus, dan berbagai macam gejala psikologis lainnya termasuk aku yang pernah mengalaminya.

Apakah kamu juga pernah mengalaminya?

Media sosial membuat aku secara pribadi menjadi susah fokus dan dampak terburuknya adalah membuatku menjadi sering membanding-bandingkan diriku dengan orang lain, hal ini bisa juga disebut dengan Self Comparison. Aku jadi sering banding-bandingin pencapaianku dengan teman-temanku yang seumuranku tapi mereka kok bisa memiliki prestasi dan karir sebegitu gemilangnya, kehidupan yang sebegitu indahnya, dan lainnya.

Sampai pada suatu waktu aku sering menganggap apa yang aku lakukan itu biasa-biasa saja karena diawal tadi yang melihat rentetan pencapaian teman-temanku dan membuatku menjadi drop. Saking sedihnya sampai-sampai pada suatu waktu jadi ingin menyerah.

Sampai pada akhirnya aku mengetahui bahwa media sosial memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Self Esteem atau dalam bahasa Indonesia berarti “Harga Diri” dalam hidupku. Aku menyadari bahwa kecanduan bermain media sosial membuat Self Esteem ku ini menjadi menurun ditambah ketika bermain media sosial saat situasi hati sedang tidak stabil maka hanya energi negatif lah yang akan aku konsumsi saat itu.

Self Esteem sendiri menurut Santrock (2007) adalah hasil evaluasi kita terhadap diri sendiri, hal ini termasuk dalam penilaian kita terhadap sesuatu yang kita kuasai dan  sesuatu yang kurang kita kuasai. Media sosial bisa menyebabkan self esteem rendah karena dengan menghabiskan banyak waktu untuk bermain media sosial membuat semakin besar pula peluang kamu untuk membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain atau self comparison.

Self comparison ini pun tidak selamanya berdampak buruk karena ada juga orang yang semakin semangat ketika melihat pencapaian dari orang lain, merasa tertantang dan akhirnya berkembang tetapi perlu kamu ketahui bahwa tidak semua orang memiliki sudut pandang seperti itu dan faktanya menyatakan bahwa semakin sering bermain media sosial membuat seseorang akan mudah terkena beragai macam gejala psikologis.

Selain menyebabkan sef esteem menjadi rendah pemakaian media sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan susah tidur dimana hal ini akan berdampak pada kesehatan dan tingkat produktivitasmu. Susah tidur ini diakibatkan oleh penggunaan ponsel atau laptopmu di jam-jam yang seharusnya kamu gunakan untuk beristirahat.

Menurut penelitian yang pernah aku baca, cahaya biru yang dihasilkan oleh gadget maupun laptop dapat menurunkan kurang lebih 20% kadar hormon melatonin dalam tubuh, dimana melatonin ini adalah zat alami yang dihasilkan tubuh yang membantu seseorang untuk tidur. Jadi jika ingin mudah tidur kamu harus menjauhi membuka gadget maupun laptopmu, karena menurut penelitian dari national geographic orang yang membuka gadget pada saat hendak tidur, maka sleep cycle nya akan tertunda selama kurang lebih 59 menit akibat terpapar cahaya biru tadi.

Photo by Miguel Bruna on Unsplash

7 Cara Meningkatkan Self Esteem

Buat kamu yang ngerasa punya self-esteem yang rendah karena selalu ngebanding-bandingin diri kamu sama orang lain melalui media sosial atau kita sebut itu tadi dengan term “Social Comparison”. Jangan khawatir! karena aku punya tujuag cara supaya kamu bisa meningkatkan (lagi) self-esteem kamu, penasaran? jangan kemana-mana yah:

1. Mengenal diri sendiri

Sederhana sekali memang tetapi banyak dari kamu pasti yang belum sepenuhnya mengenal dirimu sendiri akibatnya kamu jadi mudah sekali terbawa arus, mudah merasa insecure dan juga overthinking. Belajar mengenal diri sendiri lalu mencintai diri sendiri merupakan cara terbaik dan termudah untuk meningkatkan self-esteem mu. Selalu tanyakan pada dirimu apakah yang sebenernya kamu inginkan, apa yang kamu butuhkan, tujuan dan value apa yang sebenernya kamu miliki, sehingga ketika kamu mengetahuinya dirimu tak mudah untuk tenggelam dalam self-comparison ketika bermain media sosial.

2. STOP! melakukan self-comparison

Cara terbaik untuk meminimalisir self-comparison adalah dengan mengurangi bermain media sosial atau kamu bisa mencoba puasa media sosial. Ketika diawal tadi aku mengalami gejala-gejala psikologis akibat terlalu banyak bermain media sosial, aku mencoba terapi “puasa media sosial” selama satu bulan.

Dampak yang dirasakan sangat signifikan dimana energi positif lebih banyak aku rasakan, memiliki banyak waktu luang, dan terpenting aku bisa jadi lebih fokus untuk mencapai segala resolusiku saat itu. Ketika kamu tidak bisa langsung berhenti memainkan media sosial selama itu maka kamu bisa mencoba dalam seminggu bahkan sehari full dan coba rasakan perbedaannya, selamat mencoba.

3. Merawat diri

Misal jika kamu saat ini adalah seorang pekerja ataupun mahasiswa/pelajar kamu bisa mengurangi berpergian keluar rumah untuk nongkrong dan lainnya ketika memiliki waktu luang, coba sempatkan untuk “me-time” dirumah dengan beristirahat secara cukup, menonton film, melakukan kegiatan yang ingin sekali kamu kerjakan, melakukan olahraga, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Merawat diri ini akan mengisi ulang daya tubuhmu ketika seharian kemarin lelah bekerja, sehingga akan berdampak pada meningkatnya self-esteem dirimu saat kembali menjalankan rutinitas.

4. Menyusun tujuan hidup

Agar kamu tidak mudah terbawa arus, mudah insecure dan juga overthinking, kamu harus mulai memiliki pondasi yang kuat dalam hidup yaitu kamu harus memiliki tujuan hidup. Menemukan tujuan hidup ini kamu bisa memakai strategi SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant and Timebound). Ketika kamu susah untuk bisa menemukan tujuan hidupmu ini, kamu bisa banget langsung mengikuti layanan online konseling dan mentoring dari Satu Persen. Dimana kamu bisa bertanya terkait tujuan hidup atau masalah seputarannya langsung pada ahlinya di Satu Persen.

5. Challenge diri sendiri

Cobalah untuk keluar dari “comfort zone” agar kamu bisa mengaktifkan naluri bertahan-mu, karena menurutku ketika kamu berada di situasi yang sulit maka kemampuan kreatif, keberanian mengambil keputusan, dan lainnya seiring dengan berjalannya waktu akan cepat muncul. Sehingga kamu bisa lebih berdampak dan menghargai segala keputusan yang kamu ambil sendiri.

6. Mencoba life-style baru

Sekali-sekali mencoba sesuatu hal baru terlebih sesuatu yang tidak kamu sukai dan sesuatu yang belum pernah kamu lakukan maka kelak dengan berjalannya waktu kamu bisa mengetahui seberapa besar kapasitasmu, sehingga kamu tidak mudah untuk self comparison dan bisa meningkatkan self-esteem mu. Bisa mulai dengan bangun pagi, lakukan hal yang sering kamu tunda-tunda, kerjakan kegiatan yang mungkin sering kamu hindari tetapi kelak memiliki dampak terbaik untuk dirimu sendiri.

7. Berbuat baik pada sesama

Prinsipku adalah apa yang kamu lakukan maka itulah yang akan kamu dapatkan, ketika kamu berbuat baik terhadap orang lain maka kelak kamu juga akan diperlakukan baik oleh orang lain. Coba berbuat ramah, baik kepada orang yang baru kamu kenal, bisa jadi orang tersebut akan memiliki dampak yang besar di hidupmu. Tetapi tetap utamakan kehati-hatian dalam berbuat baik, agar tidak disalah gunakan oleh orang lain. Apalagi diberi harapan lalu ditinggal begitu saja kan tidak enak hehe, pernah merasakan?

Segitu dulu dari aku, akhir kata aku mau mengingatkan self-esteem itu memang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal tetapi yang perlu kamu sadari bahwa yang hanya bisa kamu kendalikan adalah faktor internal yaitu dirimu sendiri. Banyak sekali faktor eksternal yang tidak bisa kamu kendalikan, maka jangan terlalu kamu pikirkan agar tidak membuang-buang energi positifmu.

Kalau kamu kesulitan meningkatkan self-esteem sehingga mengganggu kehidupanmu sehari-hari, kamu bisa mencoba konsultasi dengan psikolog. Satu Persen menyediakan layanan konseling one-on-one sehingga kamu bisa leluasa menceritakan masalahmu tanpa takut dihakimi. Kalau kamu ingin mengetahui kondisi kesehatan mentalmu belakangan ini, kamu bisa mencoba Tes Sehat Mental yang disediakan gratis oleh Satu Persen.

Kalau kamu tertarik untuk mengetahui lebih lanjut seputar “self esteem”, tonton video Satu Persen di bawah ini. Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari kita dengan follow instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Supaya kamu bisa mengetahui promo-promo menarik dari berbagai layanan yang ada di Satu Persen. Aku harap lewat membaca tulisan ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Thanks!

Referensi

https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2019/

https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/08/science-of-sleep/

Santrock, John W. 2007. Remaja, Edisi Kesebelas. Jakarta (ID) : Erlangga.

Sumber gambar:

https://unsplash.com/photos/TzVN0xQhWaQ

Read More
judi

Pesan WhatsApp Bikin Cemas? Kenali WhatsApp Anxiety dan Cara Mengatasi

kenali apa itu whatsapp anxiety
Satu Persen – Whatsapp Anxiety

Halo, Perseners! How’s life? Balik lagi dengan aku, Anggi, Part-time Blog Writer Satu Persen.

Siapa sih yang nggak tahu WhatsApp atau yang biasa disingkat WA? Dengan jumlah pengguna lebih dari 2 milyar dan 69 juta pesan yang dikirim setiap menitnya, WhatsApp sukses menjadi aplikasi chatting terpopuler nomor satu di dunia. Apalagi semejak pandemi COVID-19 melanda dunia. Komunikasi face to face mau nggak mau beralih ke digital.

Di Indonesia sendiri, pengguna WhatsApp setidaknya mencapai 68 juta pengguna. Hal ini nggak mengejutkan, melihat berbagai macam kemudahan yang ditawarkan aplikasi chatting yang satu ini. Bahkan, WhatsApp mungkin bisa dianggap sebagai aplikasi yang wajib terunduh  di HP semua orang.

Baca Juga: Pandemi Menyebabkan Gangguan Psikologis Ini Muncul!

kenali whatsapp anxiety
Source: MEME

Seperti yang kita tahu bersama, WA secara nggak langsung jadi medium utama untuk kerja dan sekolah dari rumah sejak berlakunya lockdown. Meski memudahkan berjalannya sistem work from home (WFH) dan school from home (SFH), sadar nggak sih kalau ada juga dampak buruknya?

Iya, WhatsApp bisa membuat sebagian orang kecanduan untuk mengirim pesan atau mungkin ketakutan saat menerima pesan. Inilah kondisi yang kini sering disebut sebagai WhatsApp Anxiety.

Nah, melalui blog ini, aku akan coba menjelaskan lebih dalam mengenai perasaan cemas yang ditimbulkan oleh aplikasi WhatsApp dan bagaimana cara mengatasinya. Jadi, simak terus, ya ulasannya!

Alasan Pesan WhatsApp Bikin Cemas, Kok Bisa?

alasan whatsapp bikin cemas
Source: Meme Generator

Semakin terbatasnya kegiatan di luar rumah berarti semakin banyak orang yang menggunakan aplikasi chatting. Pesan teks yang bersifat kasual dan cepat membuatnya lebih digemari daripada email. Pada akhir Maret 2020, misalnya, WhatsApp telah melaporkan lonjakan pengguna sebanyak 40%.

Berkat kehadiran teknologi digital seperti Zoom, Slack, dan WhatsApp, kita bisa merasakan suasana pandemi yang nggak begitu sepi. Bahkan, pekerjaan yang tadinya harus dilakukan di kantor, kini bisa dilakukan di mana aja.

Tapi, kemudahan dan keramaian yang dihadirkan dari aplikasi ngobrol seperti WhatsApp, nyatanya bisa bikin sebagian penggunanya merasa stres dan cemas, lho.

Baca Juga: Tips Menjaga Kesehatan Mental Saat Pandemi

Pada dasarnya, WhatsApp anxiety adalah kondisi di mana kamu merasa kecemasan yang berlebih saat mendengar notifikasi WhatsApp di handphone-mu. Nah, apa sih penyebabnya?

1. Anggapan bahwa membaca berarti membalas saat itu juga

Menurut Elias Aboujaoude, seorang psikiater di Stanford University, salah satu alasan WhatsApp dapat menimbulkan stres adalah karena adanya anggapan bahwa membaca pesan berarti membalasnya saat itu juga.

Bersamaan dengan ini, rasa bersalah akan muncul ketika kita telat membalas pesan. Rasanya seperti kita telah melanggar peraturan nggak tertulis dalam berkomunikasi secara online. Padahal, cepat atau lambatnya membalas sebuah pesan dibalas itu bebas tergantung keputusan kita.

2. Ketidakmampuan melihat reaksi penerima

Peraturan yang nggak tertulis ini bukan cuma menimbulkan rasa bersalah bagi penerima pesan, tapi juga rasa takut dan cemas bagi pengirimnya.

Saat dua centang biru telah terpampang di laman obrolan tanpa balasan, asumsi-asumsi negatif kerap muncul. Kamu mungkin akan menerka-nerka seperti: “mengapa pesanku nggak dibalas?”, “Apakah aku sedang diabaikan?” atau “apakah aku benar-benar nggak penting sampai pesanku cuma dibaca?”

tidak mampu melihat reaksi
Source: Know Your Meme

Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Isabella Venour, seorang Mindset & Marketing Coach. Dalam percakapan digital, sering kali reaksi yang diharapkan dari seseorang itu nggak jelas.

Apakah kamu sudah memberikan reaksi yang diharapkan atau memberikan emoji yang tepat? Kamu nggak mungkin bisa menebak hal ini karena kamu nggak mendengar nada bicara yang mengirim pesan, atau bahkan melihat ekspresi wajah dan tubuh mereka. Akibatnya, hal ini bisa menimbulkan salah tafsir serta WhatsApp anxiety.

3. Terlalu banyak pesan yang diterima

Grup di WhatsApp memang berguna banget lho, Perseners. Kita jadi bisa ngobrol langsung sama banyak orang di satu laman chat.

Tapi, ada saatnya jumlah pesan yang masuk itu banyaknya nggak kira-kira. Setiap anggota kejar-kejaran untuk membalas pesan yang ada. Saat HP-mu ditinggal sebentar, tau-tau udah ada ratusan notifikasi dari grup kerja, temen SD, geng SMA, atau keluarga yang belum terbaca.

terlalu banyak menerima pesan
Source: MEME

Perasaan tertinggal seketika menyelinap di hati kamu. Satu sisi kamu nggak enak untuk mengabaikan, tapi di sisi lain kamu bingung harus mulai balas dari mana. Akhirnya, perasaan kamu jadi campur aduk dan jadi lelah pikiran sendiri karena ini. Dan ini secara nggak langsung bisa menimbulkan WhatsApp anxiety.

Coba juga: Tes Overthinking (Rumination)

4. Notifikasi soal pekerjaan yang nggak ada habisnya

Kerja di rumah atau work from home (WFH) membuat waktu kerja beberapa perusahaan jadi lebih fleksibel. Enaknya, kamu nggak perlu nunggu pukul 12 siang untuk istirahat. Tapi, nggak enaknya waktu ngomongin pekerjaan jadi nggak ada batasan.

Nah, bunyi notifikasi pesan masuk yang dulunya adalah hal yang nggak terlalu diperhatikan, sekarang bisa menjadi sumber ketakutan seseorang dengan WhatsApp anxiety.

Misalnya, saat ada notif WhatsApp kamu jadi cemas dan ketakutan sendiri. Kamu pikir itu chat dari bos kamu yang menanyakan progress pekerjaan. Padahal, bisa aja itu pesan dari temanmu atau keluarga, tapi pikiranmu malah udah berkelana ke mana-mana duluan.

Cara Mengatasi WhatsApp Anxiety

Saat rasa cemas akan notifikasi WhatsApp yang nggak ada habisnya, ada beberapa cara mengatasi WhatsApp anxiety:

1.Mematikan notifikasi di waktu tertentu

Coba hitung berapa banyak grup di WhatsApp kamu? Pasti nggak sedikit kan? WAG atau WhatsApp Group mungkin adalah fitur terbaik WhatsApp. Berkat adanya grup, komunikasi kita dengan banyak orang jadi gampang. Tapi nggak cuma itu, WAG juga bikin pesan yang masuk jadi lebih banyak.

mematikan notifikasi
Source: MEME

Bahkan, nggak sedikit orang yang suka kirim pesan atau thread nggak penting. Kalau udah gini, mematikan notifikasi di waktu-waktu tertentu adalah pilihan yang tepat. Metode ini bisa bantu untuk mengatasi WhatsApp anxiety karena overwhelmed dengan banyaknya notifikasi yang masuk.

Kamu nggak perlu meninggalkan grup itu, cukup mute notifikasinya di waktu-waktu tertentu. Misalnya, saat kamu akan tidur di malam hari, waktu istirahat kerja di siang hari, atau mungkin disaat hari libur kerja. Demikian, ini nggak cuman bikin HP kamu jadi lebih tenang, tapi juga bantu kamu untuk nggak terus-terusan fokus membalas pesan di WhatsApp.

2. Memahami bahwa membalas pesan juga butuh waktu

Asumsi “kalau kamu punya waktu untuk membaca pesan ini, berarti kamu juga punya waktu untuk membalasnya” Itu sangat salah. Ingat bahwa kamu nggak bisa mengontrol orang lain, dan sebaliknya orang lain nggak bisa mengontrol kamu.

Baca pesan WhatsApp emang cuma butuh waktu beberapa detik atau menit,  tapi membalasnya kadang membutuhkan waktu yang nggak sebentar, apalagi kalau urusan pekerjaan.

Banyak alasan bagi tiap-tiap orang untuk nggak langsung membalas pesan. Jadi, kamu jangan merasa terbebani atau cemas saat pesanmu baru dibaca.

Saat dibombardir dengan pesan oleh teman atau rekan kerja, kamu bisa coba jelaskan dulu alasan kenapa kamu nggak bisa langsung membalas. Karena bisa aja kamu memang lagi ada urusan, masih berpikir, atau sedang beristirahat.

membalas pesan butuh waktu
Source: The Daily Edge

3. Selalu ada alasan di balik pesan yang diabaikan

Temanmu nggak merespon meskipun kamu melihat bahwa dia sedang online beberapa detik yang lalu? Atau temanmu online tapi tetap nggak membaca pesan kamu?

Situasi ini membuat kamu mungkin jadi berburuk sangka. Padahal bisa aja temanmu itu nggak sengaja mengabaikan pesanmu. Mungkin dia lagi nyetir, sedang berbicara dengan orang, atau alasan-alasan lainnya. Cukup pahami bahwa pasti ada alasan kenapa temanmu nggak kunjung membaca atau membalas pesanmu.

ada alasan di balik pesan yang diabaikan
Source: Zula.sg

Namun, apabila situasi kayak gini sering dialami, tentu ini bisa melelahkan banget. Jadi, mari coba menghindarinya dengan mematikan fitur ‘Last Seen’ di WhatsApp kamu.

Tapi, jika pesanmu benar-benar penting dan butuh jawaban saat itu juga, akan lebih baik kamu menelepon dibanding hanya mengirim pesan, ya.

Konsultasikan Rasa Cemasmu ke Psikolog Profesional

Itulah penjelasan mengenai WhatsApp anxiety. Nah, kalau mau mengalami cemas yang berlebihan setiap kali melihat notifikasi WhatsApp, kamu bisa coba bicarakan hal ini dengan psikolog-psikolog ahli di Satu Persen. Nantinya, kamu juga akan mendapatkan berbagai macam tes seperti kepribadian, kesehatan mental, dan minat karir. Tes-tes ini membantu banget supaya kamu semakin memahami dirimu sendiri.

Caranya dengan klik gambar di bawah ini:

CTA-Blog-Post-06-1-16

Pesan WhatsApp yang tak kunjung dibalas kadang juga bisa bikin overthinking. Selain konseling di Satu Persen, kamu juga bisa cari tahu lebih banyak cara hidup tanpa overthinking (+ insecure) dari Peter Parker alias Mr. Spider-Man dengan menyaksikan video YouTube Satu Persen yang satu ini, nih!

Oke, sekian dulu dari aku Anggi, Part-time Blog Writer di Satu Persen. Semoga artikel ini bermanfaat, dan jangan lupa ikuti terus sosial media Satu Persen untuk mendapatkan informasi seputar kesehatan mental dan produktivitas lainnya, ya Perseners! Bye, bye 😀

Source:

  • Moss, Rache. (2021). Group Chats Making You Anxious? Us, Too. Here’s How To Manage Them. HuffPost. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.huffpost.com/archive/in/entry/manage-group-chats_in_5e7c6146c5b6cb08a9283504
  • Moodistory. (2021). 5 Important WhatsApp Settings Against Stress. Retrieved, 01 February 2022, from https://moodistory.com/2021/06/08/5-important-whatsapp-settings-against-stress/
  • Lufkin, Bryan. (2021). How texting makes stress worse. BBC. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.bbc.com/worklife/article/20210129-how-texting-makes-stress-worse
  • Johnston, Leah. (n, d). Is WhatsApp making you anxious?.Hyve. Retrieved, 01 February 2022, from  https://www.hyve.com/insights/is-whatsapp-making-you-anxious/
  • Iqbal, Mansoor. (2022). WhatsApp Revenue and Usage Statistics (2022). Business of Apps. Retrieved, 01 February 2022, from https://www.businessofapps.com/data/whatsapp-statistics/
Read More