putinvzrivaetdoma.org

media online informasi mengenai game online tergacor di tahun 2023

Atau

judi

Pengaruh Sosial Media Terhadap Self Esteem: Bikin Bahagia atau Menderita?

Pernah gak sih kamu semua Perseners yang membaca saat ini merasa sulit banget untuk bisa fokus, seakan tidak memiliki banyak waktu dalam menjalani hari, lelah secara mental maupun emosi akibat insecure maupun overthinking, dan sulit sekali untuk bisa tidur di malam hari, pernah?

Nah, di artikel kali ini aku akan membahas pengaruh media sosial terhadap tingkat self esteem mu, jadi baca sampai habis dan share ke semua temen-temenmu agar mereka mendapatkan manfaatnya.

Gejala diatas tadi mungkin saja terjadi akibat kamu kecanduan media sosial. Tak heran semakin berkembangnya teknologi pada saat ini, semakin banyak pula memunculkan berbagai macam platform media sosial. Hal itu berdampak pada bertambahnya pengguna media sosial.

Menurut hasil riset Wearesosial Hootsuite menyatakan bahwa pengguna media sosial di Indonesia pada Januari 2019 mencapai 150 juta pengguna atau 56% dari total populasi penduduk Indonesia, dan pada saat ini mungkin saja angka tersebut terus mengalami peningkatan. Dengan bertambahnya pengguna media sosial maka makin bertambah pula penggunanya yang semakin cemas, insecure, sulit tidur, sulit fokus, dan berbagai macam gejala psikologis lainnya termasuk aku yang pernah mengalaminya.

Apakah kamu juga pernah mengalaminya?

Media sosial membuat aku secara pribadi menjadi susah fokus dan dampak terburuknya adalah membuatku menjadi sering membanding-bandingkan diriku dengan orang lain, hal ini bisa juga disebut dengan Self Comparison. Aku jadi sering banding-bandingin pencapaianku dengan teman-temanku yang seumuranku tapi mereka kok bisa memiliki prestasi dan karir sebegitu gemilangnya, kehidupan yang sebegitu indahnya, dan lainnya.

Sampai pada suatu waktu aku sering menganggap apa yang aku lakukan itu biasa-biasa saja karena diawal tadi yang melihat rentetan pencapaian teman-temanku dan membuatku menjadi drop. Saking sedihnya sampai-sampai pada suatu waktu jadi ingin menyerah.

Sampai pada akhirnya aku mengetahui bahwa media sosial memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Self Esteem atau dalam bahasa Indonesia berarti “Harga Diri” dalam hidupku. Aku menyadari bahwa kecanduan bermain media sosial membuat Self Esteem ku ini menjadi menurun ditambah ketika bermain media sosial saat situasi hati sedang tidak stabil maka hanya energi negatif lah yang akan aku konsumsi saat itu.

Self Esteem sendiri menurut Santrock (2007) adalah hasil evaluasi kita terhadap diri sendiri, hal ini termasuk dalam penilaian kita terhadap sesuatu yang kita kuasai dan  sesuatu yang kurang kita kuasai. Media sosial bisa menyebabkan self esteem rendah karena dengan menghabiskan banyak waktu untuk bermain media sosial membuat semakin besar pula peluang kamu untuk membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain atau self comparison.

Self comparison ini pun tidak selamanya berdampak buruk karena ada juga orang yang semakin semangat ketika melihat pencapaian dari orang lain, merasa tertantang dan akhirnya berkembang tetapi perlu kamu ketahui bahwa tidak semua orang memiliki sudut pandang seperti itu dan faktanya menyatakan bahwa semakin sering bermain media sosial membuat seseorang akan mudah terkena beragai macam gejala psikologis.

Selain menyebabkan sef esteem menjadi rendah pemakaian media sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan susah tidur dimana hal ini akan berdampak pada kesehatan dan tingkat produktivitasmu. Susah tidur ini diakibatkan oleh penggunaan ponsel atau laptopmu di jam-jam yang seharusnya kamu gunakan untuk beristirahat.

Menurut penelitian yang pernah aku baca, cahaya biru yang dihasilkan oleh gadget maupun laptop dapat menurunkan kurang lebih 20% kadar hormon melatonin dalam tubuh, dimana melatonin ini adalah zat alami yang dihasilkan tubuh yang membantu seseorang untuk tidur. Jadi jika ingin mudah tidur kamu harus menjauhi membuka gadget maupun laptopmu, karena menurut penelitian dari national geographic orang yang membuka gadget pada saat hendak tidur, maka sleep cycle nya akan tertunda selama kurang lebih 59 menit akibat terpapar cahaya biru tadi.

Photo by Miguel Bruna on Unsplash

7 Cara Meningkatkan Self Esteem

Buat kamu yang ngerasa punya self-esteem yang rendah karena selalu ngebanding-bandingin diri kamu sama orang lain melalui media sosial atau kita sebut itu tadi dengan term “Social Comparison”. Jangan khawatir! karena aku punya tujuag cara supaya kamu bisa meningkatkan (lagi) self-esteem kamu, penasaran? jangan kemana-mana yah:

1. Mengenal diri sendiri

Sederhana sekali memang tetapi banyak dari kamu pasti yang belum sepenuhnya mengenal dirimu sendiri akibatnya kamu jadi mudah sekali terbawa arus, mudah merasa insecure dan juga overthinking. Belajar mengenal diri sendiri lalu mencintai diri sendiri merupakan cara terbaik dan termudah untuk meningkatkan self-esteem mu. Selalu tanyakan pada dirimu apakah yang sebenernya kamu inginkan, apa yang kamu butuhkan, tujuan dan value apa yang sebenernya kamu miliki, sehingga ketika kamu mengetahuinya dirimu tak mudah untuk tenggelam dalam self-comparison ketika bermain media sosial.

2. STOP! melakukan self-comparison

Cara terbaik untuk meminimalisir self-comparison adalah dengan mengurangi bermain media sosial atau kamu bisa mencoba puasa media sosial. Ketika diawal tadi aku mengalami gejala-gejala psikologis akibat terlalu banyak bermain media sosial, aku mencoba terapi “puasa media sosial” selama satu bulan.

Dampak yang dirasakan sangat signifikan dimana energi positif lebih banyak aku rasakan, memiliki banyak waktu luang, dan terpenting aku bisa jadi lebih fokus untuk mencapai segala resolusiku saat itu. Ketika kamu tidak bisa langsung berhenti memainkan media sosial selama itu maka kamu bisa mencoba dalam seminggu bahkan sehari full dan coba rasakan perbedaannya, selamat mencoba.

3. Merawat diri

Misal jika kamu saat ini adalah seorang pekerja ataupun mahasiswa/pelajar kamu bisa mengurangi berpergian keluar rumah untuk nongkrong dan lainnya ketika memiliki waktu luang, coba sempatkan untuk “me-time” dirumah dengan beristirahat secara cukup, menonton film, melakukan kegiatan yang ingin sekali kamu kerjakan, melakukan olahraga, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Merawat diri ini akan mengisi ulang daya tubuhmu ketika seharian kemarin lelah bekerja, sehingga akan berdampak pada meningkatnya self-esteem dirimu saat kembali menjalankan rutinitas.

4. Menyusun tujuan hidup

Agar kamu tidak mudah terbawa arus, mudah insecure dan juga overthinking, kamu harus mulai memiliki pondasi yang kuat dalam hidup yaitu kamu harus memiliki tujuan hidup. Menemukan tujuan hidup ini kamu bisa memakai strategi SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant and Timebound). Ketika kamu susah untuk bisa menemukan tujuan hidupmu ini, kamu bisa banget langsung mengikuti layanan online konseling dan mentoring dari Satu Persen. Dimana kamu bisa bertanya terkait tujuan hidup atau masalah seputarannya langsung pada ahlinya di Satu Persen.

5. Challenge diri sendiri

Cobalah untuk keluar dari “comfort zone” agar kamu bisa mengaktifkan naluri bertahan-mu, karena menurutku ketika kamu berada di situasi yang sulit maka kemampuan kreatif, keberanian mengambil keputusan, dan lainnya seiring dengan berjalannya waktu akan cepat muncul. Sehingga kamu bisa lebih berdampak dan menghargai segala keputusan yang kamu ambil sendiri.

6. Mencoba life-style baru

Sekali-sekali mencoba sesuatu hal baru terlebih sesuatu yang tidak kamu sukai dan sesuatu yang belum pernah kamu lakukan maka kelak dengan berjalannya waktu kamu bisa mengetahui seberapa besar kapasitasmu, sehingga kamu tidak mudah untuk self comparison dan bisa meningkatkan self-esteem mu. Bisa mulai dengan bangun pagi, lakukan hal yang sering kamu tunda-tunda, kerjakan kegiatan yang mungkin sering kamu hindari tetapi kelak memiliki dampak terbaik untuk dirimu sendiri.

7. Berbuat baik pada sesama

Prinsipku adalah apa yang kamu lakukan maka itulah yang akan kamu dapatkan, ketika kamu berbuat baik terhadap orang lain maka kelak kamu juga akan diperlakukan baik oleh orang lain. Coba berbuat ramah, baik kepada orang yang baru kamu kenal, bisa jadi orang tersebut akan memiliki dampak yang besar di hidupmu. Tetapi tetap utamakan kehati-hatian dalam berbuat baik, agar tidak disalah gunakan oleh orang lain. Apalagi diberi harapan lalu ditinggal begitu saja kan tidak enak hehe, pernah merasakan?

Segitu dulu dari aku, akhir kata aku mau mengingatkan self-esteem itu memang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal tetapi yang perlu kamu sadari bahwa yang hanya bisa kamu kendalikan adalah faktor internal yaitu dirimu sendiri. Banyak sekali faktor eksternal yang tidak bisa kamu kendalikan, maka jangan terlalu kamu pikirkan agar tidak membuang-buang energi positifmu.

Kalau kamu kesulitan meningkatkan self-esteem sehingga mengganggu kehidupanmu sehari-hari, kamu bisa mencoba konsultasi dengan psikolog. Satu Persen menyediakan layanan konseling one-on-one sehingga kamu bisa leluasa menceritakan masalahmu tanpa takut dihakimi. Kalau kamu ingin mengetahui kondisi kesehatan mentalmu belakangan ini, kamu bisa mencoba Tes Sehat Mental yang disediakan gratis oleh Satu Persen.

Kalau kamu tertarik untuk mengetahui lebih lanjut seputar “self esteem”, tonton video Satu Persen di bawah ini. Jangan lupa buat terus pantengin informasi dari kita dengan follow instagram Satu Persen di @satupersenofficial. Supaya kamu bisa mengetahui promo-promo menarik dari berbagai layanan yang ada di Satu Persen. Aku harap lewat membaca tulisan ini bisa membuat kamu berkembang menjadi lebih baik, seenggaknya Satu Persen setiap harinya. Thanks!

Referensi

https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2019/

https://www.nationalgeographic.com/magazine/2018/08/science-of-sleep/

Santrock, John W. 2007. Remaja, Edisi Kesebelas. Jakarta (ID) : Erlangga.

Sumber gambar:

https://unsplash.com/photos/TzVN0xQhWaQ

Read More
judi

Cara Mengatasi FOMO atau Fear of Missing Out, Kenali Penyebab FOMO

cara mengatasi fomo
Satu Persen – Cara Mengatasi FOMO atau Fear of Missing Out

Media sosial kayaknya udah jadi “santapan” rutin buat banyak orang, ya. Susah kalo satu hari aja gak liat perkembangan berita lewat media sosial. Takut nanti dibilang gak update dan gak bisa ikut nimbrung bareng temen-temen.

Karena teknologi sekarang udah canggih banget, persebaran informasi juga super cepet banget. Semua informasi bisa didapat dari satu benda kecil, yaitu ponsel. Ya, ponsel udah jadi barang wajib yang harus dibawa. Bahkan, gak sedikit yang lebih milih ketinggalan dompet daripada ketinggalan ponsel.

Perseners, kalo kalian ngerasain juga kaya kondisi di atas itu, mungkin kalian lagi ngalamin yang namanya sindrom FOMO (Fear of Missing Out). Banyak yang bilang kalo sindrom ini adalah banyak dialami generasi milenial. Tapi, kalian tau gak sih FOMO itu apa? Terus dampaknya apa?

Oke, kali ini aku, Fifi, Part-time Blog Writer di Satu Persen bakal jelasin lebih lanjut ke kalian. Jadi, baca konten ini sampai habis, ya.

sindrom FOMO
Cr. Vecteezy.com

Baca Juga: Pengaruh Sosial Media Terhadap Self Esteem

Apa Itu FOMO?

FOMO atau Fear of Missing Out adalah sindrom yang membuat seseorang merasa takut dan khawatir ketinggalan tren yang sedang ramai terjadi. Sindrom ini sebenarnya bukan hanya sebatas kekhawatiran mengikuti tren di sosial media.

Semua aspek kehidupan yang membuat seseorang merasa khawatir tertinggal atau kurang update bisa termasuk dalam sindrom ini. Aktivitas sosial, status sosial, pekerjaan, dan kondisi lainnya. Tapi, sindrom ini berpotensi menjadi lebih parah dengan penggunaan sosial media yang berlebihan.

Fear of missing out pertama kali dikenalkan oleh profesor dari Oxford University, Dr. Andrew K. Przybylski, pada tahun 2013. Menurutnya, penyebab utama seseorang mengalami sindrom ini adalah perasaan tidak puas dan tidak bahagia dengan dirinya sendiri. Tidak hanya remaja, siapapun bisa mengalaminya.

Penyebab FOMO

Menurut psikolog klinis, Lauren Hazzouri, fear of missing out mendorong seseorang untuk selalu memenuhi standar lingkungannya. Ini membuat seseorang mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.

Contoh, ada teman yang mengajak minum kopi di kafe. Tanpa pikir panjang kita setuju untuk ikut karena khawatir akan ada momen seru yang terlewat kalau kita tidak ikut.

Menurut Lauren, orang yang punya gangguan kecemasan atau depresi kemungkinan besar bisa mengalami FOMO. Tapi, perasaan rendah diri dan tidak bahagia adalah kontributor utama. Orang yang merasa rendah diri berlebihan jadi seolah perlu menunjukkan eksistensinya pada lingkungan untuk menunjukkan bahwa mereka bahagia atau berguna.

penyebab fomo
Cr. Freepik.com

Sebaliknya, orang yang cukup bahagia dengan rasa percaya diri yang tinggi tidak perlu menunjukkan pada siapa pun bahwa mereka benar-benar bahagia. Meski tidak terlihat oleh siapapun, mereka tetap tidak kehilangan rasa bahagia.

apa penyebab FOMO
Cr. Memecrunch.com

Mereka yang mengalami FOMO juga cenderung lebih “konsumtif” terhadap sosial media. Sosial media bertujuan sebagai pelarian atas rasa kurang bahagia. Sering kali pelarian ini justru membuat mereka semakin merasa rendah diri. Karena melihat postingan teman yang punya kehidupan “sempurna” yang memunculkan rasa rendah diri dan iri.

Akibatnya, FOMO mendorong seseorang untuk membagikan kehidupan pribadinya ke media sosial dengan sedemikian rupa supaya terlihat seolah-olah lebih wow dan tidak kalah hebat dari orang lain. Dengan begini mereka akan merasa lebih berharga, lebih puas, dan lebih bahagia. Padahal, yang mereka bagikan lewat media sosial belum tentu benar-benar mereka rasakan.

Baca Juga: Buat Kamu yang Kecanduan Media Sosial (Tips Melakukan Detoks Sosmed)

Bagaimana Cara Mengatasi FOMO?

1. Fokus pada kelebihanmu

Hal pertama yang perlu kamu sadari adalah bahwa kamu sama seperti orang lain. Kamu juga punya sisi kelam dan sisi bahagia. Bersyukur dan fokus pada apa yang sudah kamu punya bisa meredam rasa iri dan cemas.

Dalam menggunakan media sosial, kamu bisa coba untuk lebih selektif mengikuti dan melihat akun lain. Coba beranikan untuk unfollow mereka yang menurutmu membuat kamu merasa FOMO.

Selain unfollow, mungkin kamu bisa belajar untuk lebih bersikap suportif. Dari pada merasa minder dengan postingan teman, kamu bisa coba untuk memberi respon positif sebagai tanda kalau kamu juga ikut senang dengan pencapaian mereka. Jadi, kamu bisa melihat media sosial dari perspektif yang lebih positif.

Masih bingung sama kelebihan diri sendiri? Yuk coba ikuti Tes Superpower Check ini. Mungkin kamu bisa menemukan jawaban yang tepat, nih.

2. Batasi penggunaan media sosial

batasi media sosial
Cr. Freepik.com

Meskipun FOMO bukan hanya tentang sosial media, tapi peran sosmed cukup besar dalam membuat seseorang menjadi FOMO. Dengan membatasi penggunaan sosial media, kamu tidak perlu lagi melihat hal-hal yang kurang penting. Kamu bisa mulai belajar fokus dan memperhatikan lingkungan sekelilingmu saja.

3. Bangun koneksi

Daripada sibuk untuk terus membandingkan diri dengan orang lain secara online, sebaiknya kamu coba untuk melebarkan relasi. Dengan bergaul secara real, kamu justru bisa tahu apa yang benar-benar mereka alami dan rasakan. Apa yang mereka alami dibalik sosial medianya. Jadi, kamu bisa pertimbangkan kalau kamu mau merasa iri dengan kehidupan mereka.

4. Ubah Persepsi

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa fear of missing out merupakan salah satu bentuk pemikiran distorsi. Pemikiran distorsi adalah pola pikir irasional yang dapat menyebabkan depresi dan gangguan mental lainnya. Contohnya, kamu bisa saja punya pikiran bahwa teman-temanmu membicarakan kekuranganmu ketika mereka berkumpul tanpa kamu.

Untuk mengubah pikiran distorsi menjadi pikiran yang positif, kamu perlu melakukan langkah ekstra. Jika memang diperlukan, kamu bisa “puasa” sosial media selama beberapa waktu. Kamu juga perlu mengontrol pikiranmu agar tidak memikirkan hal-hal negatif yang tidak penting. Terakhir, kamu bisa mempertimbangkan untuk mencari bantuan profesional.

Layanan mentoring di Satu Persen mungkin bisa jadi salah satu pilihan. Mentor di Satu Persen adalah para lulusan S1 psikologi yang sudah mendapatkan pelatihan untuk membantu permasalahan semacam ini. Dengan konsultasi bareng mentor, kamu akan dibantu untuk mencari solusi yang terbaik atas masalahmu.

Selain curhat bareng mentor, kamu juga bisa mendapatkan fasilitas psikotes yang bisa membantu kamu untuk lebih mengenal diri. Kamu bisa langsung klik banner di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.

CTA-Blog-Mentoring-5-5

Kalo kamu masih penasaran buat tahu lebih banyak lagi tentang topik FOMO ini, kamu bisa dengerin episode Podcast Satu Persen ini, ya.

Okay, terima kasih banyak kalian udah baca kontenku sampai habis. Saatnya aku, Fifi, pamit undur diri. Sampai ketemu di konten-kontenku selanjutnya dan selamat menjalani #HidupSeutuhnya.

Referensi:

Barker, E. 2016. This Is The Best Way to Overcome Fear of Missing Out. Time. https://time.com/4358140/overcome-fomo/

Good Therapy. 2016. Overcoming FoMO: What Fuels Your Fear of Missing Out? https://www.goodtherapy.org/blog/overcoming-fomo-what-fuels-your-fear-of-missing-out-0418167

Read More
judi

Alpha Male Itu Memang Keren Atau Sok Keren?

Lo pasti pernah denger istilah Alpha Male? Apalagi di dunia internet, istilah ini udah banyak banget digunakan buat ngomongin cowok-cowok yang dianggap “pemimpin” dalam sebuah grup atau komunitas. Tapi sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan Alpha Male?

Buat lebih jelasnya, mari kita bahas dulu gimana konsep hierarki sosial di dunia hewan. Lo tau kan, bahwa semua binatang sosial, termasuk manusia, punya hierarki sosial di dalam kelompok mereka. Nah, konsep ini berlaku juga untuk primata seperti kera dan simpanse.

Apa itu Alpha Male?

Nah, di dalam kelompok primata, ada yang disebut sebagai “Alpha Male”. Alpha Male ini adalah jantan yang menduduki posisi tertinggi dalam hierarki sosial kelompok tersebut.

Jadi, Alpha Male adalah jantan yang diakui oleh anggota kelompok lainnya sebagai yang paling dominan.

Alpha Male Harusnya…

Tapi, tahukah lo bahwa peran Alpha Male ini seringkali diromantisasi atau diklaim sebagai sosok yang super perkasa dan suka membully anggota kelompok lainnya? Padahal, dalam kenyataannya, tidak semua Alpha Male seperti itu.

Justru, Alpha Male bisa menjadi sosok yang dihormati dan melindungi anggota kelompok mereka. Mereka adalah sosok pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan kelompok.

Jadi, jangan bayangkan Alpha Male sebagai sosok yang agresif dan menakutkan, karena sebenarnya mereka merupakan sosok yang bisa kita jadikan panutan.

Selain itu, dalam hierarki sosial primata, kekuatan fisik hanya satu aspek dari dominansi. Dalam dunia primata, ada juga yang disebut sebagai “coalition” atau aliansi. Aliansi ini penting, karena membutuhkan dukungan dan koneksi dengan anggota kelompok lainnya, termasuk dengan betina yang menduduki posisi tinggi dalam hierarki.

Hal ini menunjukkan bahwa dominan dalam kelompok primata tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik, tapi juga koneksi sosial. Jadi, jangan berpikir bahwa menjadi Alpha Male hanya berarti memiliki kekuatan fisik yang superior, karena sebenarnya kekuatan sosial dan dukungan dari anggota kelompok lainnya juga sangat penting.

Selanjutnya, kita juga perlu melihat bahwa perbedaan antara jenis kelamin dalam kelompok primata sering kali lebih kecil daripada yang kita bayangkan, dan adanya variasi individu dalam kedua jenis kelamin tersebut.

Perbedaan antara jenis kelamin dalam primata sering kali disebut sebagai “sex”, dimana hal ini merupakan perbedaan biologis. Tapi, perbedaan gender lebih bersifat budaya dan fleksibel, yang mendefinisikan bagaimana seorang pria atau wanita harus berperilaku. Primata lebih bersikap terbuka dan lebih menerima individu yang tidak sesuai dengan pola gender umum.

Jangan Percaya Mitos Alpha Male Ini!

Jadi, jangan percaya pada mitos bahwa pria harus selalu tangguh dan kuat, atau bahwa wanita harus selalu lemah dan perasa. Primata menunjukkan bahwa dalam kelompok sosial, individu dari berbagai jenis kelamin memiliki keunikan dan variasi yang harus dihargai.

Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah keberadaan kemampuan empati dalam primate, termasuk manusia. Empati penting dalam moralitas dan keharmonisan sosial. Primate menunjukkan minat dan kepedulian pada kesejahteraan orang lain, serta melindungi yang rentan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali melihat contoh perilaku yang menunjukkan hal yang sama. Misalnya, ketika kita melihat seseorang yang terluka atau dalam kesulitan, kita merasa empati dan mencoba membantu. Ini menunjukkan bahwa sifat empati tidak hanya ada dalam kelompok primata, tapi juga di dalam diri kita sebagai manusia.

Terakhir, kita juga perlu melihat bahwa manusia memiliki banyak kesamaan dalam hubungan sosial dan emosional dengan primata, meskipun kita lebih unggul secara intelektual dan teknologis. Dengan memahami perilaku primata, kita bisa mendapatkan wawasan tentang hubungan sosial manusia.

Misalnya, di Satu Persen, kita sering membahas tentang kehidupan sosial dan kesehatan mental. Kita bisa melihat bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan mental dan mengatasi masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi tidak hanya penting bagi manusia, tapi juga ada pada primata lainnya.

Hal ini membantu kita untuk lebih memahami tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, bukan hanya sebagai manusia, tapi juga sebagai bagian dari sistem ekosistem global yang lebih luas.

Kesimpulan

Jadi, kesimpulannya adalah, Alpha/Sigma Male itu sebenarnya tidak sepenuhnya akurat dan bisa dikatakan sebagai “bullshit”. Alpha Male adalah sosok yang bisa menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan melindungi kelompoknya, bukan sosok yang hanya kasar dan suka membully orang lain.

Kita juga perlu melihat bahwa perbedaan antara jenis kelamin dalam kelompok primata tidak sebesar yang kita bayangkan, dan variasi individu dalam kedua jenis kelamin juga ada.

Perbedaan antara sex dan gender juga penting untuk dipahami, karena primata menunjukkan bahwa perbedaan gender bersifat fleksibel dan harus dihormati.

Terakhir, empati adalah hal yang penting dalam kehidupan sosial kita, dan primata menunjukkan bahwa empati bukan hanya ada dalam diri manusia, tapi juga dalam primata lainnya.

Dengan memahami semua ini, kita bisa melihat bahwa konsep Alpha/Sigma Male ini tidak sejalur dengan realitas dan sebenarnya bisa membuat kita terhambat dalam memahami hubungan sosial yang lebih kompleks dan beragam.

Jadi, jangan percaya pada stereotip yang negatif dan terbatasi tentang jenis kelamin dan peran sosial. Mari kita renungkan dan terus belajar tentang keberagaman dan kompleksitas kehidupan sosial, dan menggunakan pengetahuan itu untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan sehat.

Itulah yang bisa gue sampaikan dalam Blog kali ini. Semoga penjelasan ini bisa memberikan wawasan baru dan memperluas pemahaman lo tentang hierarki sosial dan peran jenis kelamin dalam kehidupan primata, termasuk kita sebagai manusia.

Terima kasih banyak sudah baca Blog ini sampai habis. Sampai jumpa di Blog Satu Persen berikutnya. Gue Jhon dari Satu Persen, salam!

Read More